Tugas Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Kemehaj Pegang Kendali Penuh

Tugas Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Kemehaj Pegang Kendali Penuh

Devi Setya - detikHikmah
Selasa, 09 Sep 2025 12:30 WIB
The photo depicts the spiritual activities of the Hajj and Umrah pilgrims in the holy land of Mecca. Muslims perform worship and pray in front of the Kaaba.
Ilustrasi ibadah haji Foto: Getty Images/Web Hakimi
Jakarta -

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi undang-undang pada Selasa (26/8/2025).

Dengan pengesahan ini, pengelolaan ibadah haji yang sebelumnya berada di bawah Badan Penyelenggara (BP) Haji kini resmi dialihkan kepada Kementerian Haji dan Umrah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun undang-undang telah disahkan, detail fungsi dan kewenangan Kementerian Haji dan Umrah masih menunggu naskah resmi dari Panitia Kerja RUU Haji dan Komisi VIII DPR. Namun, sejumlah anggota Komisi VIII DPR telah memberikan gambaran mengenai arah dan tugas kementerian baru ini.

Kendali Penuh Penyelenggaraan Haji

Dilansir dari CNN, Selasa (9/9/2025) Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menegaskan bahwa Kementerian Haji akan memegang kendali penuh terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Dengan status kementerian khusus, seluruh infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) terkait pelaksanaan haji akan berada di bawah kendali langsung Kementerian Haji dan Umrah.

ADVERTISEMENT

"Dan tadi sepertinya sudah disepakati bunyi pasalnya sehingga tidak mengakibatkan tumpang tindih. Dan itu bisa diklaster, ini urusan agama bidang ini, Menteri Agama yang, ini urusan agama khusus penyelenggaraan haji dan umrah," kata Marwan.

Edukasi dan Pembinaan Haji

Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, menyampaikan bahwa kementerian baru ini akan melengkapi pengelolaan haji secara terpadu. Fokusnya tidak hanya pada pelayanan teknis, tetapi juga mencakup pembinaan, jaminan keselamatan, dan kesehatan jemaah.

Sebagai kementerian ke-49 pada masa pemerintahan Presiden Prabowo, institusi ini direncanakan memiliki struktur hingga tingkat daerah. Tujuannya untuk memperkuat edukasi haji di seluruh wilayah Indonesia.

"Sehingga haji tidak sekadar rutinitas formal, tetapi harus memberi sumbangan bagi pembentukan karakter bangsa," ujar Maman dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Fokus pada Kesehatan Jemaah

Salah satu poin penting dalam RUU adalah aspek kesehatan. Kementerian Haji dan Umrah diwajibkan berkoordinasi erat dengan Kementerian Kesehatan untuk memastikan calon jemaah haji benar-benar sehat sebelum berangkat.

Ketentuan ini sekaligus menjadi jawaban atas kritik Pemerintah Arab Saudi mengenai tingginya angka kematian jemaah asal Indonesia selama pelaksanaan ibadah haji.

Perketat Aturan Umrah

Selain haji, Kementerian Haji dan Umrah juga akan memperketat pengaturan pelaksanaan umrah. Maman menegaskan bahwa biro perjalanan atau travel tetap dapat memberangkatkan jemaah, namun seluruh keberangkatan wajib terkonfirmasi dalam sistem Kementerian Haji dan Umrah.

"Namun, seluruh keberangkatan harus terkonfirmasi dalam sistem Kementerian Haji dan Umrah agar tidak ada lagi kasus jamaah yang terlantar atau ditipu," tegasnya.

Ia menambahkan, DPR menargetkan percepatan penerbitan peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut undang-undang baru ini, sejalan dengan transformasi sistem haji yang dilakukan oleh Pemerintah Arab Saudi.

Dengan adanya regulasi ini, jemaah haji Indonesia diharapkan mendapatkan kepastian layanan mulai dari akomodasi, katering, hingga kepulangan sesuai standar internasional.

"Ini jawaban bahwa pemerintah bekerja dengan sangat agresif, termasuk menerima masukan-masukan dari masyarakat, dan juga tentu masukan dari Pemerintah Arab Saudi," jelasnya.

Penguatan Komunikasi dengan Arab Saudi

Kementerian Haji dan Umrah juga diberi tugas untuk memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Arab Saudi. Hal ini penting untuk menyesuaikan kebijakan secara cepat sekaligus memastikan kuota dan fasilitas yang diberikan sesuai dengan kebutuhan jemaah.

Maman menekankan bahwa kementerian ini merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat sekaligus tuntutan modernisasi tata kelola haji dan umrah.

"Pemerintah ingin memastikan tidak ada lagi jamaah yang berangkat tanpa kepastian layanan dan seluruh proses dilakukan transparan, akuntabel, serta berpihak pada jamaah," tuturnya.

Selain aspek pelayanan, revisi undang-undang ini juga menegaskan pentingnya evaluasi pasca penyelenggaraan haji. DPR meminta laporan penyelenggaraan haji disampaikan maksimal 30 hari setelah musim haji berakhir. Dengan begitu, masukan dan catatan dari jemaah dapat segera ditindaklanjuti untuk perbaikan tahun berikutnya.




(dvs/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads