Iran Desak Negara Islam Embargo Minyak Israel sebagai Sanksi

Iran Desak Negara Islam Embargo Minyak Israel sebagai Sanksi

Rahma Harbani - detikHikmah
Kamis, 19 Okt 2023 15:30 WIB
Protesters attend an anti-Israel protest in front of the French embassy in Tehran, Iran, October 18, 2023. Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS. ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY.
Ilustrasi negara Iran. (Foto: Majid Asgaripour/WANA/REUTERS)
Jakarta - Pejabat tinggi Iran mendesak negara-negara Islam untuk menjatuhi sanksi atas tindakan Israel pada serangan di Rumah Sakit (RS) Al Ahli di Jalur Gaza. Salah satu sanksi yang diserukan Iran adalah penghentian pengiriman minyak ke Israel.

Pernyataan ini dilayangkan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian saat menghadiri pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) atau Organisation of Islamic Cooperation (OIC) di Jeddah, Arab Saudi pada Rabu (18/10/2023).

"Seruan untuk menteri luar negeri untuk menyegerakan embargo dan menyeluruh terhadap Israel oleh negara-negara Islam, termasuk sanksi minyak, selain itu mengusir duta besar Israel jika hubungan dengan rezim Zionis sudah terjalin," ujarnya, dikutip dari Aljazeera, Kamis (19/10/2023).

Iran disebut tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Amirabdollahian juga menyerukan pembentukan tim pengacara Islam untuk mendokumentasikan segala potensi kejahatan perang yang dilakukan Israel di Gaza.

Adapun Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) merespons seruan embargo yang dilayangkan Iran. Pihaknya tidak berencana menggelar pertemuan darurat atau mengambil tindakan segera untuk membahas embargo minyak sebagai sanksi.

"Kami bukan organisasi politik," kata salah satu sumber kepada Reuters.

Pihak OPEC menambahkan, meski negara-negara Barat merupakan pembeli utama minyak mentah yang diproduksi oleh negara-negara Arab, namun saat ini negara-negara Asia yang menjadi pembeli utama minyak mentah OPEC.

"Lingkungan geopolitik berbeda dibandingkan 50 tahun lalu," jelasnya.

Hal itu merujuk pada tahun 1973, produsen minyak Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi menerapkan embargo minyak terhadap pendukung Israel di Barat dalam perangnya dengan Mesir, yang menargetkan Kanada, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat.

Akibatnya, harga minyak pun melonjak. Namun, dalam jangka panjang krisis ini justru melahirkan provinsi-provinsi pemasok minyak baru di luar Timur Tengah seperti, Laut Utara dan aset perairan dalam hingga mendorong penggunaan energi alternatif.

Di samping itu, Sekretaris Jenderal Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) Jasem al-Budaiwi juga merespons hal serupa saat disinggung mengenai sanksi dari negara-negara Arab untuk mengurangi produksi minyak bagi Israel. Namun, GCC berkomitmen terhadap keamanan energi dan tidak boleh menggunakan minyak sebagai senjata.

"GCC bekerja sebagai mitra yang jelas dan jujur sebagai eksportir minyak dengan komunitas internasional dan kami tidak dapat menggunakan hal tersebut sebagai senjata dengan cara apa pun," kata Jasem al-Budaiwi.

Dampak bagi Israel

Dilansir dari New York Times, para analis berpendapat meski Israel mengimpor hampir seluruh minyaknya, namun embargo yang dilayangkan Iran disebut berdampak kecil bagi negara tersebut. Sebab, negara-negara Teluk Persia bukan termasuk pemasok utama minyak bagi Israel.

Sebaliknya, Kazakhstan dan Azerbaijan merupakan salah satu pemasok terbesar Israel. Nigeria juga termasuk dalam pemasok minyak Israel.

Analis minyak mentah utama Kpler, Viktor Katona, memperkirakan Israel mengimpor 270.000 barel minyak per hari. Dengan rincian sekitar 90.000 barel minyak atau sepertiganya dari Kazakhstan lalu 50.000 barel minyak lagi dari Azerbaijan.

Katona juga menduga, meski Kazakhstan dan Azerbaijan memiliki populasi mayoritas muslim tetapi kecil kemungkinan untuk mengikuti seruan Iran dalam embargo minyak.

"Mereka tidak termasuk negara-negara di Timur Tengah seperti Yordania dan Mesir, yang masyarakatnya senantiasa memonitor ketegangan antara Israel dan penduduk Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki," ujarnya.

Meski demikian, ia tidak dapat memungkiri kekhawatiran dari Israel akan embargo minyak membangkitkan kenangan di masa lalu pernah terjadi pada tahun 1973 lalu. "Kebanyakan masyarakat hanya takut dengan apa yang akan terjadi di masa depan," pungkasnya.

Sebagai informasi, RS Al Ahli di Jalur Gaza terkena serangan bom. Tak ada yang mengaku siapa yang menghancurkan rumah sakit tersebut. Kenyataan yang bikin miris, ratusan orang tewas dalam peristiwa mengerikan itu.

Dilansir AFP, serangan pada Selasa (17/10/2023) itu menghancurkan rumah sakit di Gaza tengah itu. Hamas yang menguasai Jalur Gaza menyebut sedikitnya 471 orang tewas dan 314 orang lainnya mengalami luka-luka akibat pengeboman rumah sakit tersebut.

Padahal, rumah sakit ini menjadi tempat orang-orang dari Gaza utara yang diserang Israel.

BBC berbicara dengan seorang dokter di rumah sakit yang didanai oleh Gereja Anglikan tersebut yang mengatakan bahwa terjadi kehancuran total dan ratusan orang tewas atau terluka akibat ledakan tersebut.


(rah/lus)

Hide Ads