Bolehkah Koruptor Dihukum Mati dalam Islam?

Bolehkah Koruptor Dihukum Mati dalam Islam?

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Selasa, 26 Agu 2025 07:15 WIB
Ilustrasi Hukum
Ilustrasi Hukum (Foto: Getty Images/iStockphoto/Tolimir)
Jakarta -

Wacana terkait hukuman mati bagi koruptor kerap muncul dalam diskursus hukum dan politik Indonesia. Hukuman tersebut diyakini membuat para koruptor jera.

Menukil dari buku Fiqh Kontemporer yang ditulis Dr H Sudirman S Ag M Ag, maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia beserta penanganan yang dinilai kurang maksimal memunculkan wacana hukuman mati bagi koruptor. Sebetulnya hukuman tersebut tak lagi wacana karena disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Berikut bunyinya.

"(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," demikian bunyi UU Nomor 31 Tahun 1999 pada Bab II terkait Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 Ayat 2.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian pada UU Nomor 20 Tahun 2001, penjelasan terhadap UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 Ayat 2 bahwa kriteria penjatuhan hukuman mati bagi koruptor yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter dan penanggulangan tindak pidana korupsi. Berikut bunyi perubahannya,

"Pasal 2 Ayat 2

ADVERTISEMENT

Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."

Meski demikian, dalam praktiknya hukuman mati bagi pelaku korupsi tidak pernah diterapkan. Hukuman paling berat bagi koruptor saat ini yaitu penjara hingga 20 tahun.

Dalam Islam, terdapat beberapa kejahatan yang dikecam dengan hukuman mati. Kejahatan itu mencakup murtad, memberontak, mencuri dengan batasan curian tertentu menurut ulama, merampok, berzina bagi pelaku yang muhsan, dan membunuh.

Dari segi perbuatan, yang dilakukan oleh koruptor adalah khianat terhadap jabatannya, bangsa, dan negara. Khianat adalah tindakan yang sangat dibenci oleh Allah SWT sehingga pada tahap tertentu pelaku khianat bisa dijatuhi hukuman mati.

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 12,

ŲˆŲŽØĨؐ؆ Ų†Ų‘ŲŽŲƒŲŽØĢŲŲˆŲ“Ø§ÛŸ ØŖŲŽŲŠŲ’Ų…ŲŽŲ°Ų†ŲŽŲ‡ŲŲ… ؅ؑؐ؆Ûĸ Ø¨ŲŽØšŲ’Ø¯Ų ØšŲŽŲ‡Ų’Ø¯ŲŲ‡ŲŲ…Ų’ ŲˆŲŽØˇŲŽØšŲŽŲ†ŲŲˆØ§ÛŸ ؁ؐ؉ Ø¯ŲŲŠŲ†ŲŲƒŲŲ…Ų’ ŲŲŽŲ‚ŲŽŲ°ØĒŲŲ„ŲŲˆŲ“Ø§ÛŸ ØŖŲŽØĻŲŲ…Ų‘ŲŽØŠŲŽ ŲąŲ„Ų’ŲƒŲŲŲ’ØąŲ ۙ ØĨŲŲ†Ų‘ŲŽŲ‡ŲŲ…Ų’ Ų„ŲŽØ§Ų“ ØŖŲŽŲŠŲ’Ų…ŲŽŲ°Ų†ŲŽ Ų„ŲŽŲ‡ŲŲ…Ų’ Ų„ŲŽØšŲŽŲ„Ų‘ŲŽŲ‡ŲŲ…Ų’ ŲŠŲŽŲ†ØĒŲŽŲ‡ŲŲˆŲ†ŲŽ

Artinya: "Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti."

Ayat di atas menjelaskan bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh kaum kafir terhadap janji-janji yang diikrarkan, menghina dan mengolok-olok terdapat kewajiban membunuh mereka agar berhenti dan kembali dari kekufuran, keingkaran serta kesesatan. Pendapat paling benar, ayat di atas sifatnya umum meski turunnya berkenaan dengan orang-orang musyrik Quraisy sebagaimana diterangkan dalam Tafsir Al-Qur'an Al Azhim oleh Ibnu Katsir.

Kata innahum la aimana lahum (sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya), mengisyaratkan bahwa janji yang digaungkan, sumpah jabatan yang dikumandangkan tidak dilakukan dengan semestinya. Karenanya, dikatakan solusi terbaik untuk membasmi pengkhianat atau perampas uang rakyat adalah sanksi hukum mati seperti ditafsirkan dalam Ushul at-Tafsir wa Qawaiduhu karya Syaikh Khalid Abdurrahman al-'Ak, dikutip oleh M Ulinnuha Khusnan dalam jurnalnya yang bertajuk Hukuman Mati Bagi Koruptor dalam Perspektif Al-Qur'an yang diterbitkan al-Mizan, Vol. 2, No. 1, bulan Juni 2012.

Hukuman mati bagi koruptor dimaksudkan agar mereka jera sehingga orang lain tidak melakukan hal buruk yang sama. Masih dari sumber yang sama, itulah makna yang tersirat dari kata la 'allahum yantahun (agar supaya mereka berhenti). Menurut kaidah bahasa, kata la 'alla menunjukkan makna harapan optimistis, sementara kata yantahun menyiratkan makna keberlangsungan hingga masa mendatang.

Selain itu, ada juga ayat lainnya dalam Al-Qur'an yang membicarakan tentang larangan korupsi dan kemungkinan diberlakukannya hukuman mati bagi koruptor. Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 29,

ŲŠŲŽŲ°Ų“ØŖŲŽŲŠŲ‘ŲŲ‡ŲŽØ§ ŲąŲ„Ų‘ŲŽØ°ŲŲŠŲ†ŲŽ ØĄŲŽØ§Ų…ŲŽŲ†ŲŲˆØ§ÛŸ Ų„ŲŽØ§ ØĒŲŽØŖŲ’ŲƒŲŲ„ŲŲˆŲ“Ø§ÛŸ ØŖŲŽŲ…Ų’ŲˆŲŽŲ°Ų„ŲŽŲƒŲŲ… Ø¨ŲŽŲŠŲ’Ų†ŲŽŲƒŲŲ… Ø¨ŲŲąŲ„Ų’Ø¨ŲŽŲ°ØˇŲŲ„Ų ØĨŲŲ„Ų‘ŲŽØ§Ų“ ØŖŲŽŲ† ØĒŲŽŲƒŲŲˆŲ†ŲŽ ØĒؐØŦŲŽŲ°ØąŲŽØŠŲ‹ ØšŲŽŲ† ØĒŲŽØąŲŽØ§ØļŲ Ų…Ų‘ŲŲ†ŲƒŲŲ…Ų’ ۚ ŲˆŲŽŲ„ŲŽØ§ ØĒŲŽŲ‚Ų’ØĒŲŲ„ŲŲˆŲ“Ø§ÛŸ ØŖŲŽŲ†ŲŲØŗŲŽŲƒŲŲ…Ų’ ۚ ØĨŲŲ†Ų‘ŲŽ ŲąŲ„Ų„Ų‘ŲŽŲ‡ŲŽ ŲƒŲŽØ§Ų†ŲŽ Ø¨ŲŲƒŲŲ…Ų’ ØąŲŽØ­ŲŲŠŲ…Ų‹Ø§

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."

Mengacu tafsir sebelumnya, ayat di atas melarang memakan harta secara batil atau yang bukan haknya. Kata tijaratan an taradin (perniagaan atas dasar sukarela) menunjukkan bahwa segala aktivitas yang dilakukan harus didasari kesukarelaan. Tidak diperbolehkan adanya kezaliman, manipulasi dan kecurangan dalam proses memperolehnya.

Adapun terkait memperoleh harta secara batil, menurut Tafsir Al-Qur'an Kementerian Agama RI, contohnya mencuri, riba, korupsi, menipu, berbuat curang, mengurangi timbangan, suap, dan sebagainya.

Sementara itu, redaksi wa la taqtulu anfusakum (dan janganlah kamu membunuh dirimu) mengisyaratkan akibat buruk yang akan diterima koruptor. Selain itu, kata tersebut mengisyaratkan diperbolehkannya sanksi mati bagi koruptor karena ketika melakukan aksinya secara tidak langsung, koruptor sedang membunuh dirinya sendiri, bukan orang lain. Karenanya, larangan korupsi diungkapkan dalam redaksi tersebut.

Turut dijelaskan dalam buku Pidana Mati Korupsi Perspektif Hukum Positif dan Islam susunan Tinuk Dwi Cahyani bahwa fatwa ulama Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan koruptor yang menyengsarakan kehidupan masyarakat banyak dapat diancam dengan hukuman mati.

"Menerapkan hukuman mati bagi koruptor adalah mubah (boleh), apabila telah melakukan korupsi berulang kali dan tidak jera dengan berbagai hukuman, atau melakukannya dalam jumlah besar yang dapat membahayakan rakyat banyak," bunyi putusan dalam Munas dan Konbes NU 2012 terkait hukuman mati bagi koruptor, seperti dikutip dari NU Online.

Sementara itu, M Quraish Shihab melalui bukunya yang berjudul Wawasan Al-Qur'an menyebut bahwa ayat-ayat tentang pengkhianatan harta publik harus dipahami dalam semangat keadilan. Ia menilai hukuman mati hanya dapat dipertimbangkan apabila korupsi yang dilakukan secara sistematis, terstruktur dan mengakibatkan kerugian besar bagi rakyat.

Adapun, Hasbi Ash-Shiddieqy dalam buku Pengantar Hukum Islam menyebut bahwa hukuman bagi koruptor termasuk wilayah ta'zir sehingga negara memiliki otoritas untuk menentukan jenis hukumannya sesuai kemaslahatan. Apabila kemaslahatan publik menuntut hukuman mati, hal itu sah secara hukum Islam.

Wallahu a'lam.




(aeb/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads