Bolehkah Nikah Mut'ah dalam Islam?

Bolehkah Nikah Mut'ah dalam Islam?

Hanif Hawari - detikHikmah
Sabtu, 11 Okt 2025 11:02 WIB
ilustrasi kawin kontrak cianjur 2
Ilustrasi nikah mut'ah (Foto: 20detik)
Jakarta -

Nikah mut'ah adalah kata lain dari kawin kontrak. Pernikahan ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dengan batasan mas kawin dan jangka waktu tertentu.

Lantas, bagaimana sebenarnya hukum nikah mut'ah dalam Islam? Apakah praktik ini diperbolehkan? Berikut penjelasannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Itu Nikah Mut'ah?

Menurut Muhammad Bagir (2008) dalam bukunya Fiqih Praktis II: Menurut Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama, tujuan utama nikah mut'ah adalah melampiaskan syahwat seksual semata. Dalam hubungan ini, kedua pihak umumnya tidak berkeinginan memperoleh keturunan. Karena itu, Bagir menilai bahwa nikah mut'ah merugikan pihak perempuan, sebab terkesan menjadikannya "barang dagangan" yang bisa dikontrak sementara waktu.

Sejarah Nikah Mut'ah

Menukil repository UIN Sultan Syarif Kasim, nikah mut'ah sebenarnya telah dikenal sebelum datangnya Islam sebagai bagian dari tradisi masyarakat Arab pra-Islam. Terutama untuk melindungi perempuan di suku mereka.

ADVERTISEMENT

Pada masa Rasulullah SAW, nikah mut'ah sempat diperbolehkan, khususnya saat perang, karena para sahabat tidak bisa pulang dalam waktu lama. Hal ini menjadi bentuk keringanan agar tidak terjadi perzinaan.

Namun, setelah kondisi stabil, Rasulullah SAW kemudian mengharamkan nikah mut'ah untuk selamanya. Larangan tersebut ditegaskan saat perang Khaibar dan kembali dilarang setelah sempat diperbolehkan tiga hari dalam perang Autas.

Dalam buku Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim karya Abu al-Fida Ibnu Katsir, dijelaskan:

"Tidak ada keraguan lagi. Nikah mut'ah hanya diperbolehkan pada permulaan Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa ia dihalalkan kemudian dimansukhkan (dihapus), lalu dihalalkan, kemudian dimansukhkan. Sebagian yang lain berpendapat, penghalalan dan pengharaman berlaku terjadi beberapa kali."

Selanjutnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra, larangan nikah mut'ah diperkuat dengan ancaman hukuman rajam bagi pelakunya. Sejak saat itu, praktik nikah mut'ah benar-benar berhenti dilakukan di kalangan umat Islam.

Hukum Nikah Mut'ah Menurut Islam

Mayoritas ulama sepakat bahwa nikah mut'ah adalah haram dan tidak sah secara ijma' (konsensus ulama). Dasar larangan ini diambil dari berbagai hadits Rasulullah SAW, salah satunya yang diriwayatkan oleh Sabrah ra, bahwa Rasulullah bersabda:

"يا أيها الناس: إني كنت أذنت لكم في الاستمتاع من النساء، وإن الله قد حرم ذلك إلى يوم القيامة، فمن كان عنده منهن شيء فليخل سبيله، ولا تأخذوا مما آتيتموهن شيئاً

"Wahai manusia, sesungguhnya dulu aku pernah mengizinkan kalian melakukan nikah mut'ah dengan sebagian kaum wanita. Dan sungguh kini Allah telah mengharamkannya hingga hari kiamat. Karena itu, barang siapa yang masih ada di sisinya seseorang dari mereka, maka hendaklah melepaskannya untuk menempuh jalan (hidup)nya sendiri. Dan janganlah kamu mengambil apa yang telah kamu berikan kepada mereka." (HR. Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa'i)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah bersabda:

وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ - رضي الله عنه - قَالَ : - رَخَّصَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَامَ أَوْطَاسٍ فِي اَلْمُتْعَةِ , ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ , ثُمَّ نَهَى عَنْهَا - رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: Dari Salamah bin Al-Akwa' radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberi kelonggaran untuk nikah mut'ah selama tiga hari pada tahun Awthas (tahun penaklukan kota Makkah). Kemudian beliau melarangnya." (HR Muslim).

Selain itu, Ali bin Abi Thalib ra juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melarang nikah mut'ah pada peristiwa Khaibar. Sementara pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra, larangan ini ditegaskan kembali di hadapan umat Islam.

Pandangan Ulama dari Berbagai Mazhab

Beberapa mazhab besar Islam memiliki pandangan yang serupa tentang keharaman nikah mut'ah, antara lain:

Mazhab Hanafi

Dalam kitab Al-Mabtuth, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi mengatakan:
"Nikah mut'ah ini batil menurut mazhab kami."

Mazhab Maliki

Menurut Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid:
"Hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut'ah mencapai peringkat mutawatir."

Mazhab Syafi'i

Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi'i menjelaskan:
"Nikah mut'ah itu dilarang karena dibatasi dengan waktu, baik jangka pendek maupun panjang."

Mazhab Hambali

Dalam Al-Mughni, Imam Ibnu Qudamah menegaskan bahwa:
"Nikah mut'ah adalah pernikahan yang batil."

Perbedaan NIkah Mut'ah dan Nikah Syar'i

Menurut Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan terbitan Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah, berikut perbedaan mendasar antara nikah mut'ah dan nikah syar'i:

  • Waktu: Nikah mut'ah dibatasi periode tertentu, sementara nikah syar'i berlaku seumur hidup kecuali terjadi perceraian atau kematian.
  • Warisan: Hubungan warisan tidak berlaku dalam nikah mut'ah, namun diwajibkan dalam nikah syar'i.
  • Batas Istri: Nikah mut'ah tidak membatasi jumlah wanita, berbeda dengan nikah syar'i yang maksimal empat istri.
  • Syarat Sah: Nikah mut'ah tidak memerlukan wali dan saksi, sedangkan nikah syar'i wajib memenuhinya.
  • Nafkah: Suami tidak wajib memberikan nafkah dalam nikah mut'ah, tetapi wajib dalam nikah syar'i.

Kesimpulan

Dari berbagai pandangan ulama dan hadits sahih, nikah mut'ah dalam Islam adalah haram dan tidak sah secara hukum syar'i. Meski pernah diperbolehkan di awal Islam sebagai bentuk keringanan saat perang, hukum tersebut telah dihapus secara permanen oleh Rasulullah SAW hingga hari kiamat.

Islam menempatkan pernikahan sebagai ikatan sakral dan penuh tanggung jawab, bukan sekadar pemenuhan hawa nafsu. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya berhati-hati terhadap praktik kawin kontrak atau bentuk pernikahan sementara lainnya yang tidak sesuai dengan syariat.

Wallahu a'lam.




(hnh/inf)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads