Para arkeolog asal Prancis dan Arab Saudi mengumumkan penemuan luar biasa di tengah gurun barat laut Arab Saudi, sisa-sisa kota kuno berusia sekitar 4.000 tahun yang dikenal dengan nama Al-Natah.
Menurut laporan Arab News pada 31 Oktober 2024, temuan reruntuhan kota Al-Natah memberikan gambaran tentang perubahan besar dalam kehidupan masyarakat di barat laut Jazirah Arab, dari gaya hidup nomaden menuju kehidupan menetap yang lebih terorganisir.
Penemuan ini dianggap sebagai salah satu capaian penting dalam kajian arkeologi Timur Tengah, karena menunjukkan bahwa peradaban di wilayah Arab ternyata telah berkembang jauh lebih awal dari perkiraan sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir Saudi Gazette, Komisi Kerajaan untuk AlUla (Royal Commission for AlUla / RCU) mengumumkan penemuan ini dalam sebuah konferensi pers di pusat konferensi Kantor Berita Saudi (SPA) di Riyadh.
Penemuan tersebut dipublikasikan dalam jurnal ilmiah PLOS ONE dan menandai langkah besar bagi Arab Saudi dalam upaya melestarikan serta memperkenalkan warisan budayanya kepada dunia. RCU menegaskan bahwa temuan ini merupakan bukti komitmen kerajaan untuk menjaga warisan arkeologis, memperkuat kerja sama internasional, dan meningkatkan kesadaran global tentang pentingnya sejarah manusia, sejalan dengan tujuan Visi Saudi 2030.
Proyek Kolaborasi Internasional
Penemuan kota Al-Natah ini merupakan bagian dari Proyek Arkeologi Khaibar Longue DurΓ©e, yang dipimpin oleh Dr. Guillaume Charloux dari Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis (CNRS) dan Dr. Munirah AlMushawh, manajer survei arkeologi di RCU.
Penelitian ini menantang pandangan lama bahwa masyarakat di barat laut Jazirah Arab pada awal Zaman Perunggu hanya terdiri dari para penggembala dan pengembara. Hasil penelitian justru menunjukkan bahwa kawasan seperti Khaibar telah memiliki pusat-pusat perkotaan yang stabil, dengan kehidupan pertanian dan perdagangan yang cukup maju.
Struktur Kota dan Kehidupan Penduduk
Oasis Khaibar sendiri dikelilingi tembok batu sepanjang 15 kilometer, yang berfungsi melindungi wilayah subur tersebut dari kondisi gurun di sekitarnya. Situs kota Al-Natah mencakup area seluas 2,6 hektar dan diperkirakan dihuni oleh sekitar 500 penduduk antara tahun 2400-300 SM.
Kota ini menampilkan tata ruang yang teratur dengan pemisahan antara area permukiman dan area pemakaman di dalam bentengnya.
Dalam keterangannya kepada Agence France-Presse (AFP), tim peneliti menjelaskan bahwa reruntuhan dinding kota yang mencapai tinggi hingga lima meter menunjukkan bahwa Al-Natah dulunya memiliki otoritas lokal yang kuat.
Fondasi bangunan yang ditemukan cukup kokoh untuk menopang rumah berlantai satu atau dua, dengan jalan-jalan sempit yang menghubungkan rumah-rumah menuju pusat kota. Lantai dasar digunakan untuk menyimpan barang-barang kebutuhan, sementara lantai atas dijadikan tempat tinggal.
Lebih lanjut, penggalian menemukan sejumlah makam yang berisi barang-barang berharga seperti tembikar, batu akik, dan senjata logam berupa kapak dan belati. Barang-barang tersebut menandakan status sosial tinggi serta menunjukkan tingkat keterampilan yang maju dalam bidang logam dan kerajinan.
Penduduk kota ini juga dikenal membuat tembikar, berdagang, serta menghiasi pakaian dengan manik-manik. Pola makan mereka terdiri dari daging domba dan biji-bijian, menggambarkan masyarakat yang hidup bergotong royong dan terampil mengelola sumber daya alam di sekitar oasis.
Penelitian ini juga mengungkap bahwa lapisan batu vulkanik hitam (basal) menutupi situs kota dan melindunginya dari kerusakan selama ribuan tahun. Tim peneliti pertama kali mengidentifikasi lokasi ini pada Oktober 2020, namun struktur kota baru terungkap lebih jelas setelah dilakukan survei lapangan dan pencitraan beresolusi tinggi pada Februari 2024. Penggalian lanjutan diperkirakan akan memperdalam informasi tentang sistem sosial dan ekonomi masyarakat Al-Natah.
Selain Charloux dan AlMushawh, sejarawan asal Khaibar, Saifi Alshilali, turut berperan dalam proyek ini. Temuan ini melanjutkan rangkaian penelitian yang telah dimulai sejak 2018 di kawasan AlUla dan Khaibar, yang sebelumnya menemukan struktur batu raksasa seperti mustatil, jalan pemakaman, dan jebakan batu yang digunakan oleh masyarakat purba.
Semua temuan ini menjelaskan bahwa peradaban Zaman Perunggu di barat laut Jazirah Arab jauh lebih kompleks dan terhubung dengan wilayah lain dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Lebih jauh, para peneliti menilai bahwa Al-Natah menjadi bukti peralihan masyarakat dari kehidupan nomaden menuju kehidupan kota yang menetap, sekaligus memperlihatkan kemampuan manusia beradaptasi dengan kondisi alam yang keras. Kota ini menunjukkan bahwa di tengah padang pasir yang tandus, manusia tetap mampu membangun peradaban yang tangguh dan bertahan lama.
Pengaruhnya terhadap Sejarah Islam
Bagi umat Islam, penemuan di wilayah Khaibar memiliki makna tersendiri. Khaibar dikenal dalam sejarah sebagai lokasi penting Perang Khaibar pada masa Rasulullah SAW. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa setiap hamparan tanah di Jazirah Arab menyimpan kisah perjuangan dan kebijaksanaan.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang dikutip dari buku Buku Ajar Pendidikan Agama Islam (Jilid 1) susunan Muhammad Naim,
"Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat kelak sampai ia ditanya tentang empat perkara, pertama tentang umurnya dihabiskan untuk apa. Kedua tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan. Ketiga tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan kemana ia habiskan. Keempat tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan darinya. (HR. At Tirmidzi)
Hadits ini menjadi pengingat bahwa sejarah dan pengetahuan, termasuk yang digali dari peninggalan arkeologi, adalah amanah besar bagi umat manusia. Melalui temuan seperti Al-Natah, manusia diajak untuk merenungkan betapa panjang perjalanan peradaban, serta pentingnya menjaga ilmu dan warisan yang telah ditinggalkan oleh generasi sebelumnya.
(inf/erd)
Komentar Terbanyak
Gencatan Senjata Israel-Hamas Tercapai, Takbir Menggema di Gaza
Ini yang Disepakati Israel dan Hamas untuk Akhiri Perang Gaza
2 Tahun Perang Gaza: 67 Ribu Warga Tewas, Rumah-Tempat Ibadah Hancur