Yunita, begitu ia akrab disapa, adalah perempuan asal Indonesia yang kini menetap di Dubai. Tahun pertama menjalani Ramadan di Dubai, ia sempat dikejutkan dengan dentuman suara ledakan jelang Magrib.
Usai menikah pada 2018, Yunita diboyong sang suami untuk tinggal dan menetap di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Kini setelah lima tahun tinggal di Dubai, Yunita sudah paham dengan tradisi dan kebudayaan masyarakat Dubai. Termasuk tradisi saat bulan Ramadan.
Meskipun telah 5 tahun menetap di Dubai, pada Ramadan 1444 H atau tahun 2023 Masehi ini menjadi puasa pertama yang dijalani Yunita. Tahun-tahun sebelumnya ia tak bisa ikut berpuasa karena sedang hamil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang tahun 2023 ini adalah puasa ke-5 bulan Ramadan di Dubai. Dan puasa kali ini, Alhamdulillah bisa fokus tanpa kendala. Karena tahun 2019, saya hamil jadi memilih untuk tidak puasa, 2020 juga nggak puasa karena menyusui. Lalu 2021 nggak puasa, 2022 saya nggak puasa karena hamil besar anak ke 2 usia 9 bulan kehamilan. Lebaran tahun lalu anak saya lahir," beber Yunita.
Ia bersyukur tahun 2023 ini bisa menjalani puasa. Meskipun saat ini aktivitasnya makin padat. Selain mengurus dua anak, Yunita juga bekerja sebagai tenaga profesional dan menjalani bisnis kuliner.
Banyak Kafe dan Restoran Tutup Saat Ramadan
Ibu dari dua anak ini tinggal di Jumeirah Park, kawasan yang tak pernah sepi karena menjadi salah satu pusat kunjungan turis di Dubai. Ketika bulan Ramadan, kawasan ini mendadak sepi karena banyak kafe dan restoran yang tutup di siang hari.
"Saya tinggal di apartemen Jumeirah Beach Residence, itu termasuk salah satu pusatnya wilayah turis. Banyak cafe dan restoran pada tutup di siang hari, biasanya wilayah itu ramai tapi jadi sepi diwaktu-waktu puasa dan ramai kembali pada saat jam-jam mendekati waktu berbuka," kata Yunita.
Hal unik yang ditemukan Yunita ketika menjalani Ramadan di Dubai adalah saat mendengar suara dentuman setiap jelang berbuka puasa. Awalnya hal ini membuat ia kaget namun setelah tahu asal suara ledakan tersebut, ia jadi terbiasa.
"Ketika waktu berbuka tiba, terdengar bunyi meriam (seperti ledakan) tanda bahwa Iftar Time telah tiba," jelas Yunita.
Menghabiskan waktu 5 tahun jauh dari Indonesia membuat Yunita sering rindu dengan suasana Ramadan di Tanah Air. Meskipun antusias menjalani puasa dengan suasana berbeda, tapi terkadang ia rindu dengan keluarganya.
"Sebenarnya setiap bulan Ramadan datang, itu selalu mempunyai suasana hati yang berbeda. Dibilang kaget sih "IYA" karena selalu melow, ingat keluarga di Indonesia yang biasanya sahur atau buka puasa rame-rame bareng keluarga. Tapi ini sahur dan buka puasa sendiri," ujarnya.
Hal yang juga dirindukan pengusaha kue khas Indonesia ini adalah momen mencari takjil seperti kolak, gorengan dan aneka es campur. Sensasi ini tak bisa ia jumpai di Dubai.
"Menjelang buka puasa yaa saya lebih banyak buka puasa di rumah, makan masakan rumah yang saya bikin sendiri. Jadi kemeriahan terasa kurang," sambungnya.
Iklim dan Lingkungan Puasa di Dubai
Panjang waktu puasa di Dubai tidak berbeda jauh dengan di Indonesia. Yunita menjelaskan rata-rata lama puasa sekitar 14 jam. Subuh sekitar jam 04.30 dan Maghribnya jam 18.30. Hal ini menjadikan ia bisa menjalani puasa tanpa kendala.
Selain itu, suhu udara di Dubai saat ini sedang normal di angka 36 derajat Celcius. Artinya tidak terlalu panas. Karena ketika musim panas tiba suhu udara bisa mencapai 42-45 derajat Celcius. Dengan suhu normal ini, Yunita mengaku bisa menahan haus dan lapar.
Selain iklim, lingkungan sekitar juga sangat mendukung ia menjalani puasa. Uni Emirate Arab merupakan salah satu negara dengan mayoritas muslim jadi banyak masyarakatnya yang ikut menjalani puasa.
"Bahkan di waktu-waktu harus bekerja untuk produksi product makanan, saya dan orang-orang di lingkungan pekerjaan juga tetap menjalankan ibadah puasa. Dan sebagian mereka yang tidak berpuasa sangat menghargai kami yang sedang berpuasa. Mereka tidak makan atau minum di depan orang yang sedang berpuasa," jelasnya.
Kangen Suasana Ramadan di Indonesia
Banyak hal yang dirindukan Yunita dari Ramadan di Indonesia. Salah satunya adalah kangen suara seru saat orang-orang membangunkan sahur.
"Yang saya kangenin dari indonesia saat bulan Ramadan adalah yang pertama suasana kemeriahannya. Rasanya saat Ramadan tiba itu terasa sangat hangat, terutama saat sahur, ada tabuhan panci, ember, tabuhan gendangan keliling kampung untuk membangunkan warga yang mau sahur, kangen kuliner di pinggir jalan yang setiap mau menjelang berbuka puasa itu banyak pilihan, tentunya kangen keluarga besar. Di Indonesia aktivitas puasa sahur berbuka dilakukan bersama-sama. Di sini hanya sendiri," beber Yunita.
(dvs/lus)
Komentar Terbanyak
Sosok Ulama Iran yang Tawarkan Rp 18,5 M untuk Membunuh Trump
Respons NU dan Muhammadiyah Malang soal Ceramah Zakir Naik di Stadion Gajayana
Rae Lil Black Jawab Tudingan Masuk Islam untuk Cari Sensasi