Kepiting hidup di dua alam dan sering diolah sebagai makanan oleh manusia. Ada kepiting rebus, kepiting goreng hingga kepiting asam manis.
Karena hidup di dua alam ini menjadi hal yang membingungkan Muslim. Boleh atau tidak dikonsumsi oleh umat Islam?
Benarkah Kepiting Hidup di Dua Alam?
Menurut Ahmad Sarwat dalam buku Halal atau Haram? Kejelasan Menuju Keberkahan, Pendapat mengenai kepiting bukan hewan dua alam dikemukakan oleh banyak pakar di bidang perkepitingan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umumnya mereka memastikan bahwa kepiting bukan hewan amfibi seperti katak. Katak bisa hidup di darat dan air karena bernapas dengan paru- paru dan kulit, tetapi tidak demikian halnya dengan kepiting.
Kepiting hanya bernapas dengan insang. Kepiting memang bisa bertahan di darat selama 4-5 hari. Hal ini karena insangnya menyimpan air, tetapi kalau tidak ada airnya sama sekali, dia akan mati. Jadi, kepiting tidak bisa lepas dari air.
Dalam buku tersebut, penjelasan mengenai kepiting bukan hewan amfibi disampaikan oleh ahli dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Sulistiono.
Ada 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi masyarakat dan menjadi komoditas, yaitu Scylla serrata, Scylla tranquebarrica, Scylla olivacea, dan Scylla pararnarnosain. Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum lebih sering disebut "kepiting".
"Kesimpulannya, kepiting adalah binatang air dengan alasan kepiting bernapas dengan insang, berhabitat di air, dan tidak pernah mengeluarkan telur di darat melainkan selalu di air karena memerlukan oksigen dari air," tulis Ahmad Sarwat.
Keempat jenis kepiting yang disebutkan di atas ada yang hidup di air tawar atau hidup di air laut saja, ada pula yang hidup di air laut dan air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam, laut dan darat.
Kepiting Halal atau Haram?
Dalam Rapat Komisi Fatwa MUI menegaskan kepiting adalah binatang air, baik air laut maupun air tawar, dan bukan binatang yang hidup atau berhabitat di dua alam.
Menurut laman MUI, Para ulama, berselisih dalam menyikapi hewan yang hidup di dua habitat ini.
Imam Abu Zakaria bin Syaraf al- Nawawi dalam Minhaj al-Thalibin, yang juga dikutip dalam fatwa MUI menyebutkan:
وَمَا يَعِيشُ فِي بَر وَبَحْرٍ: كَضِفْدَعِ وسَرَطَانٍ وَحَيَّة حَرَامٌ.
"Hewan yang hidup di darat sekaligus di laut/air seperti kodok, kepiting, dan ular hukumnya haram (dikonsumsi)."
Sedang Ibnu Qudamah berpendapat:
كُلُّ مَا يَعِيْشُ فِي الْبَرِّ مِنْ دَوَابِّ الْبَحْرِ لَا يَحِلُّ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ كَطَيْرِ الْمَاءِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَكَلْبِ الْمَاءِ إِلَّا مَا لَا دَمَ فِيْهِ كَالسَّرَطَانِ فَإِنَّهُ يُبَاحُ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ
"Setiap hewan yang hidup di daratan berupa binatang melata laut itu tidak halal, tanpa disembelih (terlebih dahulu), seperti burung laut, penyu, dan anjing laut. Kecuali binatang yang tidak memiliki darah, seperti kepiting, maka boleh dimakan tanpa disembelih." (Lihat selengkapnya Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 9, hlm. 337)
Fatwa MUI menjelaskan bahwa kepiting hanya hidup di air, baik di laut maupun di air tawar. Ditambah juga dengan ciri fisik bahwa kepiting bernafas dengan insang dan berhabitat air serta bertelur di air karena memerlukan oksigen di dalam air.
Karena alasan-alasan tersebut, hukum mengonsumsi kepiting berdasarkan fatwa MUI di atas, hukumnya halal, boleh-boleh saja selama tidak membahayakan bagi kesehatan tubuh.
(lus/erd)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi