Ancaman bagi yang melakukan zina baik laki-laki maupun perempuan diatur dalam surah An- Nur ayat 2. Perbuatan zina juga merupakan dosa besar yang berada pada posisi ketiga sesudah musyrik dan membunuh.
Bacaan Surah An-Nur ayat 2: Arab, Latin, dan Terjemahan
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟ كُلَّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Arab Latin: Az-zāniyatu waz-zānī fajlidụ kulla wāḥidim min-humā mi`ata jaldatiw wa lā ta`khużkum bihimā ra`fatun fī dīnillāhi ing kuntum tu`minụna billāhi wal-yaumil-ākhir, walyasy-had 'ażābahumā ṭā`ifatum minal-mu`minīn
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."
Tafsir Surah An-Nur ayat 2
Dalam Tafsir Tahlili Kemenag RI, pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa orang-orang Islam yang berzina baik perempuan maupun laki-laki yang sudah akil balig, merdeka, dan tidak muḥsan (belum menikah) akan mendapatkan hukuman dengan dicambuk seratus kali. Pencambukan ini harus dilakukan tanpa belas kasihan yaitu tanpa henti dengan syarat tidak mengakibatkan luka atau patah tulang.
Adapun pezina muhsan (pernah menikah) baik perempuan maupun laki-laki hukumannya ialah dilempar dengan batu sampai mati, yang menurut istilah dalam Islam dinamakan "rajam".
Hukuman cambuk dan rajam itu hendaklah dilaksanakan oleh pihak yang berwajib dan dilakukan di tempat umum dan terhormat, seperti di masjid, sehingga dapat disaksikan oleh orang banyak, supaya orang-orang yang menyaksikan pelaksanaan hukuman itu mendapat pelajaran, sehingga mereka benar-benar dapat menahan dirinya dari perbuatan zina.
Hukuman ini dilaksanakan bila tindakan perzinaan itu benar-benar terjadi. Kepastian terjadi atau tidaknya perbuatan zina ditentukan oleh salah satu dari tiga hal, yaitu bukti (bayyinah), hamil, dan pengakuan yang bersangkutan, sebagaimana sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Huzaifah:
"Hukum rajam dalam Kitabullah jelas atas siapa yang berzina bila dia muhsan, baik laki-laki maupun perempuan, bila terdapat bukti, hamil atau pengakuan." (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)
Yang dimaksud dengan "bukti" dalam hadits tersebut adalah kesaksian para saksi yang jumlahnya paling kurang empat orang laki-laki yang menyaksikan dengan jelas terjadinya perzinaan. Bila tidak ada atau tidak cukup saksi, diperlukan pengakuan yang bersangkutan, bila yang bersangkutan tidak mengaku, maka hukuman tidak bisa dijatuhkan.
Adapun di akhirat nanti, pezina itu akan kekal di neraka jika tidak bertobat, sebagaimana sabda Nabi SAW:
"Jauhilah zina karena di dalam zina ada empat perkara. Menghilangkan kewibawaan wajah, memutus rezeki, membikin murka Allah, dan menyebabkan kekal di neraka." (Riwayat at-Tabrānī dalam Mu'jam al-Ausat, dari Ibnu 'Abbas)
Bila yang bersangkutan tobat dan bersedia menjalankan hukuman di dunia, maka ia terlepas dari hukuman akhirat, Rasulullah SAW mengatakan bahwa hukuman di akhirat lebih dahsyat dari hukuman di dunia, yaitu rajam, jauh lebih ringan.
Perbuatan zina telah disepakati sebagai dosa besar yang berada pada posisi ketiga sesudah musyrik dan membunuh.
Berkata Abdullah bin Mas'ud, "Wahai Rasulullah! Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?" Rasulullah SAW menjawab, "Engkau jadikan bagi Allah sekutu padahal Dialah yang menciptakanmu," Berkata Ibnu Mas'ud, "Kemudian dosa apalagi?", jawab Rasulullah SAW, "Engkau membunuh anakmu karena takut akan makan bersamamu." Berkata Ibnu Mas'ūd, "Kemudian dosa apalagi?" Rasulullah SAW menjawab, "Engkau berzina dengan istri tetanggamu."
Adapun Dikutip dari buku Khotbah Jumat Aktual karya Effendi Zarkasi, perilaku maksiat yang banyak terjadi disebabkan karena hal-hal berikut.
Pertama, manusia hanya ingin mengejar kenikmatan sesaat yang fana karena hati dan jiwanya masih gelap. Akhirnya, yang dilihat dan dilakukan hanyalah nikmat sesaat yang hanya bisa dirasakan oleh nafsunya saja, yaitu berbuat melalui jalan pintas, seperti berzina, merampok, korupsi, mengonsumsi miras, dan berjudi.
Kedua, Adanya peluang dan pengaruh lingkungan. Rasulullah SAW bersabda:
"(Ada) dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu oleh-Nya, yakni nikmat sehat dan waktu luang." (HR Bukhari)
Ketiga, hukuman atau sanksi yang diberikan bagi pelanggarnya terlalu ringan. Ini menyebabkan pelaku kemaksiatan menganggap remeh hukuman yang berlaku tersebut.
Keempat, tidak menyadari akibat buruk dari perbuatannya, seperti timbulnya berbagai penyakit yang merupakan akibat perzinaan dan penyelewengan seksual. Di samping itu, Allah SWT pun mengancamnya dengan suatu kesengsaraan abadi di akhirat kelak.
Sebab yang terakhir adalah kendali iman yang sangat lemah.
Sesungguhnya iman dan takwa yang mendalam merupakan tali yang amat kokoh yang dapat mengendalikan diri seseorang dari kemaksiatan.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Gaza Zona Tempur Bahaya, 76 Warga Palestina Tewas Dibom Israel