Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini menyeret kebijakan pembagian kuota tambahan 20 ribu jemaah antara haji reguler dan haji khusus.
Di tengah polemik tersebut, muncul kembali perdebatan soal dasar hukum pembagian kuota. Yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU).
Awal Mula Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
Kasus ini berawal dari pemberian tambahan 20.000 kuota haji oleh pemerintah Arab Saudi pada 2024. Tambahan kuota itu diperoleh Presiden Joko Widodo saat kunjungan ke Arab Saudi pada Oktober 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan tambahan tersebut, kuota haji Indonesia naik dari 221.000 menjadi 241.000. Tambahan kuota ini kemudian disepakati dalam rapat Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 Komisi VIII DPR RI dan pemerintah pada 27 November 2023. DPR dan Kementerian Agama (Kemenag) saat itu sepakat tambahan kuota dibagi untuk jemaah reguler dan khusus.
"Dengan rincian kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang," kata Ketua Panja BPIH Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid dalam rapat tersebut.
Namun dalam perkembangannya, Kemenag memutuskan membagi kuota tambahan secara merata. 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Keputusan ini berlandaskan Pasal 9 UU PIHU yang memberi kewenangan kepada Menteri Agama untuk menetapkan alokasi kuota tambahan.
Alokasi ini juga telah dituangkan dalam MoU antara Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah pada 8 Januari 2024. Alhasil, total kuota haji 2024 menjadi 213.320 untuk reguler dan 27.680 untuk khusus.
Baca juga: KPK Duga Kuota Petugas Haji Ikut Dimainkan |
DPR Pertanyakan Alokasi Kuota Haji Khusus
Keputusan Kemenag tersebut dipersoalkan DPR. Anggota Timwas Haji DPR, Luluk Nur Hamidah, menilai alokasi hampir 50 persen untuk haji khusus tidak sesuai kesepakatan awal.
"Kalau misalnya 8 persen dari kuota tambahan 20 ribu, maka itu tidak lebih dari 1.600, tetapi faktanya hampir 50 persen dari 20 ribu itu ternyata dialihkan untuk memenuhi kebutuhan haji plus atau furoda," kata Luluk di Makkah, 19 Juni 2024.
Ia juga menyebut Kemenag tidak pernah berkonsultasi dengan DPR sebelum menetapkan pembagian 50:50 tersebut.
"Kalau hasil konsultasi dari DPR, maka tidak pernah terjadi konsultasi dengan DPR terkait penggunaan kuota 20 ribu itu, yang mana ini dipakai untuk haji plus atau furoda sebanyak hampir 10 ribu atau lebih kurang 8.400," jelasnya.
"Apakah ini memberikan keuntungan semata-mata sama travel, atau bahkan kemungkinan ada pihak-pihak tertentu di dalam pemerintah itu sendiri yang kemudian bagian dari rente ini?" lanjut Luluk.
Kisruh ini berujung pada usulan pembentukan Pansus Angket DPR. Anggota Komisi VIII DPR Selly Andriany Gantina menyebut keputusan Menag bertentangan dengan UU PIHU dan hasil rapat Panja.
"Bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia sehingga keputusan Menag No 118 Tahun 2024 bertentangan dengan UU dan tak sesuai dengan hasil kesimpulan rapat Panja Komisi VIII dengan Menag terkait penetapan BPIH," ujarnya dalam rapat paripurna ke-21, 9 Juli 2024.
Kemenag Klaim Ada Alasan Teknis
Kemenag membela keputusannya. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief mengatakan perubahan alokasi dilakukan setelah kajian zonasi Mina oleh pemerintah Arab Saudi pada Desember 2023.
"Setelah dilakukan kajian, tidak semua kuota tambahan bisa ditempatkan di zona 3 dan 4. Dari kajian itulah didorong untuk bisa masuk ke zona 2 yang relatif masih kosong. Tapi itu beda jalur. Bisa dipakai haji khusus," jelas Hilman dalam Coffee Morning Sukses Haji 2024, 15 Juli 2024.
Hilman menepis tudingan jual beli kuota. Ia bahkan telah membicarakan dinamika tersebut dengan DPR sejak Januari 2024 namun tidak tercapai.
"Ini kami paparkan untuk menjelaskan bahwa ada situasi teknis terkait alokasi kuota tambahan. Jadi bukan masalah jual beli. Tidak ada jual beli kuota," tandasnya.
Keputusan Kemenag kemudian didukung oleh ahli hukum tata negara. Menurut Prof. Rudy dari Universitas Lampung, Pasal 9 UU PIHU memberi kewenangan atribusi kepada Menteri Agama untuk menetapkan alokasi kuota tambahan. Pasal 64 hanya mengunci kuota haji khusus sebesar 8 persen dari kuota dasar, bukan kuota tambahan.
"(Kewenangan) ini sifatnya atribusi. Artinya diberikan langsung oleh undang-undang. Maka kebijakan penetapan kuota tambahan tidak bisa disebut melawan hukum, sepanjang dijalankan dengan prinsip keadilan dan kepentingan jamaah," ujar Prof. Rudy dalam keterangan persnya (1/10/2025).
Dr. Oce Madril dari Universitas Gadjah Mada (UGM), PMA Nomor 13 Tahun 2021 dan PMA Nomor 6 Tahun 2021 memberi ruang bagi Menteri Agama untuk menyesuaikan distribusi kuota tambahan dengan kondisi teknis lapangan.
"Pasal 9 UU PIHU memberi dasar hukum atributif. Kuota tambahan adalah kondisi khusus, sehingga tidak wajib mengikuti pola 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus sebagaimana berlaku pada kuota dasar," jelas Oce.
KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Haji
Pada Agustus 2025, KPK mulai menyidik dugaan korupsi dalam pembagian kuota haji 2024. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur menilai seharusnya tambahan kuota 20 ribu seluruhnya diberikan untuk jemaah reguler, sesuai alasan permintaan awal untuk memperpendek antrean.
"Jadi seharusnya yang 20 ribu ini karena alasannya adalah untuk memperpendek waktu tunggu haji reguler, seharusnya keseluruhan diberikan kepada haji reguler," kata Asep dalam konferensi pers, 9 Agustus 2025.
Kasus ini melibatkan ratusan travel dan uang yang sudah mengalir ke banyak pihak. KPK juga tengah memburu pihak yang berperan sebagai 'juru simpan' uang hasil korupsi tersebut.
Dalam penelusuran aliran uang, KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). KPK menduga korupsi kuota haji ini hanya dilakukan oleh oknum Kemenag, tak sampai Kanwil.
"Jadi sebetulnya tidak sampai struktural seperti itu. (Tidak) Terstruktur sampai ke Kanwil gitu ya. Jadi mereka sudah dari atas itu, sudah memang hubungannya itu dengan beberapa oknum yang ada di Kementerian Agama saja gitu ya. Tidak sampai ke wilayah," terang Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada wartawan, 1 Oktober 2025.
Berdasarkan perhitungan awal, KPK menemukan adanya kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024. Temuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mendapatkan perhitungan final.
Meskipun sudah naik ke tahap penyidikan, KPK belum menetapkan tersangka. Namun, KPK sudah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Mereka adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik agen perjalanan Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.
(hnh/inf)












































Komentar Terbanyak
Potret Keluarga Cendana Syukuran Gelar Pahlawan Nasional, Dihadiri Menag
Video Cium Anak Kecil di Panggung Viral, Gus Elham Minta Maaf
Masjid Palestina Dibakar Pemukim Israel, Kecaman Dunia Menggema