- Urutan Pembagian Warisan Sesuai Syariat Islam 1. Kelompok Ashab Al-Furudh 2. Kelompok Ashabah 3. Kelompok Ashab al-furudh atau Ashabah 4. Kelompok Ashab al-Furudh dan Ashabah
- Dalil-dalil Al-Quran tentang Warisan Surat An-Nisa Ayat 11 Surat An-Nisa Ayat 12 Surat An-Nisa Ayat 176
- Sebab-sebab Pembagian Warisan dalam Islam 1.Kekerabatan 2. Hubungan Suami-Istri 3. Al-Wala
- Syarat-syarat Waris dalam Islam
Dalam kehidupan, kematian adalah sesuatu yang pasti. Ketika seseorang meninggal dunia, harta yang ditinggalkan tidak serta-merta bisa dibagi begitu saja.
Islam telah mengatur secara rinci tentang tata cara pembagian warisan agar tidak terjadi perselisihan di antara ahli waris dalam ilmu faraid.
Aturan ini bukan hanya persoalan duniawi, tapi juga bentuk keadilan dan ketaatan terhadap syariat Allah SWT. Sebab tidak jarang pembagian harta waris sering memicu konflik atau kecemburuan di antara anggota keluarga karena dirasa tidak adil.
Lalu, bagaimana sebenarnya urutan pembagian warisan menurut hukum Islam? Siapa saja yang berhak mendapat bagian, dan bagaimana pembagiannya agar sesuai dengan ketentuan syariat? Yuk, simak penjelasan berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Urutan Pembagian Warisan Sesuai Syariat Islam
Islam telah mengatur dengan sangat rinci mengenai siapa saja yang berhak menerima warisan dan bagaimana urutannya. Menurut buku Kewarisan dalam Perspektif Al-Quran karya Dr. Idah Suaidah, Ilmu yang membahas tentang harta warisan disebut ilmu faraid.
Dari ilmu ini kita bisa mengetahui siapa saja urutan kelompok ahli waris menurut syariat Islam. Hal ini bertujuan agar pembagian harta peninggalan dilakukan secara adil dan tidak menimbulkan perselisihan di antara keluarga.
Adapun urutan kelompok ahli waris dalam Islam, mengutip dari buku Hukum Kewarisan Islam karya Dr. Abdillah Mustari, M.Ag dari UIN Alauddin, adalah berikut ini:
1. Kelompok Ashab Al-Furudh
Kelompok ini adalah kelompok ahli waris yang pertama kali mendapat bagian harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan bagiannya dalam Al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma' secara tetap. Mereka berjumlah tujuh orang, yaitu:
- Ibu.
- Saudara laki-laki seibu.
- Saudara perempuan seibu.
- Nenek dari ayah.
- Nenek dari ibu.
- Duda
- Janda
2. Kelompok Ashabah
Kelompok ahli waris ini mendapat sisa harta warisan setelah dibagikan kepada ashab al-furudh. Jika ternyata tidak ada ashabul furudh serta ahli waris lainnya, kelompok ashabah berhak mendapat seluruh harta peninggalan yang ada. Begitu pun sebaliknya, jika harta waris yang ada sudah habis dibagikan kepada ashabul furudh, mereka tidak mendapat bagian.
Kelompok ashabah berjumlah dua belas, yaitu sepuluh dari kerabat yang merupakan kerabat pewaris berdasarkan silsilah keluarga dari garis laki-laki (nasab) dan dua lagi dari luar kerabat, yaitu laki-laki yang memerdekakan budak dan perempuan yang memerdekakan budak. Ini karena ia yang telah memerdekakan pewaris jika status pewaris sebelumnya adalah sebagai budak dia.
Sepuluh ashabah yang merupakan kerabat laki-laki tersebut adalah:
- Anak laki-laki.
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
- Saudara laki-laki sekandung.
- Saudara laki-laki seayah.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
- Paman sekandung.
- Paman seayah.
- Anak laki-laki dari paman sekandung.
- Anak laki-laki dari paman seayah.
Dari seluruh ashabah di atas, ada satu ashabah yang paling kuat, yaitu anak laki-laki. Walau banyaknya ashabul furudh yang merupakan ahli waris, maka anak laki-laki ini pasti mendapatkan bagian warisan, karena ia dapat menghalangi sejumlah ashabul furudh dan ashabah lainnya untuk mendapatkan bagian warisan.
Baca juga: Waktu yang Tepat Membagi Warisan dalam Islam |
3. Kelompok Ashab al-furudh atau Ashabah
Kelompok ahli waris yang pada kondisi tertentu bisa menjadi ashab al-furudh atau bisa juga menjadi ashabah, hal itu tergantung dengan kondisi yang menjadi syarat utamanya. Mereka adalah:
- Anak perempuan.
- Cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
- Saudara perempuan sekandung.
- Saudara perempuan seayah.
Mereka akan digolongkan ke dalam kelompok ashab al-furudh, selama tidak ada saudara laki-laki mereka. Namun jika ada saudara laki-laki mereka, walaupun hanya berjumlah satu orang, maka mereka digolongkan ke dalam kelompok ashabah.
4. Kelompok Ashab al-Furudh dan Ashabah
Kelompok ahli waris yang pada kondisi tertentu bisa menjadi ashab al-furudh, bisa juga menjadi ashabah, dan bisa juga sebagai gabungan dari keduanya, yaitu sebagai ashab al-furudh dan ashabah secara sekaligus dalam satu waktu, hal itu tergantung dengan kondisi yang menjadi syarat utamanya. Mereka adalah :
- Ayah.
- Kakek (bapak dari ayah).
