Menggunakan wadah yang terkena najis babi tentu perlu dibersihkan terlebih dahulu. Apakah cara membersihkannya seperti terkena najis anjing?
Dikutip dari Prof Dr Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam Wa Adillatuhu, babi adalah najis meskipun disembelih secara syara' karena sebab najis berada pada dirinya atau najis 'ain. Artinya, segala sesuatu yang ada pada diri babi hukumnya dikenai najis, seperti daging, bulu, tulang, dan kulit.
Ada yang berpendapat, najis dari babi diqiyaskan dengan anjing karena adanya pengharaman bagi keduanya. Meski demikian, nash syara' tidak secara jelas menyebutkan hukum babi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk membersihkan bekas wadah dari najis anjing pernah dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW. Disebutkan bahwa membersihkannya harus dilakukan dengan membasuh wadah sebanyak tujuh kali dengan campuran air dan tanah. Dari Abdullah Ibnul Mughaffal RA,
Ψ₯ΩΨ°ΩΨ§ ΩΩΩΩΨΊΩ Ψ§ΩΩΩΩΩΩΨ¨Ω ΩΩΩ Ψ₯ΩΩΩΨ§Ψ‘Ω Ψ£ΩΨΩΨ―ΩΩΩΩ Ω ΩΩΩΩΩΩΨΊΩΨ³ΩΩΩΩΩ Ψ³ΩΨ¨ΩΨΉΩ Ω ΩΨ±ΩΩΨ§ΨͺΩ Ψ£ΩΩΩΨ§ΩΩΩΩΩ Ψ¨ΩΨ§ΩΨͺΩΩΨ±ΩΨ§Ψ¨Ω
Artinya: "Apabila seekor anjing menjilat sesuatu wadah, maka hendaklah kamu membasuhnya sebanyak tujuh kali. Bilasan yang kedelepan kalinya dengan (air yang bercampur) tanah." (HR Muslim)
Dalam riwayat lainnya dengan redaksi serupa dari Imam Hadits juga menyebutkan hal demikian, "Wadah yang dijilat anjing hendaklah dibasuh sebanyak tujuh kali, dan hendaklah basuhan pertamanya ataupun terakhirnya dengan menggunakan (air bercampur dengan) tanah."
Lantas, bagaimana cara membersihkan wadah makanan yang habis digunakan untuk campuran makanan berbahan babi? Apakah sama dengan anjing menggunakan air bercampur tanah?
Membersihkan Wadah Bekas Najis Babi
Qiyas menyamakan najis babi dan anjing tersebut bertentangan menurut mayoritas ulama dengan salah satu hadits yang diriwayatkan dari Abu Tsa'labah Al Khusyani RA. Suatu hari, Abi Tsa'labah pernah bertanya pada Rasulullah SAW mengenai kebolehan menggunakan wadah atau panci bekas memasak babi milik ahli kitab.
Rasulullah SAW kemudian menjawab,
ΩΩΨ₯ΩΩΩ ΩΩΨ¬ΩΨ―ΩΨͺΩΩ Ω ΨΊΩΩΩΨ±ΩΩΩΨ§ ΩΩΩΨ§Ω ΨͺΩΨ£ΩΩΩΩΩΩΨ§ ΩΩΩΩΩΨ§Ψ ΩΩΨ₯ΩΩΩ ΩΩΩ Ω ΨͺΩΨ¬ΩΨ―ΩΩΨ§ ΩΩΨ§ΨΊΩΨ³ΩΩΩΩΩΩΨ§ ΩΩΩΩΩΩΩΨ§ ΩΩΩΩΩΨ§
Artinya: "Jika Engkau mendapatkan wadah lainnya, jangan menggunakan wadah tersebut. Tapi jika Engkau tidak mendapatkan yang lainnya maka cucilah wadah tersebut dan makanlah dengan menggunakan wadah tersebut." (HR Bukhari dan Muslim)
Bersandar pada hadits di atas, qiyas menyamakan najis babi dan anjing dianggap lemah. Salah satunya oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin dalam At Tahrir Syarhud Dalil.
"Babi telah disebutkan dalam Al-Qur'an dan sudah ada di zaman Rasulullah SAW. Namun, tidak terdapat keterangan yang menyamakan babi dengan anjing," demikian penjelasannya yang diterjemahkan oleh Ustaz Drs H Bagenda Ali M M dalam buku 50 Masalah Agama Bagi Muslim Bali.
Menurutnya, lebih tepat menganggap najis babi sama seperti benda najis lainnya. Artinya, menyucikan wadah bekas najis babi tidak perlu dicuci hingga tujuh kali ataupun dengan campuran air dan tanah.
"Berbilangnya pencucian (sampai tujuh kali) hanya khusus untuk najis anjing dan tidak bisa di-qiyas-kan dengan najis lainnya seperti babi. Karena ibadah bersifat tauqifiyyah (berdasarkan dalil dari Al-Qur'an atau As Sunnah)," terang Syaikh Muhammad.
Senada dengan itu, dijelaskan dalam Aunul Ma'bud: Syarah Sunan Abu Daud oleh Ibnu Qayyim al Jauziyah juga menjelaskan hal serupa. Wadah bekas najis babi hanya perlu dicuci bersih hingga bekas makanan dan minumannya hilang tanpa dilakukan secara berulang.
Dalil di atas juga menunjukkan kebolehan menggunakan ulang wadah yang digunakan untuk masakan babi selama wadah tersebut sudah dicuci dan dibersihkan. Namun, hal itu berlaku dalam kondisi darurat ketika sudah tidak ada lagi wadah yang bisa digunakan.
Rasulullah SAW tetap mengutamakan untuk menggunakan wadah yang lain lebih dulu dan menghindari wadah yang sudah terkena najis. Hal ini bersifat sunnah menurut mayoritas ahli fiqih dan makruh bila menggunakan wadah terkena najis tersebut meski sudah dicuci.
"Larangan menggunakan wadah itu walaupun setelah dicuci, adalah karena kotornya, dan telah biasa dipakai untuk benda najis," jelas An Nawawi dalam Syarah Muslim.
Membersihkan Mulut saat Terlanjur Makan Babi
Ulama besar Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, menyatakan bahwa tidak ada kewajiban apapun baginya selama ia memakannya dalam keadaan tidak tahu. Hanya saja, yang perlu dilakukan adalah berkumur-kumur dan mencuci mulutnya dari sisa-sisa daging babi dan mencuci tangannya.
Namun, apabila ia memakannya dalam jangka waktu yang telah lama dan berlalu, maka tidak perlu melakukan apapun untuk bersuci. Yang perlu dilakukan ialah hati-hati dan waspada di masa depan.
Lebih lanjut, Quraish Shihab dalam bukunya M Quraish Shihab Menjawab Pertanyaan Anak tentang Islam berpendapat, tidak berdosa ketika seseorang dalam keadaan tidak tahu menahu serta tidak sengaja memakan daging babi. Hal itu juga berlaku bila seseorang terpaksa atau dipaksa sedang ketika itu dia tidak dapat mengelak karena jika menolaknya ia akan mengalami bahaya yang besar.
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza