Segala Sesuatu yang Wajib Dikerjakan saat Haji, Disebut Apa?

Segala Sesuatu yang Wajib Dikerjakan saat Haji, Disebut Apa?

Azkia Nurfajrina - detikHikmah
Selasa, 30 Mei 2023 17:00 WIB
Macca Kabe
Foto: Getty Images/iStockphoto/prmustafa
Jakarta -

Ketika muslim menunaikan haji, terdapat sejumlah ibadah yang mesti dikerjakan oleh jemaah. Amal ibadah ini termasuk dalam kategori wajib haji.

Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah menjelaskan arti wajib haji, yaitu segala sesuatu yang harus dikerjakan jemaah selama ibadah haji. Dan apabila tidak dilaksanakan, maka ia berdosa tetapi tidak merusak ibadah hajinya.

KH Muhammad Habibillah melalui Panduan Terlengkap Ibadah Muslim Sehari-hari turut mengemukakan apa itu wajib haji. Wajib haji adalah sesuatu hal atau perbuatan yang harus dikerjakan. Jika tidak dilakukan, maka ibadah hajinya tetap sah tetapi mesti membayar dam (denda) yang telah ditentukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Syaikh Hasan Muhammad Ayyub dalam buku bertajuk Panduan Beribadah Khusus Pria yang diterjemahkan M. Abdul Ghoffar, menerangkan maksud dari wajib dalam ibadah haji, yakni amalan yang jika ditinggalkan oleh jemaah maka tidak membatalkan hajinya, tetapi ia berdosa karena tak melaksanakannya dan baginya harus membayar dam.

Demikian bisa dipahami, bahwa segala sesuatu dan perbuatan yang harus dikerjakan ketika melaksanakaan ibadah haji, dan jika ditinggalkan hajinya tetap sah tetapi mesti membayar dam, merupakan arti dari wajib haji.

ADVERTISEMENT

Namun, apa saja amalan yang termasuk wajib haji dan perlu dikerjakan jemaah saat berhaji?

6 Wajib Haji

Syaikh Alauddin Za'tari dalam bukunya Fiqh Al-'Ibadat menyebutkan amal perbuatan yang tergolong wajib haji, sebagai berikut:

1. Ihram dari Miqat

Diartikan sebagai berniat dan mengenakan pakaian ihram sejak di miqat makani. Ada beberapa miqat makani yang telah ditentukan sesuai arah datangnya para jemaah haji.

Miqat zamani bagi jemaah haji Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Tuntunan Manasik Haji dan Umrah terbitan Kemenag, yaitu; 1) Jemaah haji yang masuk gelombang 1 dan mendarat di Madinah, miqatnya di Bir Ali (Zulhulaifah).

2) Jemaah haji dalam gelombang 2 bisa mengambil miqat dengan lokasi:

- Asrama haji embarkasi di tanah air. Melakukan ihram sebelum miqat masih dianggap sah menurut jumhur ulama. Tetapi bagi jemaah haji yang sudah memulai ihram dari asrama haji embarkasi wajib menjaga diri dari sejumlah larangan ihram.

- Dalam pesawat saat pesawat melintas sebelum atau di atas Yalamlam atau Qarnul Manazil.

- Bandar Udara King Abdul Aziz (KAIA) Jeddah. Lokasi ini ditetapkan berdasarkan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

2. Mabit di Muzdalifah

Bermalam di area ini, boleh di bagian mana saja asalkan di wilayah Muzdalifah. Waktu pelaksanaannya pada malam hari kurban, dan terhitung bermalam meski hanya sebentar.

3. Melempar Jumrah

Melontarkan jumrah Aqabah tepatnya pada hari raya kurban, sejak masuk pada tengah malam hari Idul Adha. Serta melempar tiga jenis jumrah (Ula, Wustha, Aqabah) di hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulijjah).

Jumrah di sini berupa batu atau kerikil, yang dilemparkan sebanyak tujuh kali pada tiap jenis jumrahnya. Sehingga Ula (7 kali), Wustha (7 kali), dan Aqabah (7 kali). Terhitung sah jika jumrah dilontarkan menggunakan tangan ke tempatnya dan dilakukan secara tertib.

4. Mabit di Mina

Dengan menginap atau berada di area Mina pada sebagian besar tiga hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah), yakni sejak mulai waktu Maghrib hingga Subuh (waktu malam tasyrik).

5. Thawaf Wada

Yakni thawaf perpisahan sebagai penghormatan kepada Kakbah yang dilakukan ketika jemaah akan segera meninggalkan Tanah Suci Makkah. Tata cara thawafnya sama seperti thawaf lainnya, yang mana mengelilingi Kakbah dengan tujuh kali putaran, dan Baitullah berada di sisi kiri jemaah (berlawanan arah jarum jam)

6. Menjauhi Hal-hal yang Diharamkan selama Ihram

Terdapat sejumlah perkara yang dilarang selama jemaah dalam keadaan ihram. Seperti memakai wewangian, melakukan kejahatan, berseteru atau berkelahi, mengenakan pakaian berjahit bagi laki-laki, melangsungkan akad nikah, hingga berburu hewan.

Dam bagi yang Meninggalkan Wajib Haji

Abu Ahmad Najieh melalui buku Fikih Mazhab Syafi'i menjelaskan orang yang meninggalkan wajib haji 9walau salah satunya saja), mesti membayar dam atau denda. Hal ini didasarkan pada riwayat dari Ibnu Abbas yang berkata: "Barang siapa meninggalkan nusuk (wajib haji), ia wajib membayar dam." (HR Baihaqi)

Adapun ketentuan denda bagi yang tidak mengerjakan amalan wajib haji, yakni menyembelih seekor kambing. Jika tidak mampu satu kambing, maka wajib berpuasa selama 10 hari, dengan rincian tiga hari puasa dikerjakan pada masa haji dan tujuh hari lainnya dilaksanakan di kampung halaman asalnya jika telah kembali.

Demikian penjelasan mengenai segala perbuatan yang harus dikerjakan saat haji (wajib haji), beserta ketentuan dam atau denda bagi yang meninggalkannya.




(lus/lus)

Hide Ads