Mahasiswa Indonesia di Mesir memiliki tradisi beragam dalam menghidupkan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Salah satunya mengikuti dauroh Ramadan, semacam tradisi ngaji posonan atau pasaran di kalangan pesantren Indonesia.
Pada Ramadan tahun ini, penulis mengikuti dauroh Ramadan di Alexandria, salah satu kota di Mesir yang terletak di pantai Laut Mediterania. Selain dikenal dengan keindahan pantai dan peradaban kunonya, kota ini juga dipenuhi oleh para ulama dan aulia. Salah satunya Maulana Syekh Ala Mushthafa Naimah, seorang ulama muda Al-Azhar yang menjadi pengampu sekaligus pengasuh dauroh Ramadan di Alexandria.
Kajian Keilmuan
Sebagaimana ngaji posonan di Indonesia, dauroh Ramadan di Alexandria juga mengkaji kitab tertentu untuk dikhatamkan di bulan Ramadan. Kitab yang dikaji oleh Maulana Syekh Ala adalah kitab Hasyiah Tafsir Al-Jalalain karya beliau sendiri yang bernama Al-Hayah Ath-Thayyibah ma'a Al-Qur'an. Kitab ini merupakan hasyiah kontemporer dari Tafsir Al-Jalalain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam menjelaskan tafsir ini, Maulana Syekh Ala menggunakan metode tafsir sufi (isyari) ala Syekh Muhammad Madhi Abu Al-Azaim. Maulana mengambil intisari dari hasyiah Syekh Abu Al-Azaim beserta hasyiah dari murid-murid Syekh Abu Al-Azaim, yaitu Syekh Abdul Basith Al-Qadli, Syekh Ahmad Saad Al-Aqqad dan Syekh Abdussalam Ali Syita.
Maulana juga menambahkan poin-poin penting dari hasyiah Syekh Shawi dan Syekh Jamal. Selain itu, untuk memudahkan murid-muridnya, Maulana menjelaskan kosakata bahasa Arab klasik (turast) yang susah dipahami dengan bahasa yang mudah beserta gambar penjelas.
![]() |
Sebelum mulai mengkaji tafsir, Maulana terlebih dahulu mengkaji kitab Rah At-Thahur fi At-Tahaddust bi Ni'matillah Asy-Syakur, karya Syekh Ahmad Saad Al-Aqqad. Hal ini sebagai langkah awal untuk memahami metodologi Syekh Abu Al-Azaim.
Kitab tersebut membahas tentang bagaimana seyogianya seorang hamba harus menceritakan segala kenikmatan yang telah dianugerahkan kepadanya (tahadduts binni'mah). Karena pada hakikatnya, menceritakan nikmat bukan merupakan bentuk rasa sombong, melainkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pemberi Nikmat.
Dalam menyusun kitab ini, Syekh Al-Aqqad memulai setiap pembahasan dengan mencantumkan ayat Al-Qur'an dan hadist yang sesuai dengan tema. Kemudian, Syekh Al-Aqqad menafsirkannya seraya mengaitkanya dengan realita ataupun problematika yang dibahas. Hal ini merupakan salah satu dari metodologi Syekh Abu Al-Azaim, guru Syekh Al-Aqqad.
Kegiatan yang Padat
Kegiatan dauroh Ramadan ini juga tak kalah padat dengan ngaji posonan di Indonesia. Kajian tafsir biasanya dilaksanakan bada Ashar, hingga menjelang buka puasa. Kemudian, kajian ini dilanjut setelah salat Tarawih berjamaah hingga tengah malam, bahkan sampai menjelang sahur.
Durasi kajian yang sangat panjang tidak mematahkan semangat kita dalam belajar. Sebab, dalam menjelaskan kitab ini, Maulana menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan juga disertai dengan perumpamaan yang mudah di sekitar kita.
Maulana sering kali melontarkan pertanyaan terkait problematika yang sedang dibahas. Hal tersebut untuk memantik kita agar turut berpikir dan mengutarakan pendapat.
Maulana juga senantiasa mengulang-ulang pelajaran sebelum melanjutkan pembahasan baru hingga muridnya benar-benar paham. Kelihaiannya dalam memainkan intonasi serta diselingi dengan candaan mampu mempengaruhi emosional para muridnya. Hal-hal inilah yang membuat kami tidak jenuh apalagi bosan. Meskipun terkadang tidak kuat menahan rasa kantuk.
Tidak berhenti di situ, Maulana selalu berpesan kepada kami untuk mengadakan mudzakarah bersama materi kajian-kajian sebelumnya. Di dalam kegiatan ini, kami mendiskusikan materi yang telah disampaikan Maulana Syekh Ala dengan tujuan untuk melengkapi maklumat serta menyempurnakan pemahaman.
Membersihkan Hati
Selain kajian tafsir, terdapat juga kegiatan lain yang tak kalah penting, yaitu hadroh. Kegiatan hadroh ini diisi dengan membaca zikir dan wirid tarekat Azamiyah. Menurut Maulana, hadroh ini sangat penting bagi penuntut ilmu karena dapat membersihkan hati. Ketika hati sudah bersih, maka kita bisa memperoleh ilmu dengan mudah.
Hadroh sendiri dilaksanakan empat kali dalam seminggu. Tiga kali dilaksanakan bersama Maulana Syekh Ala di Sahah Sirajul Munir, Distrik Mandaroh--semua kegiatan daurah Ramadan terpusat di sini. Kemudian, satu kali dilaksanakan bersama Syekh Abdussalam Ali Syita--ulama besar di Alexandria dan syekh tarekat Azamiyah--di zawiahnya yang terletak di Distrik Mansyiah.
Pujian Baginda Nabi
Setelah hadroh, kami biasanya melantunkan Mawajid, yakni kasidah-kasidah karya Sayyid Muhammad Abu Al-Azaim. Kasidah ini berisi pujian-pujian kepada baginda Nabi Muhammad SAW, sebagai ungkapan rasa rindu dan mahabah kepadanya.
Kami melantunkan Mawajid ini dengan penuh semangat, berseru dengan lantang sambil menghayati makna dari kasidah yang indah. Mawajid juga sering dilantukan untuk mengisi waktu waktu kosong seperti menunggu syekh atau saat istirahat sejenak di tengah-tengah kajian.
Tahsin Al-Qur'an
Tak lengkap rasanya bila di bulan diturunkanya Al-Qur'an ini tidak dihiasi dengan majelis Al-Qur'an. Setelah jamaah salat Subuh, kami membaca wirid pagi lalu dilanjutkan dengan tahsin Al-Qur'an kepada beberapa syekh, terkadang juga terdapat kajian Tajwid. Beberapa dari kami juga ada yang menyimakkan hafalannya.
Ziarah Ulama
Di setiap minggunya, terdapat agenda sowan kepada ulama-ulama di Alexandria. Setiap Jumat, kami diundang oleh Syekh Muhammad Abdul Baits Al-Kattani untuk buka puasa bersama di zawiahnya. Beliau merupakan salah satu ulama pemegang sanad hadits tertinggi saat ini.
![]() |
Sebelum sampai ke zawiah, kami menyempatkan untuk berziarah ke beberapa makam terlebih dahulu. Di antara makam yang kami kunjungi adalah makam Sayyid Ahmad Al-Mutayyam yang merupakan ahlulbait, makam Imam Bushiri pengarang kasidah Burdah, dan makam-makam lainnya.
Walakhir, bulan suci Ramadan adalah bulan yang sangat istimewa. Segala amal baik yang dilaksanakan di bulan ini akan dilipat gandakan ganjarannya. Selain dituntut untuk meningkatkan intensitas ibadah, kita juga harus memaksimalkan bulan mulia ini dengan kegiatan-kegiatan positif, seperti mengikuti kajian keilmuan, ngaji posonan atau kegiatan bermanfaat lainnya.
--
Ahmad Nasi'in Najib
Mahasiswa S1 Jurusan Sastra Arab di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir
PPMI Mesir
Ditlitka PPI Dunia
Artikel ini merupakan kolaborasi detikHikmah dengan PPI Dunia. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal