Mahar sama artinya dengan maskawin. Pemberian mahar oleh mempelai pria kepada calon istrinya merupakan kewajiban yang harus ditunaikan.
Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 4,
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ ... - 4
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan."
Menukil dari kitab Al Fiqh 'Ala Al Madzahib Al Arba'ah oleh Syaikh Abdurrahman Al Juzairi terjemahan Faisal Saleh, mahar berasal dari kata al-mahr. Sebutan lain dari mahar adalah shadaaq yang artinya penyerahan harta yang mencerminkan keinginan untuk melaksanakan akad nikah.
Berkaitan dengan itu, ada sejumlah mahar yang dilarang dalam Islam. Mengapa demikian?
Mahar yang Dilarang dalam Islam
1. Mahar yang Haram
Menurut buku Fiqh Munakahat tulisan Abdul Rahman Ghazaly, apabila mahar pernikahan yang diberikan berupa barang haram seperti minuman keras atau khamar, babi, darah, dan semacamnya maka tidak sah hukumnya.
Imam Syafi'i menerangkan bahwa jika mahar tersebut barang haram padahal istrinya belum menerima maka ia berhak mendapat mahar yang tidak haram. Sebab, salah satu syarat mahar yang diberikan kepada mempelai wanita adalah suci.
2. Mahar yang Tidak Berharga
Memiliki harga dan terdapat manfaat termasuk syarat dari mahar pernikahan. Dalam kaitannya, mahar yang tidak berharga dilarang dalam Islam.
Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim dalam Fiqh as Sunnah li an-Nisa' yang diterjemahkan Firdaus menjelaskan bahwa mahar bisa berupa apa saja yang memiliki nilai maknawi selama istri ridha akan hal tersebut.
Dalam sebuah hadits shahih dari Abu Dawud dan An Nasa'i, Nabi Muhammad SAW pernah menikahkan seorang lelaki dengan hafalan Al-Qur'an yang dimilikinya sebagai mahar. Selain itu, sahabatnya Abu Thalhah RA dan Ummu Sulaim RA menikah dengan mahar berupa keislaman Abu Thalhah.
3. Mahar yang Memberatkan
Ketentuan jumlah mahar tidak dijelaskan secara pasti dalam Islam. Tetapi, mahar hendaknya tidak membebani calon suami, apalagi memberatkan.
Mahar yang memberatkan dilarang dalam Islam. Jika suami dibebani dengan mahar seperti itu sampai tak sanggup menanggung, maka hal ini menjadi tercela.
Pernikahan yang maharnya tidak membebani mampu membawa keberkahan rumah tangga bagi pasangan. Dari Aisyah RA berkata, "Sesungguhnya pernikahan yang paling besar berkahnya adalah pernikahan yang paling ringan maharnya." (HR Ahmad dan Baihaqi)
4. Mahar yang Berlebihan
Islam melarang mahar yang memberatkan, begitu pula dengan mahar yang berlebihan. Dijelaskan dalam Fiqh As-Sunnah oleh Sayyid Sabiq terjemahan Khairul Amru Harahap, syariat menganjurkan untuk tidak berlebihan dalam memberi mahar.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah." (HR Hakim)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berpandangan bahwa berlebihan dalam menentukan mahar adalah makruh. Hal tersebut menunjukkan sedikitnya keberkahan mahar dan menyiratkan kesulitan dalam pernikahan tersebut.
5. Mahar yang Cacat
Menukil dari kitab Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid oleh Ibnu Rusyd terjemahan Fuad Syaifudin Nur, jumhur ulama berpendapat bahwa calon suami yang memberi mahar cacat pernikahannya tetap sah. Tetapi, para ulama berbeda pendapat terkait apakah istri dapat meminta kembali harga mahar, menukar dengan yang sebanding atau dengan mahar mitsil.
Terkadang istri dapat meminta kembali dengan harganya dan terkadang dengan mahar mitsli yang artinya disesuaikan dengan yang dibayarkan pada sebayanya perempuan tersebut. Hal ini merujuk pada pendapat Imam Syafi'i.
(aeb/lus)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!