Sejarah Kunci Ka'bah dan Pemegangnya yang Diwarisi Turun Temurun

Sejarah Kunci Ka'bah dan Pemegangnya yang Diwarisi Turun Temurun

Amelia Ghany Safitri - detikHikmah
Rabu, 18 Sep 2024 11:00 WIB
Kisah Bani Shaybah, keluarga pemegang kunci Kabah selama 15 abad terakhir
Pintu Ka'bah Foto: BBC World
Jakarta -

Ka'bah adalah bangunan suci yang terletak di Makkah. Ka'bah memiliki bentuk kubus dan menjadi pusat ibadah bagi muslim di seluruh dunia.

Kunci Ka'bah adalah simbol penting yang mengatur akses ke tempat suci ini. Kunci ka'bah dipegang secara turun temurun dan tidak bisa dibuka oleh sembarang orang. Tugas ini melibatkan tanggung jawab besar untuk menjaga dan merawat Ka'bah, serta memastikan keamanan dan kesucian tempat tersebut.

Lantas, siapakah pemegang kunci ka'bah saat ini?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemegang Kunci Ka'bah Secara Turun Temurun

Dikutip dari buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jidil 1 karya Moenawar Khalil, Pada abad ke-5 masehi, seorang pria bernama Qushayyi menikah dengan Hubayya, anak Hulail Al-Khuza'y (keturunan khuza'ah) yang memegang kekuasaan di Hijaz dan penjaga rumah suci Ka'bah serta kepala urusan perdagangan di kota Makkah.

Qushayyi sendiri memang seorang turunan hartawan dan bangsawan. Pada masa itu, dia seorang pemuda yang mempunyai sifat cerdik lagi bijaksana. Setelah menikah, Qushayyi mulai mengumpulkan suku-suku yang sebelumnya terpecah dan mempersatukan mereka.

ADVERTISEMENT

Ketika mertuanya, pemegang kunci Ka'bah mendekati ajal, dia mewasiatkan kekuasaan di Hijaz, serta tanggung jawab sebagai pemegang kunci Ka'bah dan kepala keamanan, kepada putrinya yang sangat dicintai, Hubayya. Namun, Hubayya menolak wasiat tersebut dengan alasan bahwa ia merasa tidak cocok untuk tugas berat itu karena fisiknya yang lemah dan kemampuannya yang dianggap kurang.

Kemudian, mertua Qushayyi mengalihkan wasiat kepada salah satu putranya yang paling disayanginya, tetapi anak tersebut juga menolak dengan alasan merasa tidak mampu menangani tanggung jawab besar itu dan merasa kurang cakap.

Kemudian dia mewasiatkan agar jabatan penting yang mencakup kekuasaan di Hijaz dan kunci Ka'bah diserahkan kepada Qushayyi. Meskipun awalnya ada ketidaksetujuan dari keluarga dan kerabatnya, Qushayyi menerima tugas tersebut dengan senang hati. Setelah mertuanya meninggal, Qushayyi mulai memegang kekuasaan tersebut.

Namun, pengangkatan Qushayyi sebagai pemegang kunci Ka'bah memicu ketidakpuasan.

Terjadi perselisihan dan peperangan antara Qushayyi dan kaum Bani Khuza'ah, tetapi akhirnya kedamaian tercapai melalui perundingan. Qushayyi, yang dikenal karena kebijaksanaan dan kecerdasannya, ditunjuk sebagai hakim untuk menyelesaikan konflik tersebut. Keputusan akhirnya adalah mengembalikan kunci Ka'bah kepada keturunan Ismail dan Qushayyi menjadi penguasa di Hijaz.

Qushayyi dikenal sebagai "Mujammi" atau pengumpul karena berhasil menyatukan berbagai kabilah Arab yang terpecah belah. Ia juga membuat perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan dengan membentuk enam majelis yang menangani berbagai urusan, seperti air minum, makanan, keamanan Ka'bah, undang-undang, ketentaraan, dan bendera perang. Ini membuat Makkah dan Hijaz semakin maju, terutama dalam perdagangan.

Untuk menyelesaikan perselisihan, diadakan perundingan damai. Qushayyi dipilih sebagai hakim untuk memutuskan masalah tersebut, dan akhirnya diputuskan bahwa kunci Ka'bah tetap di tangan keturunan Ismail, yaitu Qushayyi. Sejak itu, kekuasaan di Hijaz dan kunci Ka'bah kembali dikuasai oleh suku Quraisy.

Qushayyi kemudian membangun dan mengatur pemerintahan di Makkah dengan cara yang lebih terstruktur. Dia mendirikan enam majelis yang mengurus berbagai aspek pemerintahan dan masyarakat Makkah. Majelis-majelis ini mengelola urusan air minum, makanan, keamanan Ka'bah, undang-undang, ketentaraan, dan bendera pemerintahan. Berkat usaha Qushayyi, Makkah dan sekitarnya berkembang pesat, terutama dalam bidang perdagangan.

Ketika Qushayyi merasa usianya sudah tua, dia mewasiatkan kepada anaknya, Abdu Manaf, untuk meneruskan kekuasaan dan memegang kunci Ka'bah. Abdu Manaf kemudian meneruskan kepemimpinan ini kepada putranya, Hasyim, yang adalah kakek dari Nabi Muhammad SAW.

Ketika Hasyim hampir wafat, dia berwasiat pula kepada seorang anak laki-laki yang bernama Abdul Muthallib supaya kelak sepeninggalnya Abdul Muthallib yang memegang jabatan tinggi pimpinan kekuasaan di Hijaz, dan memegang sidanah. Kebetulan, Hasyim tidaklah mempunyai anak laki-laki yang lain dari Abdul Muthallib. Abdul Muthallib itulah kakek Nabi Muhammad SAW.

Juru Kunci Ka'bah yang Diwarisi Langsung oleh Rasulullah SAW

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam bukunya yang bertajuk Zadul Ma'ad Jilid 4 mengisahkan setelah peristiwa Fathu Makkah. Fathu Makkah adalah peristiwa penting yang terjadi pada tahun 630 M, tepatnya pada tanggal 20 Ramadan 8 H. Dalam peristiwa ini, Nabi Muhammad SAW bersama 10.000 pasukan berhasil merebut Makkah dan menghancurkan semua berhala yang ada di dalam serta sekitar Ka'bah.

Usai peristiwa Fathu Makkah, Utsman bin Thalhah adalah orang yang diwarisi sebagai juru kunci Ka'bah oleh Nabi Muhammad SAW secara langsung.

Pada saat peristiwa Fathu Makkah, Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Utsman, berikanlah kepadaku kunci Ka'bah." Utsman pun memberikannya kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah SAW pun mengambilnya dari Utsman.

Kemudian Rasulullah SAW menyerahkannya Kembali kepada Utsman seraya bersabda, "Ambillah kunci ini selamanya. Tidak ada yang merampasnya dari kalian kecuali orang yang zalim. Wahai Utsman, sesungguhnya Allah SWT telah memberi kalian amanah atas penjagaan rumah-Nya. Maka makanlah dari apa-apa yang diberikan kepada kalian dari rumah Allah SWT ini dengan cara yang makruf."

Kemudian, ketika menjelang Utsman wafat, ia mewariskan kunci Ka'bah pada saudaranya, yaitu Syaibah. Begitulah seterusnya hingga saat ini kunci Ka'bah diwariskan secara turun-temurun pada anak cucu keturunan Bani Syaibah.




(dvs/lus)

Hide Ads