Syariat Islam telah mengatur tata cara pembagian warisan mulai dari besaran hingga siapa yang berhak menerimanya. Dalam hal ini, tidak semua ahli waris bisa mendapatkan warisan sesuai bagian semestinya karena ada perkara yang menghalanginya.
Perkara yang menyebabkan seseorang terhalang mendapat warisan ini dikenal dengan istilah al-hajb. Penulis kitab fikih, Muhammad Jawad Mughniyah, menjelaskan dalam Al-Fiqh 'ala al-madzahib al-khamsah, al-hajb terdiri dari dua macam, yakni sama sekali tidak mendapat warisan (hajb hirman) dan terhalang pada sebagian saja (hajb nuqshan).
Orang yang sama sekali tidak mendapat warisan ini disebabkan karena ada pihak yang memiliki hubungan lebih dekat dengan mayit. Contohnya, seorang kakek akan terhalang mendapat warisan karena adanya ayah si mayit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, jenis yang kedua, contohnya pada separuh warisan yang seharusnya didapat oleh suami akan berubah menjadi seperempat karena adanya anak laki-laki si mayit.
Menurut kesepakatan para ulama mazhab, ayah-ibu, anak-anak, dan suami-istri tidak akan terhalang mendapat warisan jenis pertama selama mereka ada. Sebab, mereka memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan mayit tanpa perantara.
Para ulama mazhab juga sepakat bahwa anak laki-laki mayit akan menghalangi saudara laki-laki dan perempuan mayit untuk mendapatkan warisan, apalagi paman mayit. Namun, anak laki-laki mayit tidak akan menjadi penghalang bagi kakek dari pihak ayah dan nenek dari pihak ibu. Demikian menurut ahlussunnah.
Lebih lanjut para ulama mazhab bersepakat, saudara laki-laki dan wanita si mayit serta kakek dari pihak ayah akan terhalang mendapat warisan jika ada ayah dari si mayit. Sedangkan nenek dari pihak ibu--menurut ahlussunnah--akan mendapat warisan sama dengan ayah, yakni seperenam, dengan catatan si mayit tidak memiliki ibu.
Dalam kitab Al Mughni karya Ibnu Qudamah dan kitab Al-Bidayah wa Al-Nihayah karya Ibnu Katsir ada pendapat yang menyebut nenek dari pihak ayah tidak mendapat warisan, sebab dia terhalang adanya ayah si mayit. Ini merupakan pendapat Syafi'i, Hanafi, dan Maliki.
Urutan Ahli Waris yang Paling Dekat
Masih mengacu pada sumber sebelumnya, ahli waris yang paling dekat dengan pewaris atau dalam istilah fikih disebut ashabah bi al-nafs secara berurutan sebagai berikut:
- Anak laki-laki
- Anak laki-laki dari anak laki-laki dan urutannya ke bawah. Dia akan menggantikan posisi ayahnya ketika ayahnya tidak ada
- Ayah
- Kakek dari pihak ayah ke atas
- Saudara kandung
- Saudara seayah
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
- Paman kandung (saudara laki-laki ayah kandung)
- Paman seayah (saudara laki-laki ayah seayah)
- Anak paman sekandung
- Anak paman seayah
Apabila orang-orang tersebut bertemu satu sama lain dalam pembagian harta tirkah (belum dikurangi untuk kepentingan mengurus jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat si mayit), maka anak laki-laki didahulukan dari ayah mayit. Dalam hal ini, ayah mengambil bagian tetapnya saja, yakni seperenam dan sisanya diberikan kepada anak sebagai ashabah. Demikian menurut imam empat mazhab.
Besaran bagian warisan sendiri telah ditetapkan dalam Al-Qur'an. Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 11,
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ١١
Artinya: "Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Untuk kedua orang tua, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, ibunya mendapat seperenam. (Warisan tersebut dibagi) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan dilunasi) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
(kri/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Merapat! Lowongan di BP Haji Bisa untuk Nonmuslim