Pertanyaan mengenai status hukum apakah bekicot halal sering menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, terutama seiring dengan semakin maraknya kuliner yang menggunakan bekicot sebagai bahan pangan. Namun, apakah bekicot halal untuk dikonsumsi?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, bekicot adalah jenis siput darat yang memakan daun dan batang muda. Hewan dengan nama ilmiah Achatina variegata ini sering diolah menjadi berbagai jenis hidangan, seperti sate, rica-rica, dan goreng krispi.
Namun, sebelum mencoba hidangan dari hewan ini, umat Islam perlu memahami terlebih dahulu hukum mengonsumsinya. Jangan sampai kurangnya informasi menyebabkan seseorang secara tidak sengaja mengonsumsi makanan yang sebenarnya haram. Di artikel ini kita akan membahas hukum mengonsumsi bekicot menurut pandangan ulama dan fatwa MUI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Halal dan Haram dalam Perspektif Islam
Berdasarkan Ayat Al-Qur'an pada surah Al-A'raf ayat 157 Allah SWT berfirman:
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
Artinya: ".....dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk..."
Dari ayat tersebut Allah menegaskan dengan cara menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk (khabits).
Hadits juga menyebutkan bahwa yang halal dan haram sudah jelas, tetapi ada hal-hal yang bersifat syubhat (samar). Rasulullah SAW memerintahkan untuk menghindari hal-hal yang syubhat agar terhindar dari bahaya.
"Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya..." (HR. Muslim dari Nu'man bin Basyir).
Pendapat Ulama tentang Bekicot
Beberapa pandangan ulama yang berpendapat tentang hukum konsumsi bekicot menyatakan bahwa:
1. Menurut Imam An-Nawawi dalam kitab "Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzab", memakan hewan kecil seperti bekicot adalah haram. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
"Tidak halal memakan binatang kecil di bumi seperti ular, kalajengking, tikus, kumbang, binatang lembut, kecoa, laba-laba, tokek, cacing, orong-orong, karena firman Nya SWT: dan diharamkan kepada kalian al-khobaits"
"Pendapat ulama mazhab tentang binatang kecil bumi seperti ular, kalajengking, kecoa, tikus dan sejenisnya, mazhab Syafi'i mengharamkannya, demikian pula Imam Abu Hanifah dan imam Ahmad, sedangkan imam Malik berpendapat halal"
2. Pendapat Imam Ibn Hazm dalam Kitab al-Muhalla menyatakan bahwa tidak halal hukummnya mengonsumsi bekicot karena termasuk hasyarat. Bekicot termasuk dalam kategori hasyarat (hewan melata kecil) yang umumnya dianggap sebagai hewan menjijikkan atau tidak layak untuk dikonsumsi, sesuai dengan pandangan para ulama.
"Tidak halal hukumnya memakan bekicot darat, dan tidak halal juga memakan segala jenis hasyarat seperti tokek, kumbang, semut, tawon, lalat, lebah, ulat, --baik yang bisa terbang maupun yang tidak--, kutu, nyamuk, dan serangga dengan segala jenisnya, didasarkan pada firman Allah "Diharamkan atas kamu bangkai"... dan firman-Nya "...kecuali apa yang kalian sembelih". Penyembelihan itu dalam kondisi normal tidak mungkin kecuali di bagian tenggorokan atau dada. Jika binatang yang tidak mungkin untuk disembelih maka tidak ada jalan untuk (boleh) dimakan, maka hukumnya haram karena larangan memakannya, kecuali jenis binatang yang tidak perlu disembelih"
3. Imam Malik dalam kitab "Al-Mudawwanah" menyatakan bahwa bekicot dapat dimakan dengan syarat diambil dalam keadaan hidup dan direbus atau dipanggang. Namun, jika ditemukan dalam keadaan mati, maka tidak boleh dimakan.
"Imam Malik ditanya tentang hewan yang ada di Maghrib yang dinamakan "halzun", yang hidup di darat, menempel di pohon; apakah ia boleh dimakan? Beliau menjawab: saya berpendapat itu seperti belalang. Jika diambil darinya dalam keadaan hidup lalu dididihkan atau dipanggang, maka saya berpendapat tidak apa-apa untuk dimakan. Namun jika diperoleh dalam keadaan mati maka tidak dimakan"
4. Fatwa al-Majelis al-Islami lil-Ifta di Palestina, yang dikeluarkan pada 7 Rajab 1430 H atau 29 Juni 2009, menyatakan bahwa mengonsumsi bekicot darat (al-halzun al-barri), menurut pandangan mayoritas ulama, adalah haram.
Kesimpulan Fatwa MUI tentang Bekicot
Setelah mempertimbangkan dengan dinamika yang terjadi di masyarakat Indonesia, sebelum MUI memutuskan suatu fatwa yakni harus memperhatikan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah SAW dan Ijma' Ulama. Akhirnya MUI menyepakatai dan mengeluarkan fatwa Nomor : 25 Tahun 2012 tentang : Hukum Mengonsumsi Bekicot dengan ringkasannya seperti berikut:
Berdasarkan fatwa MUI, bekicot termasuk dalam kategori hewan hasyarat, yaitu binatang yang hidup di darat dan sering kali dianggap sebagai hama. Hukum memakan hasyarat secara umum menurut jumhur ulama (seperti Hanafiyyah, Syafi'iyyah, Hanabilah, dan Zhahiriyyah) adalah haram. Namun, ada perbedaan pandangan dengan Imam Malik, yang menyatakan bahwa hewan tersebut halal dikonsumsi jika memberikan manfaat dan tidak membahayakan kesehatan.
Dalam konteks bekicot, fatwa MUI secara tegas menyatakan bahwa memakan bekicot adalah haram, termasuk juga kegiatan membudidayakannya serta memanfaatkannya untuk keperluan konsumsi. Fatwa ini mengimbau masyarakat agar lebih selektif dalam memilih bahan pangan, memastikan bahwa apa yang dikonsumsi sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Bekicot merupakan hewan yang sering kali dijadikan hidangan di berbagai daerah. Namun, menurut pandangan Islam, terdapat beberapa pandangan ulama mengenai kehalalan atau keharaman mengonsumsinya. Oleh karena itu, umat Islam diimbau untuk lebih selektif dalam memilih bahan makanan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah