Perbedaan hukum membaca doa qunut Subuh dalam empat mazhab dijelaskan secara luas dalam literatur fikih. Setiap mazhab memiliki dasar istinbat dan rujukan hadits yang berbeda, sehingga menghasilkan ragam pendapat.
Dikutip dari buku Koreksi Mazhabmu karya Yoli Hemdi, pembahasan mengenai doa qunut Subuh dijelaskan secara lengkap melalui empat mazhab, yaitu Mahzab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sehingga terlihat jelas bagaimana masing-masing mazhab memiliki pandangan dan dasar yang berbeda dalam menetapkan hukumnya.
Berikut penjelasan lengkapnya mengenai perbedaan keempat mahzab tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Qunut Subuh Menurut Empat Mazhab
1. Mazhab Hanafi
Dalam mazhab Hanafi, qunut tidak dianjurkan pada salat Subuh. Ulama Hanafiyah menetapkan bahwa doa qunut disunnahkan hanya pada salat Witir. Adapun di luar salat Witir, qunut tidak disyariatkan, kecuali ketika terjadi musibah besar (nazilah) dan itu pun dibaca pada salat-salat jahriyyah.
Penjelasan ini disebutkan dalam berbagai kitab fiqih Hanafi, seperti Al-Badâ'i, Al-Lubâb, Fath Al-Qadîr, dan Al-Durr Al-Mukhtâr.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa membaca qunut pada salat Subuh hukumnya sunnah dan termasuk amalan yang memiliki keutamaan. Qunut Subuh dilakukan dengan suara rendah dan khusus pada salat Subuh saja, bukan pada salat-salat lainnya. Bahkan, membaca qunut pada salat selain Subuh dianggap tidak dianjurkan, bahkan dapat menjadi makruh.
Menurut Wahbah az-Zuhaili dalam Fiqh al-Islâm wa Adillatuhu, qunut Subuh menurut mazhab Maliki lebih utama dibaca sebelum rukuk, namun boleh juga dibaca setelah rukuk. Penjelasan ini sejalan dengan keterangan dalam kitab-kitab Malikiyah seperti Asy-Syarh Ash-Shaghir, Asy-Syarh Al-Kabîr, dan Al-Qawânîn Al-Fiqhiyyah.
Baik imam, makmum, maupun orang yang salat sendirian (munfarid) dianjurkan membaca qunut Subuh dengan suara pelan, dan dibolehkan mengangkat tangan ketika membacanya.
3. Mazhab Hanbali
Dalam mazhab Hanbali, qunut tidak dianjurkan dalam salat Subuh. Imam Ahmad secara tegas menyatakan bahwa tidak ada qunut pada salat Subuh, sehingga hukumnya tidak disyariatkan. Qunut dalam mazhab Hanbali hanya dilakukan pada salat Witir atau ketika terjadi nazilah (musibah besar), bukan pada salat Subuh.
Prinsip ini berdasar pada pemahaman mereka terhadap hadits-hadits yang menegaskan bahwa Nabi Saw tidak menetapkan qunut secara terus-menerus dalam salat Subuh. Oleh karena itu, ulama Hanabilah menetapkan bahwa qunut Subuh bukan bagian dari sunnah yang terus-menerus dilakukan Nabi, dan karenanya tidak diamalkan dalam mazhab ini.
4. Mazhab Syafi'i
Dikutip dari Tafsir Ayat-ayat Qunut 2 karya K.H. Drs. Muchtar Adam, mazhab Syafi'i berpendapat bahwa membaca qunut dalam salat Subuh hukumnya sunnah. Pendapat ini bersandar pada sejumlah hadits sahih serta praktik para sahabat.
Salah satu dalil utama adalah hadits Anas bin Malik yang menegaskan, "Rasulullah Saw senantiasa berqunut dalam salat Subuh hingga wafat." (HR. Ahmad, Abdurrazzaq, Ad-Daruquthni, dan Ishaq). Riwayat lain juga menunjukkan bahwa Umar bin Khattab dan banyak sahabat melakukan qunut Subuh secara konsisten.
Para ulama Syafi'iyah, termasuk Ibn Hajar, menilai bahwa hadits-hadits yang menafikan qunut Subuh berstatus dha'if, sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menolak qunut. Sebaliknya, riwayat-riwayat yang mendukung qunut memiliki jalur sanad yang kuat dan saling menguatkan. Karena itu, praktik qunut Subuh dinilai lebih sesuai dengan dalil yang sahih.
Dalam Al-Futûhât ar-Rabbâniyyah, Muhammad bin 'Alan ash-Shadiqi menegaskan bahwa qunut Subuh dalam mazhab Syafi'i ditetapkan sebagai sunnah berdasarkan hadits-hadits sahih serta praktik ulama salaf.
Bunyi Bacaan Doa Qunut
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وبارك لي فيما أعطيت وقنِي بِرَحْمَتِكَ شَرَمَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلا يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكَتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ اسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ وصلى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم
Latin: Allahummahdinii fiiman hadaiit wa'aafinii fiiman 'aafaiit wa tawallanii fiiman tawallaiit wa baariklii fiima a'thait wa qinii birahmatika syarra maa qadhaiit fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik wa innahu laa yadhillu man waalaiit wa laa ya'izzu man 'aadaiit tabaarakta rabbana wa ta'aalaiit falakal hamdu 'alaa maa qadhaiit astaghfiruka wa atuubuilaiik washallallahu 'alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa'alaa aalihi washahbihii wa sallam.
Artinya: "Ya Allah berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan perilahalah aku dari kejahatan yang telah Engkau pastikan. Karena sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha berkahlah Engkau dan maha luhurlah Engkau. Segala puji bagi-Mu atas yang telah Engkau pastikan. Aku mohon ampun dan kembalilah (taubat) kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat, berkah, dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabatnya."
Memahami perbedaan pandangan empat mazhab mengenai qunut membantu kita menjalankan ibadah dengan lebih bijak, toleran, dan menghargai keluasan rahmat dalam syariat.
(inf/inf)












































Komentar Terbanyak
7 Adab terhadap Guru Menurut Ajaran Rasulullah dan Cara Menghormatinya
Benarkah Malaikat Tidak Masuk Rumah yang Ada Anjingnya? Ini Penjelasan Ulama
Hukum Memakan Balut bagi Muslim, Halal atau Haram?