Puasa Ramadan wajib hukumnya bagi setiap muslim. Namun, ada beberapa di antaranya yang boleh meninggalkan puasa, tapi wajib mengganti di lain waktu.
Menurut Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq, golongan orang yang boleh meninggalkan puasa tetapi wajib qadha (mengganti) adalah orang sakit yang ada harapan akan sembuh dan orang berstatus musafir.
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: "Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur." (QS Al Baqarah: 185)
Masih di dalam buku yang sama, mengenai musafir, pada zaman Rasulullah SAW sebagian sahabat yang sakit pernah tetap berpuasa dan ada juga yang tidak berpuasa mengikuti fatwa Nabi.
Dalam hal ini Hamzah Al-Islami berkata, "Wahai Rasulullah, saya memiliki kekuatan untuk berpuasa dalam perjalanan, apakah saya berdosa (kau tetap berpuasa)?" Beliau menjawab, "Itu (tidak berpuasa) adalah rukhsah dari Allah SWT. Barang siapa yang mengambilnya, maka itu baik dan barang siapa yang ingin tetap berpuasa, maka tidak ada dosa baginya." (HR Muslim)
Perjalanan yang dibolehkan meninggalkan puasa adalah perjalanan yang jaraknya sesuai standar dibolehkannya salat qashar. Adapun masa tinggal yang dibolehkan bagi orang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa, adalah standar masa tinggal dibolehkannya mengqashar salat.
Disebutkan dalam Syarah Al Lu'Lu wa Al Marjan karya Wafi Marzuqi Ammar, mayoritas ulama berpendapat bahwa seseorang dikatakan musafir ketika menempuh perjalanan sekitar 80 km.
Merujuk dari buku Puasa Syarat Rukun & yang Membatalkan karya Saiyid Mahadhir menjelaskan apabila musafir mengawali harinya dengan tidak berpuasa, lalu di tengah hari itu dia sudah sampai di rumah atau sudah bukan lagi menjadi musafir, para ulama mengatakan bahwa dia tidak perlu meneruskan sisa hari itu dengan berpuasa.
Artinya, dia boleh makan dan minum di sisa hari itu, namun tetap memiliki kewajiban untuk menjaga adab-adab Ramadan dengan cara tidak makan minum di tempat umum dan di tengah keramaian.
Cara Mengganti Puasa Musafir
Sementara itu, Abdul Syukur Al-Azizi dalam Buku Lengkap Fiqh Wanita: Manual Ibadah dan Muamalah Harian Muslimah Shalihah, cara mengganti puasa musafir dapat dilakukan secara berturut-turut atau berselang-seling tanpa ada pengutamaan salah satu dari keduanya.
Selain itu, mengganti puasa Ramadan juga sah dilakukan secara langsung setelah hari raya Idul Fitri (mulai tanggal 2 Syawal). Demikian pula, qadha puasa sah dilakukan meskipun diakhirkan hingga bulan Syakban, yakni beberapa saat sebelum datangnya bulan Ramadan berikutnya.
Dalam sebuah riwayat dari Aisyah RA, berkata "Aku tidak mengqadha utang puasa Ramadanku, kecuali pada bulan Syakban hingga Rasulullah SAW dimakamkan." (HR Ibnu Khuzaimah, Tirmidzi, dan Ahmad)
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!