Pertobatan Pecandu Narkoba di Hikmah Syahadah, Ponpes Buatan Kyai Romdin

Sosok

Pertobatan Pecandu Narkoba di Hikmah Syahadah, Ponpes Buatan Kyai Romdin

Nada Celesta - detikHikmah
Senin, 15 Apr 2024 13:01 WIB
Jakarta -

Ahmad Riyadi mencengkeram erat kepalanya. Napasnya memburu dan kepalanya seolah berputar-putar. Pandangannya kabur dan keringat dingin bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Bunuh dia. Bunuh dia!"

Itu suara laki-laki. Bukan, itu suara perempuan. Riyadi tak mampu berpikir lagi. Ia amat lelah, suara-suara di kepalanya tak kunjung berhenti. Pagi, siang, malam. Setiap hari selama tiga tahun lamanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lagi-lagi ia menyerah. Riyadi kembali meraih kantong kecil berisi bubuk kristal putih dari sakunya. Benda yang jadi 'sahabat'-nya selama tujuh tahun terakhir, sekaligus mendorongnya dalam gulita yang lebih gelap: sabu.

Tidak lama setelah sabu tersedot habis, suara-suara di kepalanya langsung terhenti. Sesuai harapan Riyadi, ia pun kembali merasakan efek familiar; kegelisahan pun tersapu oleh rasa nikmat serta sensasi tenang yang tinggi. Untuk beberapa saat, Riyadi pun tenggelam dalam tenang yang fana. Meski ia tahu dalam beberapa jam suara-suara itu akan kembali.

ADVERTISEMENT

Itulah masa lalu kelam Riyadi, pemuda asal Tarakan, Kalimantan Utara yang mulai mengonsumsi narkoba jenis sabu sejak 2012 hingga tujuh tahun setelahnya. Saat menceritakan kembali pengalaman tersebut di 2024, raut muka Riyadi nampak cerah. Ia mengaku, sudah setahun sudah ia tidak mengonsumsi sabu, tidak pula ia ingin menyentuhnya lagi. Suara-suara di kepalanya telah pergi dan Riyadi seolah terlahir kembali.

Ditemui di Pondok Pesantren Hikmah Syahadah, Kabupaten Tangerang, Riyadi nampak santai menjalani rutinitasnya. Ia rajin membaca Alquran, mengulang ilmu Fiqih, berzikir, serta salat berjamaah dengan santri-santri lainnya.

Ponpes inilah tempat Riyadi bermukim selama satu tahun terakhir. Bukan ponpes biasa, Pondok Pesantren Hikmah Syahadah memang dikhususkan bagi pecandu narkoba dan orang dengan gangguan jiwa. Melalui pendekatan agama Islam dan terapi energi 'Telunjuk Petir', Riyadi, serta lebih dari 60 santri lainnya dibimbing menuju pemulihan hingga bisa kembali ke keluarga dan masyarakat.

"Waktu dibawa ke sini, saya mikir, 'Oh, saya direhab lagi. Kalau rehab biasa mah, paling begitu-gitu aja lagi," kenang Riyadi di program Sosok detikcom.

Ini memang bukan kali pertama Riyadi menjalani rehabilitasi. Sebelum dibawa ke Pondok Pesantren Hikmah Syahadah, Riyadi telah lebih dulu menjalani terapi di pusat layanan rehabilitasi pelat merah.

Kendati mendapat edukasi dan penanganan medis di rehabilitasi pertamanya, Riyadi tak merasa benar-benar pulih. Hatinya tetap kosong, dan suara-suara di kepalanya tak kunjung pergi. Sebanyak apapun himbauan untuk setop konsumsi narkoba, Riyadi tetap tidak menemukan alasan mengapa ia harus berhenti.

Oleh karenanya, Riyadi memandang tindakan rehabilitasi dengan sebelah mata. Baginya, ia merupakan kasus kepalang tanggung. Terlambat sudah, tak ada yang bisa membantunya lepas dari jerat narkoba.

Namun, hal-hal mulai berubah kala ia diantar keluarga ke Pondok Pesantren Hikmah Syahadah. Ia bertemu dengan sang guru besar sekaligus pendiri ponpes, Kyai Haji Romdin atau biasa disapa 'Abah' Romdin.

"Abah perkenalkan dirinya, saya juga perkenalkan diri, 'Pak, saya santri dari Kalimantan.' Kata Abah, 'Iya, sehat-sehat di sini.' Awal-awal Abah ngomong gitu," tutur Riyadi.

Menurut pengakuan Riyadi, Romdin selalu terjun langsung dalam membimbing santri binaannya. Tak hanya soal edukasi psikotropika dan bahayanya, Romdin juga mengajarkan ilmu-ilmu Islam dan membiasakan santri untuk beribadah.

Nyatanya, cara ini yang dianggap paling ampuh oleh Riyadi. Menurutnya, hatinya lebih tersentuh. Sebab, ia jadi punya alasan kuat mengapa ia harus pulih.

"Karena Allah, karena dikenalkan dengan agama. Kita sudah tahu hukum-hukumnya. Lebih kena di hati kita sebagai pecandu. Saya ambil pengalaman saya, mau dikenalkan berapa kali pun, mau disuruh berhenti berapa kali pun, nggak ada gunanya sih Mbak. Kalau kita nggak kenal agama," tutur Riyadi.

Pendekatan agama memang menjadi prinsip utama rehabilitasi di Pondok Pesantren Hikmah Syahadah. Romdin menuturkan, untuk menjauhkan santri dari narkoba, mula-mula kesadaran akan agama perlu ditumbuhkan. Sebab, pemahaman agama akan membantu santri untuk memahami esensi hidup.

"Mereka kita kenalkan bahwa kita hidup ini adalah bukan hanya untuk bersenang-senang, tapi Allah ciptakan manusia dan jin itu adalah untuk beribadah kepada Allah. Lalu, apa yang dilarang oleh Allah itu harus kita tinggalkan. Karena larangan itu sebenarnya juga menguntungkan gitu. Seperti halnya mereka menjauhi larangan daripada mengkonsumsi narkoba. Itu juga menguntungkan dia sebenarnya," ucap Romdin.

Selain bimbingan religi, Romdin juga rutin menerapi santri dengan teknik bertajuk 'Telunjuk Petir'. Romdin menjelaskan, sistem terapi ini berupa meminumkan air doa dan menggoreskan air ke tubuh santri. Cara ini, diklaim Romdin, mampu mengurangi tendensi santri untuk sakau saat berhenti mengonsumsi zat adiktif.

Namun, pemulihan santri tak semerta-merta terjadi hanya dengan pendekatan agama dan terapi semata. Bagi Riyadi, salah satu hal yang ia yakini mampu mengantarkannya pada kesembuhan adalah adanya dukungan dari sang kyai.

Riyadi menjelaskan, seorang pecandu narkoba akan sulit lepas dari adiksi, apabila tidak dirangkul oleh sekitar. Hal inilah yang dilakukan Romdin kepada santri-santrinya, merangkul mereka agar tak merasa sendiri.

"Abah seperti sosok ayah. Beliau mengerti sama kita, santri-santrinya. Banyak seorang guru besar itu yang jarang mau dekat sama anak santrinya. Apalagi mohon maaf, yang basic-nya begini, seorang pecandu narkoba. Tapi, Abah mau langsung terjun tangan ke kita. Menasihati kita, walaupun kadang kita nggak mendengar," aku Riyadi.

Senada dengan pengakuan Riyadi, Romdin menjelaskan bahwa penting mendampingi santri secara emosional. Romdin siap mendengar keluh kesah santrinya serta memberi nasihat untuk mereka. Bagi Romdin, perannya sebagai guru tak lain adalah ibarat orang tua bagi santri-santrinya sendiri.

"Kalau kedekatan, kayak seperti orang tua kepada anak. Anak-anak santri punya keluhan, kita dengarkan. Terus ya tadi itu, kita kadang-kadang juga suka bagaimana mengekspresikan kita punya kepedulian sama mereka," jelas Romdin.

Berkat Romdin dan Pondok Pesantren Hikmah Syahadah, Riyadi mampu lepas dari adiksi yang menjeratnya selama 10 tahun. Kini, ia siap menjalani hidup baru. Selain tetap menjalani rutinitas sebagai santri, ia juga getol mempelajari ilmu terapi 'Telunjuk Petir' dari Romdin. Riyadi bertekad, sepulang dari ponpes, ia ingin meneruskan ilmu yang didapatkannya ke khalayak luas.

"(Abah adalah) orang yang bermanfaat bagi sesamanya. Banyak orang yang disembuhkan oleh Abah, melalui kuasa Allah. Dan nanti, ketika saya keluar dari sini, Insya Allah, saya akan, saya akan mendakwahkan apa yang saya pelajari di sini," tegas Riyadi.

(nel/vys)

Hide Ads