Hal ini terjadi karena semua ahli waris dari kelompok ashab al- furudh yang ada sudah menerima bagiannya, namun masih ada harta waris yang tersisa, sedangkan di sana tidak ada ashabah yang lain, maka sisanya diberikan kepada kelompok ini.
Dalil-dalil Al-Quran tentang Warisan
Al-Quran menjadi pedoman utama dan sumber paling berwenang dalam penetapan hukum waris Islam. Dalam buku yang sama yaitu Hukum Kewarisan Islam, dijelaskan bahwa terdapat beberapa ayat penting yang membahas ketentuan tentang warisan, di antaranya adalah:
Surat An-Nisa Ayat 11
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Yūṣīkumullāhu fī aulādikum liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayain(i), fa in kunna nisā'an fauqaṡnataini fa lahunna ṡuluṡā mā tarak(a), wa in kānat wāḥidatan fa lahan-niṣf(u), wa li abawaihi likulli wāḥidim minhumas-sudusu mimmā taraka in kāna lahū walad(un), fa illam yakul lahū waladuw wa wariṡahū abawāhu fa li'ummihiṡ-ṡuluṡ(u), fa in kāna lahū ikhwatun fa li'ummihis-sudusu mim ba'di waṣiyyatiy yūṣī bihā au dain(in), ābā'ukum wa abnā'ukum, lā tadrūna ayyuhum aqrabu lakum naf'ā(n), farīḍatam minallāh(i), innallāha kāna 'alīman ḥakīmā(n).
Artinya: "Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan). Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Surat An-Nisa Ayat 12
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ
Wa lakum niṣfu mā taraka azwājukum illam yakul lahunna walad(un), fa in kāna lahunna waladun fa lakumur-rubu'u mimmā tarakna mim ba'di waṣiyyatiy yūṣīna bihā au dain(in), wa lahunnar-rubu'u mimmā taraktum illam yakul lakum walad(un), fa in kāna lakum waladun fa lahunnaṡ-ṡumunu mimmā taraktum mim ba'di waṣiyyatiy tūṣūna bihā au dain(in), wa in kāna rajuluy yūraṡu kalālatan awimra'atuw wa lahū akhun au ukhtun fa likulli wāḥidatim minhumas-sudus(u), fa in kānū akṡara min żālika fa hum syurakā'u fiṡ-ṡuluṡi mim ba'di waṣiyyatiy yūṣā bihā au dain(in), gaira muḍārr(in), waṣiyyatam minallāh(i), wallāhu 'alīmun ḥalīm(un).
Artinya: "Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun."
Surat An-Nisa Ayat 176
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Yastaftūnak(a), qulillāhu yuftīkum fil-kalālah(ti), inimru'un halaka laisa lahū waladuw wa lahū ukhtun fa lahā niṣfu mā tarak(a), wa huwa yariṡuhā illam yakul lahā walad(un), fa in kānataṡnataini fa lahumaṡ-ṡuluṡāni mimmā tarak(a), wa in kānū ikhwatar rijālaw wa nisā'an fa liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayain(i), yubayyinullāhu lakum an taḍillū, wallāhu bikulli syai'in 'alīm(un).
Artinya: "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalālah).191) Katakanlah, "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalālah, (yaitu) jika seseorang meninggal dan dia tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai seorang saudara perempuan, bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya. Adapun saudara laki-lakinya mewarisi (seluruh harta saudara perempuan) jika dia tidak mempunyai anak. Akan tetapi, jika saudara perempuan itu dua orang, bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) beberapa saudara laki-laki dan perempuan, bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu agar kamu tidak tersesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Sebab-sebab Pembagian Warisan dalam Islam
Dalam buku Tata Cara Pembagian Waris dan Pengaturan Wakaf karya Tim El Madani, sebab-sebab pembagian waris bergantung pada tiga hal, yaitu kekerabatan, hubungan suami istri, dan kekuasaan. Berikut ini penjelasan lengkapnya:
1.Kekerabatan
Imam Hanafi menyebutnya Ar-Rahim, maka yang dimaksudkan adalah kekerabatan hakiki, yakni setiap hubungan yang penyebabnya adalah kelahiran. Ini mencakup cabang-cabang (keturunan) si mayyit dan asal usulnya juga anak keturunan dari asal usul mayit.
2. Hubungan Suami-Istri
Adapun hubungan suami istri atau nikah yang sah, yang dimaksudkan adalah akad yang sah, baik disertai menggauli istri atau tidak.
3. Al-Wala
Adapun al-Wala adalah kekerabatan secara hukum yang dibentuk oleh syari' karena memerdekakan budak. Imam Hanafi menambahkan kepada tiga sebab di atas berbeda dengan yang lain, yaitu Wala' al-Muwaalaah. Wala' al-Itqi (wala' memerdekakan budak) adalah ashabah sababiyah (ashabah karena sebab) atau hubungan antara tuan dan orang orang dimerdekakannya.
Syarat-syarat Waris dalam Islam
Dikutip buku sebelumnya, terdapat tiga syarat-syarat waris yang wajib umat Islam ketahui:
- Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum. Hal ini harus diketahui secara pasti, karena manusia yang masih hidup tetap dianggap mampu untuk mengendalikan seluruh harta miliknya. Hak kepemilikan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, kecuali setelah ia meninggal.
- Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada Waktu pewaris meninggal dunia.
- Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
Gus Irfan soal Umrah Mandiri: Pemerintah Saudi Izinkan, Masa Kita Larang?
Cak Imin Sebut Indonesia Gudang Ulama
MUI Surakarta Jelaskan Hukum Jenazah Raja Dimakamkan dengan Busana Kebesaran