Pada era 1970 - 1980-an, Maktor adalah biro wisata yang khusus melayani turis lokal maupun mancanegara untuk mengenalkan kekayaan alam dan seni budaya Toraja. Pemiliknya adalah tokoh-tokoh terkemuka dan para kepala suku di Toraja, salah satunya Panggalo.
Namun memasuki pertengahan 1980-an kinerja Maktor yang merupakan singkatan dari Makassar Toraja terus menurun. Dinas Pariwisata Makassar kemudian mencari pihak yang mau membantu mengatasinya, salah satunya kepada trio Masyhur, yakni Mohammad Rocky, Noval, dan Fuad Hasan Masyhur. Kebetulan mereka saat itu tak kunjung mendapatkan izin untuk mendirikan biro wisata sendiri.
"Di era Pak Joop Ave (Dirjen Pariwisata 1982-1988, dan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, 1993-1998) itu sulit sekali mendapatkan izin usaha wisata. Kami merasakan itu," kata Mohammad Rocky saat berbincang dengan detikcom di Hotel Dar El Tawhid Intercontinental, Makkah, Senin (10/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibarat pepatah, 'Pucuk Dicinta Ulam Tiba', tiga kakak beradik itu tak menyia-nyiakan tawaran dari Dinas Pariwisata Makassar. Mereka langsung melakukan lobi-lobi kepada Panggalo, kepala suku Toraja yang kala itu paling disegani. Tak butuh proses panjang, kesepakatan pun tercapai.
Namun setelah dua tahun berjalan dan kakak beradik itu berniat mengambil alih sepenuhnya bendera Maktor, para pemegang saham lainnya yang jumlahnya mencapai 80 orang ada yang keberatan. Salah seorang di antaranya adalah Direktur Utama PT Indosat Jonathan L. Parapak. Rupanya dia belakangan sadar bahwa Maktor sangat prospektif untuk dibenahi dan dikembangkan. Namun Panggalo sudah terlanjur memberi kepercayaan kepada Mohammad Rocky dan kedua adiknya.
"Pak Panggalo sempat ancam mereka yang tidak setuju itu untuk melarang jenazahnya dimakamkan di tebing-tebing khas seperti di Tampang Allo dan Lemo," kata Mohammad Rocky.
Seiring perjalanan waktu, tiga kakak beradik itu melihat peluang lebih besar dunia pariwisata adalah Timur Tengah dengan melayani ibadah umrah dan haji khusus. Mereka pun kemudian menyiapkan berbagai persyaratan administrasi untuk mendapatkan izin dari Departemen Agama. Namun departemen di bawah Menteri Agama H. Munawir Sjadzali (1983-1993) dan Dirjen Haji Andi Lolo Tonang tak serta merta menerbitkan izin untuk mereka. Salah satu yang menjadi ganjalan adalah isu bahwa mereka terkait dengan kalangan nonmuslim.
"Jadi rupanya ada beberapa pesaing kami yang mengembuskan isu bahwa Maktor ini masih dimiliki orang-orang dari Toraja yang umumnya nonmuslim," ungkap Mohammad Rocky mengenang.
Setelah hampir enam tahun izin tak kunjung terbit, Rocky, Noval, dan Fuad akhirnya nekat melakukan lobi-lobi lewat jaringan Kementerian Haji Arab Saudi. Responsnya positif. Ketika dalam sebuah pertemuan membahas masalah haji, delegasi Indonesia yang dipimpin Munawir Sjadzali rupanya mendapat tekanan dari pihak Saudi.
Dalam sebuah kesempatan, Munawir memanggil Rocky dan meminta agar dia mengaku telah mendapatkan izin bila pihak Saudi mempertanyakannya. "Saya menolak karena memang izin belum saya kantongi padahal sudah enam tahun mengajukan," ujarnya.
Begitu tiba di Tanah Air, Munawir segera meminta Andi Lolo Tonang segera menyiapkan draf izin untuk Maktor sebagai biro haji dan umrah untuk dia tanda tangani. Setelah 2 tahun beroperasi sebagai biro travel, penulisan nama Maktor diubah Maktour hingga seperti sekarang ini.
Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, Fuad Hasan Masyhur sebagai CEO Maktour menjelaskan makna logo mereka. Tiga pilar yang berdiri kokoh menggambarkan sosok mereka bertiga. Lalu ada tiga payung yang menaungi ketiga pilar sebagai isyarat ketiganya harus senantiasa rukun, seiring-sejalan dalam mengelola perusahaan ini.
"Di atasnya lagi ada bayangan pesawat take-off, itu simbol agar kami bisa terbang melesat dalam melayani para jemaah," kata Fuad kepada detikcom.
(jat/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal