Apakah Anak Angkat Berhak atas Warisan Menurut Islam? Begini Penjelasannya

Apakah Anak Angkat Berhak atas Warisan Menurut Islam? Begini Penjelasannya

Tia Kamilla - detikHikmah
Selasa, 11 Nov 2025 07:15 WIB
Ilustrasi warisan
Ilustrasi warisan. Foto: Getty Images/iStockphoto/Thitiphat Khuankaew
Jakarta -

Anak merupakan karunia dari Allah kepada orang tua sehingga anak dianggap lebih berharga daripada harta lainnya. Setiap orang tua pasti berharap bisa memiliki seorang anak di kehidupan keluarganya. Namun, tidak semua orang tua memiliki seorang anak yang disebabkan oleh banyak faktor.

Banyak keluarga yang berusaha untuk memiliki anak dengan cara pengangkatan anak atau adopsi. Anak angkat sering dibesarkan dan diperlakukan layaknya anak kandung sendiri, termasuk dalam urusan kasih sayang dan nafkah.

Namun, apakah anak angkat juga memiliki hak waris seperti anak kandung menurut ajaran Islam? Simak penjelasan berikut tentang status anak angkat dalam hukum waris Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah Anak Angkat Berhak Menerima Warisan?

Menurut hukum Islam, anak angkat tidak termasuk ahli waris karena tidak ada hubungan darah. Namun, ini bukan berarti tidak bisa mendapatkan harta sama sekali.

Dalam buku Pajak Penghasilan: Anak Angkat Berpenghasilan karya Suparna Wijaya dan Annisa Febriana Safira, anak angkat dalam hukum Islam tidak memerlukan penetapan pengadilan. Namun, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa anak angkat memerlukan penetapan pengadilan.

ADVERTISEMENT

Selain terkait dengan diperlukan atau tidaknya penetapan pengadilan, setelah seorang anak diangkat oleh orang tua angkat maka kedudukannya akan berbeda seperti anak kandung dalam keluarga angkat. Perbedaan tersebut meliputi nama ayah tidak diberikan kepada anak angkat, tidak ada hubungan darah antara anak angkat dengan keluarga angkat, dan tidak ada hubungan kewarisan sehingga anak angkat masih merupakan pewaris orang tua kandungnya.

Namun, untuk menjaga hak anak angkat sekaligus memberikan kepastian bagi orang tua angkat, KHI menetapkan aturan tentang wasiat wajibah.

Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 209 ayat (1) dan (2) KHI, yang mengatur pemberian bagian tertentu dari harta kepada anak angkat sebagai bentuk perlindungan hukum. Adapun bunyi pasalnya sebagai berikut:

Pasal 209 ayat (1)

Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak‐banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.

Pasal 209 ayat (2)

Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak‐banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

Hukum Pengangkatan Anak dalam Islam

Islam membolehkan mengangkat anak sebagai bentuk kasih sayang, tapi tidak boleh mengubah nasab (garis keturunan). Anak angkat tetap punya orang tua kandung yang sah di mata agama.

Mengutip buku Hukum Pengangkatan Anak karya Rusli Pandika, agama Islam menganjurkan umatnya untuk menolong dan membantu sesama, termasuk menolong dan membantu anak-anak atau bayi yang terlantar, atau tidak mampu itu.

Dalam upaya menolong anak-anak atau bayi yang terlantar, agama Islam kemungkinan untuk melakukan pengangkatan anak tetapi tidak dalam arti pengangkatan untuk dijadikan seperti anak kandung. Menurut hukum Islam pengangkatan anak bertujuan utama untuk kepentingan kesejahteraan si anak angkat dan bukan untuk melanjutkan keturunan.

Dalil tentang Anak Angkat dalam Islam

Merujuk pada buku Hukum Waris Islam karya Aulia Muthiah dan Novy Sri Pratiwi Hardani, dalam hukum keluarga yang diatur dalam hukum positif di Indonesia, anak dibedakan menjadi tiga, yakni anak sah, anak luar kawin, dan anak adopsi atau angkat. Mengenai anak angkat dalam hukum Islam dapat dilihat pada surat Al-Ahzab ayat 4-5. Berikut adalah bunyi kedua ayatnya:

Surat Al-Ahzab Ayat 4

مَا جَعَلَ اللّٰهُ لِرَجُلٍ مِّنْ قَلَؚْيْنِ فِيْ جَوْفِهٖ ۚوَمَا جَعَلَ اَزْوَاجَكُمُ الّٰـۀِٕيْ تُ؞ٰهِرُوْنَ مِنْهُنَّ اُمَّهٰتِكُمْ ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۀءَكُمْ اَؚْنَاۀءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ ؚِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَؚِّيْلَ

Mā ja'alallāhu lirajulim min qalbaini fÄ« jaufih(Ä«), wa mā ja'ala azwājakumul-lā'Ä« tuẓāhirÅ«na minhunna ummahātikum, wa mā ja'ala ad'iyā'akum abnā'akum, Ōālikum qaulukum bi'afwāhikum, wallāhu yaqÅ«lul-ឥaqqa wa huwa yahdis-sabÄ«l(a).

Artinya: "Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya, Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia pun tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)."

Surat Al-Ahzab Ayat 5

اُدْعُوْهُمْ لِاَؚٰاۀىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ فَاِنْ لَّمْ تَعْلَمُوْٓا اَؚٰاۀءَهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ وَمَوَالِيْكُمْ ۗوَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ ؚِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوُؚْكُمْ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Ud'ūhum li'ābā'ihim huwa aqsaṭu 'indallāh(i), fa illam ta'lamū ābā'ahum fa ikhwānukum fid-dīni wa mawālīkum, wa laisa 'alaikum junāឥun fīmā akhṭa'tum bihī wa lākim mā ta'ammadat qulūbukum, wa kānallāhu gafūrar raឥīmā(n).

Artinya: "Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu). Tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dari kedua ayat di atas, para ulama fikih sepakat bahwa hukum Islam mengakui pengangkatan anak dalam pengertian beralihnya kewajiban untuk memberikan nafkah sehari-hari, mendidik, memelihara, dan lain-lain, dalam konteks beribadah kepada Allah SWT.

Hukum Islam telah menggariskan bahwa hubungan hukum antara orang tua angkat dengan anak angkat terbatas sebagai hubungan antara orang tua asuh dengan anak asuh yang diperluas, dan sama sekali tidak menciptakan hubungan nasab. Orang tua angkat dengan anak angkat harus menjaga mahram.

Anak Angkat Tetap Menjadi Ahli Waris Orang Tua Kandungnya

Masih dalam sumber yang sama, dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali, dan hubungan waris-mewarisi dengan orang tua angkat. Anak angkat tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya.

Artinya, anak angkat tidak otomatis menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya, dan tidak bisa menjadi wali atau diwalikan oleh orang tua angkat dalam urusan pernikahan. Anak angkat tetap dianggap sebagai anak dari orang tua kandungnya, baik dalam hal nasab (garis keturunan) maupun hak waris.

Dalam laman resmi Pengadilan Agama Bondowoso, anak angkat boleh mendapat harta dari orang tua angkatnya melalui wasiat. Demikian juga, orang tua angkat boleh mendapat harta dari anak angkatnya melalui wasiat. Besar wasiat tidak boleh melebihi dari 1/3 harta warisan seperti yang sudah dijelaskan dalam KHI pasal 209 di atas. Adapun orang tua angkat yang tidak menerima wasiat, diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya. Begitu juga sebaliknya.




(inf/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads