Idul Adha adalah hari raya besar bagi umat Islam. Oleh karenanya, penting bagi muslim untuk memahami sejarah Idul Adha itu sendiri.
Hari raya Idul Adha jatuh setiap 10 Zulhijah. Biasanya, momen ini identik dengan penyembelihan hewan kurban dan kerap disebut sebagai puncak ibadah haji.
Perintah berkurban sendiri disebutkan dalam surah Al Hajj ayat 34,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ فَلَهُۥٓ أَسْلِمُوا۟ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُخْبِتِينَ
Artinya: "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)."
Daging yang dikurbankan pada Idul Adha akan dibagikan kepada sesama muslim. Lalu, bagaimana sebenarnya sejarah di balik perayaan Idul Adha?
Sejarah Idul Adha Bermula dari Kisah Nabi Ibrahim AS
Sejarah mengenai hari raya Idul Adha bermula dari kisah Nabi Ibrahim AS dengan putranya yang tak lain adalah Nabi Ismail AS. Cerita mengenai keduanya termaktub dalam ayat suci Al-Qur'an.
Menukil dari buku Fiqh Kontemporer susunan Sudirman, Ibrahim AS merupakan nabi yang diberi ujian berat oleh Allah SWT. Bahkan, beliau diminta menyembelih putranya sendiri yang sudah lama ditunggu-tunggu kelahirannya.
Perintah itu Nabi Ibrahim AS peroleh melalui mimpinya. Sebab, mimpi dari para nabi merupakan wahyu yang Allah SWT berikan.
Allah SWT berfirman dalam surah As Saffat ayat 102,
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar."
Nabi Ismail AS yang beranjak remaja itu menerima dengan lapang dada wahyu yang diberikan Allah SWT melalui ayahnya. Setelah keduanya pasrah terhadap Sang Khalik, tubuh Nabi Ismail AS digantikan dengan seekor kambing.
Ibnu Katsir dalam karyanya Qashash Al Anbiyaa terjemahan Dudi Rosyadi menjelaskan bahwa kambing tersebut bertubuh besar, warna matanya hitam dan tanduknya juga besar.
Sementara itu, Ibnu Abbas RA berpendapat kambing itu tebusan dari surga lalu diturunkan kepada Ibrahim AS dari Gunung Tsabir. Hewan tersebut juga merupakan kambing yang pernah dikurbankan Habil, putra dari Nabi Adam AS dan diterima oleh Allah SWT.
Syarat Sah Hewan Kurban Idul Adha
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hari raya Idul Adha identik dengan penyembelihan kurban. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya memahami syarat sah hewan yang akan dikurbankan agar ibadahnya diterima Allah SWT.
Berikut beberapa syarat sah hewan kurban Idul Adha seperti dinukil dari buku Seri Fiqih Kehidupan oleh Ahmad Sarwat.
1. Hewan Ternak
Syarat sah pertama bagi hewan kurban adalah termasuk kelompok hewan ternak. Ini bisa berupa unta, sapi atau kerbau, kambing atau domba.
Allah SWT berfirman dalam surah Al Hajj ayat 34,
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
Artinya: Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).
2. Cukup Umur
Syarat sah lainnya adalah hewan yang akan dikurbankan harus cukup umur. Syarat ini ditandai dengan gigi depannya yang sudah tanggal.
Hewan kurban bisa berupa jantan atau betina, tetapi lebih diutamakan jantan. Sebab, daging hewan kurban jantan lebih banyak dan segar.
3. Tidak Cacat atau Sakit
Hewan yang hendak dikurbankan tidak boleh cacat seperti buta atau rusak parah pada mata. Hewan juga tidak boleh pincang, kakinya patah, sangat kurus sampai terlihat tulangnya, ada bagian tubuh yang hilang entah itu telinga yang robek, ekor yang putus dan sebagainya.
Selain tidak boleh cacat, hewan kurban juga tidak boleh sakit. Terlebih jika hewan tersebut sakit berat sampai tidak bisa bergerak maka tidak layak dikurbankan.a
(aeb/inf)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana