Habib Husein Ja'far Al-Hadar punya gaya unik dalam berdakwah. kemunculannya di layar digital, ditandai dengan gaya berpakaiannya serba kasual, dan membahas hal-hal yang dekat dengan anak muda. Misi utamanya dalam berdakwah adalah menyebarkan Islam penuh cinta.
"Kecenderungan pada saat itu di era 80-an, dakwah identik dengan menambah kebaikan orang yang sudah baik. Saya kemudian diedukasi oleh ayah saya untuk menjadi pendakwah yang mengisi ruang-ruang modern, ruang-ruang kosmopolit, urban, dan mendekati kelompok-kelompok yang selama ini diasosiasikan dari kesan tidak baik," kenang Habib Ja'far di program Sosok detikcom (6/11/22).
Untuk bisa lebih mudah masuk ke dalam banyak kalangan, Habib Ja'far perlu berpikiran terbuka. Ia menjelaskan, berdakwah di media sosial sangat besar tantangannya. Maka ia pun harus membekali diri dengan berbagai ilmu penunjang agar bisa menyajikan metode pendidikan agama islam yang menarik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita belajar ilmu antropologi, kita belajar ilmu design, kita belajar public speaking agar delivery dakwah kita itu bisa mengena. Karena platform digital ini bukan hanya menutup kita memberikan tuntunan tapi juga tontonan," terangnya.
Baca juga: Husein Ja'far Al-Hadar: Habib Kok Begini |
"Tantangannya adalah bagaimana membuat kita itu bisa tetap relate dengan segmen dakwah kita yaitu anak muda di era digital. Kemudian yang kedua adalah bagaimana kemudian kita bisa membuat konten yang cepat tapi juga tepat. Karena kan isu di era digital itu begitu cepat bahkan kadang sehari itu ada dua isu yang besok sudah dilupakan. Karena itu kita butuh kecepatan menanggapi tapi kita bicara agama harus hati-hati, dipastikan ketepatannya," sambung Habib Ja'far.
Baginya, tidak ada hambatan baginya untuk memilih jalur digital dalam menyebarkan ilmu yang dimilikinya. Sebab, ia dibekali pendidikan penting oleh orang tuanya sejak Habib Ja'far masih belia. Menurut pengakuan Habib Ja'far, setidaknya ada tiga hal dalam hidupnya yang membuat cara berpikirnya lebih terbuka.
Tiga hal tersebut adalah ajaran sang Ayah, filsafat, dan pergaulan yang luas. Sang Ayah membiasakan Habib Ja'far untuk membaca banyak buku dan membahas begitu banyak hal sejak kecil. Ajaran bahwa Islam harus penuh cinta juga diajarkan oleh Sang Ayah, sehingga Habib Ja'far kecil sudah terbiasa mencintai keberagaman.
"Ayah sering mengajak saya berziarah ke makam pahlawan, dari sanalah saya belajar tentang nasionalisme. Saya diajarkan berkenalan dengan pendeta-pendeta di kampung saya, mengucapkan selamat natal setiap hari natal, bahwa orang yang berbeda agama bukan berarti lawan kita, bukan berarti musuh kita. Ayah saya yang membuka mindset bahwa seorang muslim itu harus penuh cinta," kata Habib Ja'far.
Habib Ja'far juga punya ketertarikan terhadap filsafat. Sejak kecil, ia sudah terbiasa membaca buku filsafat milik ayahnya. Ketertarikan tersebut berlanjut hingga Habib Ja'far mengambil jurusan Filsafat di universitas, dan ia tak pernah berhenti membaca buku-buku filsafat hingga kini. Bagi Habib Ja'far, filsafat mengajarkannya untuk berpikir secara inklusif, logis, dan koheren.
Baca juga: Habib Ja'far, Keturunan Nabi Generasi ke-38 |
Tak ketinggalan, Habib Ja'far juga melengkapi ajaran ayahnya dan pendidikan filsafat dengan pergaulan yang luas. Habib Ja'far terbiasa bergaul dengan berbagai macam orang, tak hanya untuk berdakwah, tapi juga agar ia terbiasa berpikir terbuka.
"Saya tidak pernah menutup diri dengan siapapun, yang kemudian membangun mindset di saya bahwa setiap orang itu punya kebaikan, setiap orang punya keburukan. Maka cintai dia jangan berlebihan, benci dia jangan berlebihan," jelas Habib Ja'far.
(nad/vys)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Hukum Merayakan Maulid Nabi Menurut Pandangan Ulama