Syarat Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal

Syarat Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal

Annisa Dayana Salsabilla - detikHikmah
Selasa, 14 Mei 2024 19:15 WIB
Ilustrasi Haji
Ilustrasi badal haji untuk orang yang sudah meninggal dunia. Foto: Getty Images/iStockphoto/Aviator70
Jakarta -

Badal haji termasuk ibadah yang diperbolehkan dalam Islam. Salah satu sebab badal haji adalah orang yang seharusnya berangkat meninggal sebelum keberangkatan haji.

Mengutip buku Menuju Umrah dan Haji Mabrur karya Syaiful Alim, badal haji adalah menghajikan orang atau mewakili orang lain dalam menunaikan ibadah haji. Istilah lain badal haji adalah al-hajju anil-ghair.

Badal Haji untuk Orang yang Sudah Meninggal

Dinukil dari kitab Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abu Aulia dan Abu Syauqina, salah satu sebab badal haji adalah orang yang wajib haji meninggal sebelum berhaji. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada suatu hari, seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, "Sesungguhnya ibuku telah bernazar untuk melakukan haji, tetapi ia tidak melaksanakan nazarnya hingga meninggal dunia. Apakah aku boleh melakukan haji untuknya?"

Rasulullah SAW pun bersabda, "Lakukanlah haji untuknya. Bukankah jika ibumu memiliki utang, kamu akan membayarkannya? Bayarlah (hak) Allah, sesungguhnya Allah lebih berhak dibayar." (HR Bukhari)

ADVERTISEMENT

Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai kewajiban badal haji untuk orang yang sudah meninggal. Menurut Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, dan Syafi'i, wali wajib melakukan haji untuk orang yang meninggal, baik ia berwasiat atau tidak berwasiat. Biaya pelaksanaan badal haji diambil dari harta orang yang meninggal.

Dinukil dari Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah karya Agus Arifin, hal tersebut bersandar pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Zubair. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda kepada seorang laki-laki, "Engkau adalah anak tertua ayahmu, maka lakukanlah haji untuknya." (HR an-Nasa'i)

Adapun Malik berpendapat tidak wajib hukumnya menghajikan orang yang meninggal dan tidak berwasiat untuk dihajikan. Namun, apabila orang yang meninggal berwasiat untuk digantikan hajinya, badal haji dilakukan dengan sepertiga hartanya.

Syarat Badal Haji

1. Orang yang Menghajikan Harus Sudah Melaksanakan Haji

Orang yang menggantikan haji orang lain disyaratkan telah berhaji untuk dirinya sendiri. Syarat ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA.

Ketika itu, Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki berkata "Labbaik 'an Syubrmah (Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk Syubramah)."

Rasulullah SAW pun bertanya kepada lelaki tersebut, "Siapa Syubramah?"

"Dia saudaraku, ya Rasulullah," jawab lelaki itu. Rasulullah SAW bertanya lagi kepadanya, "Apakah kamu sudah pernah haji?"

"Belum," jawab lelaki tersebut.

Rasulullah SAW pun bersabda, "Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubramah." (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Daruquthni dengan tambahan "Haji untukmu dan setelah itu berhajilah untuk Syubramah")

Hadits tersebut juga mengandung persyaratan lain yaitu badal haji tidak boleh digabungkan dengan haji orang lain lagi. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu berkata, "Jika seseorang haji dengan dua niat ihram (untuk dua badal atau lebih), maka hukumnya tidak sah."

2. Niat Badal Haji Dilakukan saat Ihram

Ketika hendak badal haji, berikut niat yang dapat dibaca.

Niat badal haji untuk jemaah laki-laki:

Ω„ΩŽΨ¨Ω‘ΩŽΩŠΩ’ΩƒΩŽ Ψ§Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡ΩΩ…Ω‘ΩŽ Ψ§Ω„Ω’Ψ­ΩŽΨ¬Ω‘ΩŽ ΨΉΩŽΩ†Ω’ ΩΩΩ„ΩŽΨ§Ω†Ω بِنْ ΩΩΩ„ΩŽΨ§Ω†Ω

Labbaika allaahumma al-hajja 'an Fulaan bin Fulaan

Artinya: "Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulan bin Fulan."

Niat badal haji untuk jemaah perempuan

Ω„ΩŽΨ¨Ω‘ΩŽΩŠΩ’ΩƒΩŽ Ψ§Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡ΩΩ…Ω‘ΩŽ Ψ§Ω„Ω’Ψ­ΩŽΨ¬Ω‘ΩŽ ΨΉΩŽΩ†Ω’ ΩΩŽΩ„ΩŽΨ§Ω†ΩŽΨ©Ω بِنْΨͺِ ΩΩΩ„ΩŽΨ§Ω†Ω

Labbaika allaahumma al-hajja 'an Fulaanah binti Fulaan

Artinya: "Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulanah binti Fulan."

3. Orang yang Dihajikan Telah Mencukupi dari Segi Biaya, tetapi Telah Meninggal

Imam an-Nawawi berkata, "Mayoritas (ulama) mengatakan menghajikan orang lain itu dibolehkan untuk orang yang telah meninggal dunia dan orang lemah (sakit) yang tidak ada harapan sembuh."

Harta yang digunakan untuk melaksanakan haji badal juga diambil dari harta milik orang yang dihajikan, atau sebagian besar miliknya.

4. Harus Ada Izin atau Perintah Dari Orang yang Dihajikan

Syarat ini merupakan pendapat sebagian ulama. Adapun Syafi'i dan Hanbali berpendapat boleh menghajikan orang lain secara sukarela, misalnya seorang anak ingin menghajikan orang tuanya yang telah meninggal walaupun orang tuanya tidak pernah berwasiat perihal tersebut.




(kri/kri)

Hide Ads