Ismail Marzuki, Pemandu Haji-Umrah yang Menyunting Jemaah Cucu Bupati

Kisah Inspiratif Para Muthowif (6)

Ismail Marzuki, Pemandu Haji-Umrah yang Menyunting Jemaah Cucu Bupati

Sudrajat - detikHikmah
Kamis, 16 Mei 2024 09:30 WIB
Manasik Haji Maktour
Muthowif Maktour Ismail Marzuki. Foto: Ardhi Suryadhi
Jakarta -

Sepintas dari dialek bicaranya orang akan menduga Ustaz Ismail Marzuki berasal dari Sulawesi Selatan. Padahal kedua orang tuanya berdarah Sunda dan dia lahir di Bandung pada 10 April 1982. Hingga remaja pun Ismail menuntun ilmu di Pondok Pesantren Al-Falah, Cicalengka yang masih masuk wilayah Kabupaten Bandung.

Dialek Bugis sangat mungkin terpengaruh dari istrinya, Andi Ridanti. Juga karena sejak menikah, 2007 hingga 2011 pernah menetap di Maros bersama sang istri dan ketiga anaknya. "Dia cucu Bupati Gowa, kami pertama jumpa saat bersama keluarganya menunaikan umrah," kata Ismail saat berbincang dengan detikHikmah di Wisma Maktour, Selasa (14/5/2024).

Dia sudah terlibat dalam urusan haji dan umrah dengan Maktour sejak tahun 2000. Kala itu dia masih mahasiswa di King Fahd University of Petroleum & Minerals. Ismail mengaku dapat kuliah di kampus tersebut karena ada pamannya yang menjadi dosen. Ia mendapat beasiswa 250 real.

"Saya mahasiswa biasa saja, nilai setiap mata kuliah ya rata-rata 7 lah. Cuma gak pernah harus mengulang atau remedial," ujarnya diikuti tawa kecil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setiap kali libur kuliah, sebagai mukimin Ismail membantu melayani para jemaah yang menunaikan haji atau umrah. Salah satunya dengan Maktour yang dikenal sebagai biro haji-umrah besar di Indonesia. Sejak itu pula dia mulai mengenal para pendiri Maktour, Fuad Hasan Masyhur dan Muhammad Rocky Masyhur.

"Namun secara resmi saya baru menjadi pegawai tetap Maktour sejak 2011, sejak 2007 itu freelance," ujar Ismail.

ADVERTISEMENT

Dari pengalamannya selama hampir 20 tahun berkecimpung melayani urusan haji dan umrah, dia punya kesimpulan bahwa ibadah yang satu ini merupakan sepenuhnya prerogatif Allah SWT. Jemaah yang mampu menunaikannya bukan diukur dari banyaknya materi, tingginya jabatan, atau banyaknya relasi dengan penguasa melainkan semata karena Allah SWT menghendakinya, mengundangnya.

Kota Makkah dan Madinah, kata Ismail, merupakan zona Illahiah atau spiritual paling nyata. Dua kota utama itu hanya dapat dijangkau oleh mereka yang memiliki kekuatan iman. Oleh mereka yang yakin kepada Allah SWT bahwa kehidupan di akhirat kelak itu nyata. Mereka yang menginjakkan kaki di Makkah dan Madinah adalah orang-orang terpilih karena mampu melawan ego dari godaan iblis. Sebab iblis tidak pernah ridho bila ada muslim yang mendekat kepada Allah SWT.

"Dia menjadi penjegal utama bagi setiap muslim yang berniat untuk haji atau umrah. Dibisikkannya berbagai perasaan was-was. Cemas bisnis atau karirnya akan terganggu bila ditinggalkan lama untuk menunaikan ibadah haji," tutur Ismail.

Selama di sana, setiap jemaah akan merasakan langsung campur tangan Allah SWT. Jangankan terkait sikap dan perbuatan, apa pun yang terlintas di dalam hati sering kali langsung terjadi.

Biasanya para jemaah yang bersikap rendah hati, sadrah kepada Illahi Robbi, menjalani segenap tahapan ibadah haji dengan lancar dan ringan. Sebaliknya mereka yang kritis, dan lebih suka mempersoalkan hal-hal yang tak perlu justru akan menjumpai berbagai hambatan. "Jadi mereka yang bersikap nrimo, ikhlas, sadrah itu yang dimudahkan Allah SWT," ujarnya.




(jat/kri)

Hide Ads