Maulid Nabi menjadi penanda kelahiran Rasulullah SAW yang membawa risalah Islam dari Allah SWT. Tiap muslim wajib mengucapkan dua kalimat syahadat, yang merupakan persaksian atas keesaan Allah SWT sebagai Tuhan dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya.
Menurut keterangan hadits, kelahiran Nabi Muhammad SAW tersebut diperingati tiap tanggal 12 Rabiul Awal pada hari Senin. Berikut hadits yang menjelaskan peristiwa tersebut diriwayatkan Imam Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas,
وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيع الْأَوَّلِ، عَام الْفِيلِ
Artinya: "Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal dua belas di malam yang tenang pada bulan Rabiul Awwal, Tahun Gajah."
Libur Maulid Nabi Hari Apa?
Berdasarkan keterangan riwayat yang disebutkan sebelumnya, Maulid Nabi diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriah. Sementara, menurut konversi kalender Hijriah ke Masehi dalam Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2023 M yang disusun oleh Bimas Islam Kementerian Agama RI, Maulid Nabi 2023 jatuh pada tanggal 28 September 2023 atau bertepatan dengan hari Kamis.
Pemerintah menetapkan Maulid Nabi 2023 yang jatuh pada 28 September 2023 sebagai hari libur nasional berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2023. SKB ini diteken oleh MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Sejauh ini tidak ada perubahan hari libur atau pun penambahan cuti bersama peringatan Maulid Nabi 2023 sejak SKB diteken pada 11 Oktober 2022.
Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Ada beragam versi yang menyebutkan tentang peringatan Maulid Nabi yang pertama kalinya. Salah satu sumber menyebutkan, tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW sudah diperingati sejak 341 H untuk pertama kali pada zaman khalifah Mu'iz li Dinillah, seorang khalifah dinasti Fathimiyah di Mesir.
Perayaan ini kemudian dilarang di masa Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy, seorang perdana menteri khalifah Al-Musta'ali dinasti Fathimiyah. Meski demikian, menurut Sejarawan dan Ulama asal Mesir Syamsuddin as-Sakhawi, Maulid Nabi kembali dibolehkan pada masa pemerintahan Amir li Ahkamillah, pemimpin sekaligus imam di Dinasti Fathimiyah, pada 524 H.
Pendapat lain dari catatan Sayyid al Bakri menyebutkan, peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan khalifah Mudhaffar Abu Said atau seorang raja di daerah Irbil, Baghdad. Tujuannya, khalifah tersebut hendak mencari cara bagaimana membangkitkan heroisme para muslim dalam menghadapi Jengis Khan.
"Peringatan Maulid pada saat itu dilakukan masyarakat dari berbagai kalangan dengan berkumpul di suatu tempat. Mereka bersama-sama membaca ayat-ayat Al-Qur'an, membaca sejarah ringkas kehidupan dan perjuangan Rasulullah, melantunkan shalawat," tulis keterangan yang dilansir dari laman Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia.
Perayaan juga dilakukan selama tujuh hari tujuh malam dengan hidangan 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju. Acara ini menghabiskan 300.000 dinar uang emas dan 30 ribu piring makanan. Peringatan ini dikatakan sukses meningkatkan moral dan heroisme kaum muslim.
Versi lainnya dijelaskan oleh Dosen Institut Ilmu Keislaman Zainul Hasan Genggong Kraksaan, Probolinggo, Moch Yunus dalam artikel ilmiahnya berjudul Peringatan Maulid Nabi (Tinjauan Sejarah dan Tradisinya di Indonesia). Disebut, sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW berasal dari masa pemerintahan Sultan Salahudin Al Ayubi.
Saat itu tujuannya untuk meningkatkan semangat juang dan persatuan kaum muslim dengan meningkatkan kecintaan pada nabi. Namun, peringatan itu sempat mendapat penolakan dari para ulama karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sultan pun membantah karena menurutnya perayaan Maulid Nabi hanya bersifat syiar keagamaan bukan ritual. Setelah mendengar alasan ini, Khalifah An-Nashir di Baghdad menyetujui usul sang sultan hingga di musim haji 1183 M, sultan itu meminta para jamaah menyiarkan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di negara asalnya pada 12 Rabiul Awal.
(rah/erd)
Komentar Terbanyak
Ada Penolakan, Zakir Naik Tetap Ceramah di Kota Malang
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana