Haji adalah rukun Islam yang kelima. Ketika seseorang mendapat kesempatan untuk menunaikannya, maka ia akan berusaha sekuat tenaga agar tidak melewatkan momen suci tersebut.
Namun kenyataannya, tidak sedikit orang yang sudah memiliki kesempatan berhaji, bahkan sudah terdaftar dan mendapat jadwal keberangkatan, pada akhirnya tidak bisa melaksanakannya.
Penyebabnya bisa beragam, seperti usia yang sudah lanjut, sakit yang tak kunjung sembuh, atau bahkan telah meninggal dunia sebelum sempat berangkat haji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Islam memberikan solusi penuh kasih dan keberkahan melalui konsep badal haji, yakni pelaksanaan ibadah haji oleh orang lain atas nama seseorang yang terhalang secara syar'i. Lantas, apa itu badal haji dan bagaimana syarat serta hukumnya dalam Islam?
Pengertian Badal Haji
Dikutip dari buku Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah oleh Ahmad Sarwat, dalam bahasa Arab, kata badal berarti "pengganti", meskipun dalam kajian fikih, istilah yang lebih tepat digunakan adalah al-hajju 'anil-ghairi, yang berarti melaksanakan haji atas nama orang lain.
Secara istilah fikih, badal haji merujuk pada pelaksanaan ibadah haji oleh seseorang untuk mewakili orang lain yang tidak dapat melaksanakannya sendiri karena halangan syar'i, baik secara fisik maupun mental, atau karena telah wafat.
Dengan kata lain, praktik haji badal muncul sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban haji bagi individu yang sebenarnya sudah memenuhi syarat wajib haji, tetapi terhalang untuk melakukannya secara langsung karena kondisi yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Hukum Badal Haji
Dalam bukunya Haji dan Umrah Bersama M. Quraish Shihab, beliau menjelaskan bahwa mayoritas ulama, dengan pengecualian mazhab Maliki, membolehkan seseorang menghajikan orang tua atau orang lain, asalkan orang yang dihajikan tersebut sudah tidak mampu lagi secara fisik untuk menunaikan ibadah haji atau sudah meninggal dunia.
Sementara itu, mazhab Maliki memiliki pandangan yang lebih ketat, yaitu hanya membolehkan pelaksanaan haji untuk orang yang telah wafat dan itupun dengan syarat bahwa semasa hidupnya almarhum telah meninggalkan wasiat untuk dihajikan.
Selain itu, biaya pelaksanaan haji tersebut harus berasal dari harta peninggalannya dan tidak boleh melebihi sepertiga dari total warisan.
Dalil tentang Menggantikan Haji
Hukum badal haji didasarkan pada banyak dalil kuat dari Al-Qur'an dan hadis Nabi SAW.
Dalam surat Ali 'Imran ayat 97, Allah SWT berfirman,
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
Abbas RA, diceritakan:
"Seorang wanita dari Bani Khats'am berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah diwajibkan haji, namun ia sudah tua dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku menghajikannya?" Rasulullah SAW menjawab: "Ya, hajikanlah dia." (HR. Bukhari dan Muslim)
Syarat Melaksanakan Badal Haji
Dalam buku 100+ Kesalahan dalam Haji & Umrah karya Nasaruddin Umar dan Indriya Dani, dijelaskan bahwa syarat utama badal haji adalah adanya halangan tetap pada orang yang seharusnya menunaikan haji.
Contohnya adalah individu yang semasa hidupnya telah memiliki kemampuan finansial untuk berhaji, misalnya dengan menabung, namun belum sempat melaksanakannya karena wafat atau menderita penyakit yang tidak memungkinkan untuk sembuh.
Syarat lainnya, orang yang mewakilkan ibadah haji tersebut haruslah seseorang yang sudah pernah menunaikan haji sebelumnya.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW,
"Mulailah berhaji untuk dirimu sendiri, kemudian baru berhaji untuk orang lain." (HR. Abu Dawud)
Selain itu, menurut pendapat Ibnu Taimiyah, pelaksanaan badal haji tidak boleh didasari oleh motivasi mencari keuntungan materi, melainkan harus dilakukan dengan niat ikhlas untuk membantu sesama.
Wallahu a'lam.
(hnh/lus)
Komentar Terbanyak
Profil Zakir Naik, Penceramah India yang Akan Keliling Indonesia Pekan Depan
Menyamar Jadi Muslim, Snouck Hurgronje Nekat Masuk Makkah demi Belajar Islam
5 Waktu Mustajab Membaca Doa Minta Rezeki Tak Terduga