Serangan Israel Makin Hancurkan Gaza, 6.000 Orang Mengungsi dalam Sehari

Serangan Israel Makin Hancurkan Gaza, 6.000 Orang Mengungsi dalam Sehari

Lusiana Mustinda - detikHikmah
Minggu, 14 Sep 2025 16:00 WIB
Warga Palestina yang mengungsi dari Gaza utara akibat operasi militer Israel, pada 13 September 2025.
Warga Palestina yang mengungsi dari Gaza utara akibat operasi militer Israel, pada 13 September 2025. Foto: Mahmoud Issa/Reuters
Gaza -

Serangan besar-besaran Israel kembali mengguncang Kota Gaza pada Sabtu (13/9). Sedikitnya 49 orang tewas dan lebih dari 6.000 warga terpaksa mengungsi hanya dalam waktu satu hari.

Menurut laporan Pertahanan Sipil Palestina, pasukan Israel menggempur Kota Gaza dengan pola serangan beruntun. Jet tempur dilaporkan menjatuhkan bom hampir setiap 10-15 menit, menargetkan bangunan tempat tinggal hingga sekolah-sekolah yang digunakan sebagai tempat penampungan oleh PBB.

Akibatnya, jumlah korban jiwa di seluruh Jalur Gaza pada hari yang sama mencapai 62 orang. Sementara itu, ribuan warga yang kehilangan rumah kini hidup dalam kondisi sangat sulit di bawah kepungan dan pemboman tanpa henti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Warga Kota Gaza kini hidup dalam kondisi yang sangat sulit di bawah pengepungan dan pemboman terus-menerus," kata Mahmoud Basal, juru bicara Pertahanan Sipil Palestina yang dikutip dalam Al Jazeera (13/9/2025)

Banyak warga yang mencoba melarikan diri ke selatan, terutama ke kamp al-Mawasi. Namun kondisi di sana tak kalah buruk. Kamp yang sebelumnya sudah penuh sesak kini berada di titik kritis: sumber daya terbatas, tenda sulit didapat, dan wilayah yang disebut "zona aman" justru menjadi sasaran serangan.

ADVERTISEMENT

Dr. Muhammad Abu Salmiya, Direktur Rumah Sakit al-Shifa, menjelaskan bahwa sebagian besar warga hanya berpindah dari timur ke barat Kota Gaza. "Hanya sedikit yang benar-benar berhasil mencapai selatan. Bahkan mereka yang sampai di al-Mawasi atau Deir el-Balah akhirnya kembali karena tempatnya terlalu padat dan minim layanan dasar," ujarnya.

Kesaksian serupa datang dari Faraj Ashour, seorang pengungsi yang kehilangan kakinya akibat serangan Israel. "Saya pergi ke al-Mawasi, tetapi biayanya sangat tinggi. Kami tinggal dua hari saja, lalu tenda di sebelah kami dibom. Itu pun di zona yang mereka sebut aman. Lebih baik saya kembali ke Kota Gaza daripada mati sia-sia di sana," katanya.

Fenomena ini disebut sebagai "pengungsian terbalik", di mana warga yang semula melarikan diri justru kembali lagi ke Kota Gaza karena kondisi di tempat tujuan tidak manusiawi.

Militer Israel mengklaim lebih dari 250.000 warga telah meninggalkan Kota Gaza. Mereka bahkan mendirikan tiga lokasi distribusi bantuan di al-Mawasi melalui organisasi GHF. Namun, data PBB menyebut lebih dari 850 orang ditembak di sekitar lokasi distribusi, memicu kecaman keras dari kelompok HAM dan sejumlah pemerintah.

Seorang jurnalis Al Jazeera, Hani Mahmoud, melaporkan bahwa pola serangan Israel tampak jelas: memberi tekanan ekstrem di kawasan padat penduduk. Pengungsi kini semakin terkonsentrasi di sisi barat Kota Gaza yang juga terus dibombardir.

Puluhan Warga Tewas di Sekolah PBB

Salah satu serangan paling mematikan terjadi di kamp pengungsi Shati, di mana tiga sekolah PBB yang menampung pengungsi dihantam bom. Para penyintas mengaku hanya diberi sedikit waktu untuk meninggalkan gedung.

"Kami mengeluarkan barang-barang kami, lalu beberapa menit kemudian mereka mulai mengebom sekolah," kata Fidaa al-Za'aneen, seorang warga yang kehilangan tempat tinggal. "Sekarang saya duduk di tenda tanpa apa-apa untuk anak-anak saya-tidak ada bantal, tidak ada selimut."

Gaza Kian Hancur

Dalam beberapa minggu terakhir, Israel telah meratakan menara-menara tinggi di Kota Gaza satu per satu dengan alasan digunakan oleh Hamas, meski tanpa bukti jelas. UNRWA memperkirakan 86 persen wilayah Gaza kini berada di bawah status militerisasi atau ancaman pengungsian.

Dengan serangan yang kian intens, situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk. Warga terjebak dalam dilema: tetap tinggal di kota yang digempur tanpa henti, atau pergi ke wilayah selatan yang sama sekali tidak menawarkan rasa aman.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads