Sebuah video proses penyembelihan sapi dengan cara tak biasa di salah satu rumah potong hewan (RPH) beredar di media sosial. Majelis Ulama Indonesia (MUI) beri tanggapan.
Video yang beredar di X tersebut memperlihatkan seorang laki-laki menggunakan captive bolt stunner yang ditembakkan ke kepala sapi. Proses ini diketahui merupakan metode pemingsanan. Adapun dalam narasi video yang beredar menyebut sekali tembak sapi langsung terjatuh.
![]() |
Proses penyembelihan sapi dengan cara pemingsanan tersebut diketahui terjadi di RPH Pegirian, Surabaya. Direktur Utama (Dirut) RPH Pegirian Fajar Arifianto Isnugroho menjelaskan telah menegur orang yang memvideokan dan menyayangkan peredaran video tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menilai penjelasan yang disampaikan Dirut RPH Pegirian belum menjawab inti masalah yang muncul dengan beredarnya video tersebut.
"Peredaran Video ini justru bisa jadi hikmah untuk menelusuri lebih jauh proses penyembelihan yang selama ini terjadi. Tidak justru mempermasalahkan mengapa video beredar. Karenanya perlu ada penjelasan dan atau pemeriksaan secara lebih utuh, agar tidak simpang siur dan menimbulkan keresahan," ujarnya dalam keterangan yang diterima detikHikmah, Rabu (25/9/2024).
Kiai Niam, sapaan akrabnya, memberikan sejumlah catatan melihat proses penyembelihan hewan yang beredar di video tersebut. Ia menyebut, captive bolt stunner (alat pemingsanan dengan model penembakan ke otak sapi), terdiri dari beberapa jenis dan dalam video itu tidak jelas jenis yang digunakan.
"Dalam video, tidak nampak jenis alat pemingsanannya, apakah penetratif atau non-penetratif. Tinggal ditelusuri lebih jauh, apakah dia jenis penetratif atau non-penetratif. Jika penetratif, maka sangat potensial menyebabkan otak cedera permanen dan/atau kematian sapi. Jika sapi tidak disembelih tetap akan mati," jelasnya.
"Sedangkan jika non-penetratif, perlu dilihat seberapa besar tekanan diberikan, sehingga akan memberikan dampak yang beragam pada hewan, ada yang sekedar pingsan dan bisa pulih kembali jika tidak disembelih; ada yang hidup tapi cedera permanen; ada yang mati tanpa disembelih," sambungnya.
Kiai Niam menyebut, aman tidaknya penyembelihan hewan tergantung pada tekanan udara dari peluru dan keahlian operator. Sementara, ketentuan yang dibolehkan, sesuai fatwa MUI tentang Standar Penyembelihan Halal, kata dia, jika penyembelihan didahului dengan stunning (pemingsanan) maka proses stunning hanya menyebabkan pingsan sementara, dan seandainya tidak disembelih dia akan kembali pulih serta hidup kembali.
"Dalam gambar, nampak sapi langsung pingsan serta tidak bergerak. Tetapi belum bisa dinilai apakah dia sekedar pingsan dan hidup kembali normal dalam beberapa waktu (biasanya 2 menitan), cedera permanen, atau mati meski tanpa disembelih," ujarnya.
Guru Besar di Bidang Ilmu Fikih UIN Syarif Hidayatullah itu menilai penjelasan lisan pada video yang beredar menunjukkan petugas tidak memiliki keahlian khusus mengoperasikan alat stunning sehingga berpotensi menyebabkan sapi cedera permanen dan/atau kematian jika tidak disembelih.
"Tapi perlu juga dilihat kepastiannya, apakah hal itu bercanda atau benar begitu adanya," sambungnya.
Mengenai hal itu, Kiai Niam menyebut harus ada informasi utuh dan audit total oleh pemerintah dalam proses penyembelihan hewan menggunakan alat captive bolt stunner untuk menjamin kehalalan daging yang beredar. Pihaknya secara khusus akan melakukan pendalaman praktik penyembelihan, khususnya yang menggunakan stunning dan kesesuaiannya dengan fatwa.
Fatwa MUI di halaman selanjutnya>>>
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI