Larangan Berlebihan dalam Membangun Makam Menurut Ajaran Islam

Larangan Berlebihan dalam Membangun Makam Menurut Ajaran Islam

Devi Setya - detikHikmah
Sabtu, 25 Okt 2025 11:00 WIB
Ilustrasi Karangan Bunga di Makam Orang Meninggal
ilustrasi makam Foto: Getty Images/iStockphoto/ProfessionalStudioImages
Jakarta -

Tradisi membangun makam sering menjadi bagian dari penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Namun, Islam memberikan batasan dan panduan yang jelas terkait tata cara dan perilaku dalam membangun makam.

Salah satu prinsip penting adalah larangan berlebihan dalam membangun makam. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir RA, bahwasanya Rasulullah SAW melarang membuat tembok kuburan, duduk di atasnya dan membuat bangunan di atasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Larangan Berlebihan Membangun Makam

Islam memandang kematian sebagai sebuah kepastian dan bagian dari takdir Allah SWT. Manusia hanyalah makhluk yang sementara hidup di dunia, sehingga penghormatan terhadap jenazah harus dilakukan dengan cara yang sewajarnya dan sesuai syariat.

Rasulullah SAW bersabda,

ADVERTISEMENT

"Perbanyaklah doamu bagi orang yang sudah meninggal, dan janganlah berlebihan dalam membangun kuburan." (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Hadits ini menunjukkan bahwa Islam mendorong umatnya untuk menghormati jenazah dengan doa dan peringatan yang sederhana, bukan melalui pembangunan makam yang mewah atau berlebihan.

Dikutip dari buku Fiqih Sunnah 2 karya Sayyid Sabiq, Rasulullah SAW melarang umat Islam untuk mengecat dan membangun kuburan, serta menjadikannya tempat duduk.

Maksud dari mengecat kuburan adalah melapisinya dengan kapur sehingga menghasilkan warna putih. Mayoritas ulama memahami larangan ini sebagai larangan yang bersifat makruh. Sementara itu, Ibnu Hazm memahaminya sebagai larangan yang bersifat haram.

Sebagian ulama mengatakan hikmah dari larangan ini adalah karena kuburan merupakan tempat bangkai, bukan tempat makhluk hidup. Sementara mengecatnya termasuk perhiasan dunia dan hal itu tidak dibutuhkan oleh mayat.

Ada juga yang mengatakan hikmah larangan menghias makam dengan cat kapur karena kapur telah dibakar dengan api. Hal ini dikuatkan oleh riwayat Zaid bin Arqam bahwa ia berkata kepada orang yang igin membangun makam putranya dan mengecatnya dengan cat kapur, "Kamu melampaui batas, janganlah sesuatu yang telah disentuh api didekatkan kepadanya."

Sementara itu memplester kuburan dengan tanah liat diperbolehkan. Tirmidzi mengatakan, "Sebagian ulama, di antara mereka adalah Hasan Bashri, membolehkan memplester makam dengan tanah liat."

Imam Syafi'i mengatakan, "Tidak apa-apa kuburan diplester dengan tanah liat."

Membuat Makam Tinggi atau Menonjol

Beberapa masyarakat membangun kuburan tinggi atau menonjol agar terlihat dari jauh, bahkan sampai menjadi tempat yang bisa dikunjungi banyak orang. Islam mengingatkan agar kuburan tidak dibuat untuk pamer atau menyaingi kemegahan dunia.

Rasulullah SAW bersabda,

"Janganlah kalian membuat kuburan yang tinggi, jangan pula menyerupai tempat duduk di atas kuburan." (HR Bukhari dan Muslim)

Namun diperbolehkan membuat makam sedikit lebih tinggi sebagai penanda. Hal ini seperti pada makam Rasulullah SAW.

Ja'far bin Muhammad meriwayatkan dari ayahnya bahwa makam Rasulullah SAW ditinggikan sejengkal dan diplester dengan tanah liat merah dari halaman rumah dan ditaburi kerikil.

Menanam Pohon di Makam

Mengutip buku Merayakan Khilafiah Menuai Rahmat Ilahiah yang ditulis oleh Zikri Darussamin dan Rahman, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas makam. Pelepah atau ranting daun yang segar ini diyakini dapat memberikan manfaat bagi almarhum.

Dengan kata lain, menanam pohon kecil, ranting, atau meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas makam bukanlah sekadar simbol, melainkan bagian dari praktik penghormatan yang dianjurkan, selama dilakukan dengan kesederhanaan dan tidak berlebihan. Daun atau ranting yang segar dipilih agar memberi manfaat sesuai sunnah dan tetap menjaga makam rapi serta layak.

Dasar hukumnya berasal dari hadits Dari Ibnu Umar, ia berkata,

حدثنا يَحْيَ: حَدَثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن ابن عباس رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّبَانِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذِّبَانِ وَمَا يُعَذِّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخْذِ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشُقِهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا ؟ فَقَالَ : ( لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ يَبْبِسَا )

Artinya: "Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat, 'Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing, sedangkan yang lainnya lagi karena sering mengadu domba.' Kemudian Rasulullah SAW menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing makam tersebut. Para sahabat lalu bertanya, 'Kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?' Rasulullah SAW menjawab, 'Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering'." (HR Bukhari)

Wallahu a'lam.




(dvs/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads