Tragedi ambruknya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, menyisakan cerita haru dari para santri yang berhasil selamat. Mereka mengisahkan detik-detik terjebak di bawah reruntuhan bangunan hingga perjuangan bertahan hidup selama berhari-hari.
Di balik tragedi yang merenggut nyawa dan meninggalkan luka, suara-suara para santri dari bawah puing menjadi saksi kekuatan iman dan cinta.
Ada yang mengajak salat di tengah impitan beton, ada yang mengorbankan tenaga untuk menyelamatkan teman, ada yang bertahan dalam gelap tanpa seteguk air, ada yang menerima kehilangan kaki dan tangan demi hidupnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ingat Salat di Tengah Impitan Beton
Syahlendra Haical atau Haikal (13) menjadi salah satu santri yang selamat setelah dua hari tertimpa puing. Dalam kondisi terjepit, ia tetap mengingat salat.
"Ayo salat, ayo salat," ucap Haikal menirukan ajakan kepada temannya, Kamis (2/10/2025), dilansir detikJatim.
Ia sempat mendengar ada suara imam dari balik reruntuhan. Namun saat Subuh tiba, ajakannya tak lagi dijawab. Haikal kemudian menyadari temannya telah meninggal dunia.
Saat dievakuasi, jenazah teman di sebelahnya ditemukan dalam keadaan sujud.
Menarik Teman dari Celah Reruntuhan
Santri lain, Nanang Saifur Rizal (16), menceritakan awal kejadian saat dirinya berada di saf tengah.
"Awal seperti ada bambu jatuh, lalu terasa seperti gempa. Seketika, bangunan langsung ambruk." tuturnya saat ditemui detikJatim di rumahnya, Jumat (3/10).
Rizal sempat tertimpa puing. Ia lalu mendapati temannya, Mamat, dalam kondisi kejang-kejang. Dengan tenaga yang tersisa, Rizal membantu menarik temannya keluar melalui celah reruntuhan.
"Di dekat saya ada teman bernama Mamat, kondisinya kejang-kejang. Saya bantu duduk lalu saya tarik keluar lewat lubang kecil di reruntuhan," ucapnya.
Tiga Hari Terjebak dalam Gelap yang Mencekam
Muhammad Wahyudi (13) mengaku hanya bisa berbaring selama tiga hari di balik puing.
"Pas sadar, saya lihat di sekitar cuma reruntuhan beton. Di bawah kaki saya ada teman yang masih hidup juga, tapi sama-sama nggak bisa bergerak. Kami cuma bisa berbaring, suasananya gelap dan pengap," kata Wahyudi kepada detikJatim, Kamis (2/10).
Waktu berjalan tanpa ia tahu. Kadang ia tertidur, lalu terbangun, lalu kembali tertidur. Ia bertahan tanpa makan dan minum sebelum akhirnya diselamatkan tim Basarnas.
Selamat Tapi Harus Merelakan Anggota Tubuh
Meski berhasil diselamatkan dari reruntuhan, cobaan yang dialami Haikal (13) belum usai, ia harus merelakan kakinya diamputasi akibat terluka parah.
Direktur Utama RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo dr Atok Irawan mengatakan, tindakan amputasi perlu dilakukan untuk mencegah infeksi menjalar ke organ tubuh yang vital.
Kasus serupa juga dialami Nur Ahmad, yang harus menjalani amputasi lengan kiri langsung di lokasi kejadian karena terjepit puing.
Saat itu, Ahmad terancam kehilangan banyak darah lantaran siku lengan kirinya tertindih habis oleh beton bangunan yang ambruk.
Tertidur di Bawah Reruntuhan
Santri lain, Al Fatih, mengaku sempat tak menyadari musala runtuh. Ia merasa tertidur selama tiga hari di balik reruntuhan. Saat dievakuasi, hal pertama yang dimintanya adalah air minum.
Kisah Al Fatih ini diceritakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa setelah menjenguk para santri korban selamat dalam musibah ambruknya ponpes tersebut pada Kamis (2/10).
"Ternyata selama tiga hari tertidur. Ketika dievakuasi baru sadar ada gedung yang ambruk. Lalu setelah dievakuasi dia meminta minum es," cerita Khofifah, dilansir detikJatim.
Korban Selamat Terakhir Diamputasi Lengan dan Kakinya
Syaiful Rosi Abdillah (13), korban terakhir yang dievakuasi dalam keadaan hidup setelah bertahan tiga hari di bawah puing reruntuhan.
Namun, kesabarannya masih diuji, ia harus mengikhlaskan telapak kaki kanan dan lengan kirinya diamputasi karena mengalami nekrosis atau pembusukan.
Hingga saat ini, Rosi masih menjalani perawatan secara intensif di RSUD Sidoarjo pasca-operasi amputasi. Dalam kondisi lemah, dia sempat bertanya kepada orang tuanya, kapan dia punya kaki baru.
Sebagaimana diberitakan, bangunan musala Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo ambruk pada Senin (29/10) sore sekitar pukul 15.00 WIB saat santri tengah melaksanakan salat Asar berjemaah.
Menurut keterangan Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, pada Sabtu (4/10/2025), total korban tercatat sebanyak 167 orang.
Dari jumlah tersebut, 118 orang telah ditemukan dengan rincian; 103 orang dalam kondisi selamat, 14 orang meninggal dunia dan satu orang kembali ke rumah tanpa memerlukan penanganan medis lanjutan.
(inf/erd)
Komentar Terbanyak
Kemenhaj Rombak Sistem Antrean Haji, Tak Ada Lagi Masa Tunggu 48 Tahun
Antrean Haji Tiap Daerah Akan Dipukul Rata 26-27 Tahun
Waketum MUI: Seret Benyamin Netanyahu ke Pengadilan Kriminal Internasional