Inilah surat Umar bin Khattab pada Abu Musa al-Asy'ari, tentang berbagai persoalan yang menyangkut kepemimpinan nasional. Penulis salin sebagian.
"Sesungguhnya, manusia itu punya hak untuk berpaling pada penguasa mereka. Maka, aku mohon perlindungan kepada Allah Swt. dari yang demikian itu.
Hindarilah sikap membabi buta dan dengki, mengikuti hawa nafsu dan sikap lebih mengutamakan dunia. Dan tegakkanlah hukum itu, walauoun hanya sesaat pada siang hari.
Apabila engkau menghadapi dua perkara, yang satu untuk Allah Swt. dan yang satunya lagi untuk dunia. Maka, utamakanlah bagianmu untuk akhirat daripada bagianmu untuk dunia. Sebab, dunia itu akan lenyap, sedangkan pahala akhirat itu adalah kekal selamanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Tanggung Jawab |
Takutlah engkau kepada Allah Swt. dan takut-takutilah orang-orang fasik. Jadikanlah tangan dan kaki mereka terbelenggu ( tidak dapat mengadakan kegiatan kefasikan ). Bila terjadi pertentangan dan permusuhan antara kabilah-kabilah dan masing-masing menyebut-nyebut si Fulan dan si Fulan, itu adalah bisikan setan. Karena itu, pukullah mereka dengan pedang, sehingga mereka kembali pada perintah Allah Swt. Seruan bagi mereka hanyalah kepada Allah Swt. dan Islam.
Abadikanlah nikmat dengan bersyukur, abadikanlah ketaatan dengan berlemah lembut, abadikanlah kekuasaan dan kemenangan dengan bersikap tawadhu' serta cinta kepada sesama manusia.
Tengoklah orang-orang muslim yang sakit, dan antarkanlah jenazahnya sampai ke kuburnya. Bukalah pintumu untuk mereka, dan urusi sendiri perkara mereka, karena engkau termasuk salah seorang dari mereka. Hanya saja Allah Swt. menjadikanmu orang yang paling berat tanggungannya.
Telah sampai berita kepada Amirul mukminin, bahwa kau dan keluargamu berlebihan dalam hal berpakaian, makanan dan berpenampilan. Berita ini telah tersebar dan sudah menjadi rahasia umum. Sedangkan kaum muslimin yang lain tak ada yang sepertimu. Karena itu, wahai Abdullah, janganlah engkau menjadi seperiti binatang yang melewati suatu lembah yang subur yang tak mempunyai cita-cita lain - kecuali menggemukkan badannya. Padahal, kematianya juga karena kegemukannya itu.
Ketahuilah, bahwa seorang pemimpin itu akan kembali kepada Allah Swt. Maka apabila pemimpin itu menyeleweng, rakyatpun pasti menyeleweng. Sesungguhnya, orang yang paling celaka ialah orang yang menjadi sebab sengsaranya rakyat."
Amirul mukminin memberikan nasihat tidak bersikap membabi buta dan dengki apalagi mengikuti hawa nafsu. Karena mengikuti hawa nafsu selalu akan mengutaman kepentingan dunia yg fana, maka rugilah hidupmu. Siapakah yang diberi nasihat? Dia adalah Gubernur dan Panglima di Bashrah, murid dan sahabat Rasulullah Saw. yang berasal dari Yaman.
Sesungguhnya manusia diciptakan dengan potensi keinginan yang baik (takwa) dan keinginan buruk (nafsu). Kedua keinginan tersebut menunjukkan sifat keseimbangan (at-tawazun) dan kemanusiaan (al-basyariah) dalam diri manusia. Oleh karena itu, nafsu adalah fitrah manusia, sebagaimana takwa juga adalah fitrah. Hal ini yang ditegaskan dalam Al-Qur'an, yang artinya, "Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (QS asy-Syams: 7-8).
Sebagai bagian dari uijian Allah Swt. setiap jiwa manusia cenderung untuk berbuat dosa dan maksiat. Jika manusia dihadapkan pada pilihan yang baik atau pilihan yang buruk, ia lebih tertarik melakukan pilihan yang buruk.
Contohnya, jika ada pilihan, bekerja keras ataupun istirahat, pilihan istirahat lebih menarik. Jika ada pilihan, shalat Tahajud atau istirahat, jiwa manusia cenderung memilih istirahat. Hal ini sesuai dengan penegasan Al-Qur'an, yang artinya, "Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang." (QS Yusuf: 53).
Nafsu tersebut jika dibiarkan atau tidak dikendalikan, setiap perilaku manusia akan tidak baik. Berkata tidak jujur, berbuat fitnah, mengadu domba, adalah sebagian kecil dari praktik memperturutkan nafsu.
Bisa dibayangkan, jika nafsu tersebut dibiarkan tanpa kendali, sosok manusia yang diciptakan dengan sempurna itu-akan menjadi beringas, bahkan digambarkan dalam Al-Qur'an, manusia menjadi buas seperti hewan. "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah Swt )dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah Swt), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah Swt). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. "Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS al-A'raf: 79).
Jelaslah bahwa seorang pemimpin mutlak hendaknya bisa mengendalikan hawa nafsunya. Pemimpin akan lulus dalam kendalikan hawa nafsu jika mempunyai karakter yang diperkuat sbb :
1. Ketabahan, yang merupakan kemampuan bersifat kebiasaan dalam menanggung dan mengatasi kesulitan, rasa sakit, tekanan dan bahaya.
2. Upaya penjagaan diri ( 'iffah ), merupakan kemampuan bersifat kebiasaan dalam menahan godaan kesenangan sesaat yang bisa mempengaruhi tujuan jangka panjang.
3. Kebijaksanaan ( hikmah ), kemampuan dalam bersikap hati-hati dan bijak dalam mengambil keputusan.
4. Kemampuan untuk melakukan atau meraih sesuatu secara tepat, benar dan pada tempatnya.
Berikutnya adalah seruan pada menjalankan perintah Allah Swt. dan tidak melakukan kegiatan kefasikan. In syaa Allah bagi pemimpin yang menjalankan perintah-Nya dan menghindari tindakan kefasikan akan menjadikan dia seorang pemimpin yang lemah lembut, bersyukur dan tawadhu'.
Nasihat menengok orang yang sakit dan ikut antarkan jenazah sampai ke kuburnya. Membuka pintu pada masyarakat. Serta menjadi tahu diri bahwa dirinya sebenarnya sama dg masyarakat, hanya saja yang membedakan karena dirinya diberi tanggunan yang berat oleh Allah Swt. Yang tidak kalah penting adalah nasihat untuk hidup sederhana seperti masyarakat pada umumnya. Dengan sikap seperti ini, seorang pemimpin akan lebih mudah bercampur dengan masyarakat, sehingga masukan dan keluhan masyarakat dapat diperoleh dengan baik. Di ingatkan bahwa seorang pemimpin akan kembali pada-Nya. Maka janganlah beri contoh dengan melakukan tindakan menyeleweng, karena rakyat dengan mudah akan menyontoh lakukan penyelewengan. Ingatlah bahwa seorang pemimpin yang membuat rakyatnya sengsara, maka ia termasuk orang yang paling celaka. Keteladanan saat-saat menghadapi persoalan sangat diperlukan, paling tidak memberikan contoh untuk solusi. Keteladanan ini sangat penting dan akan menjadi panutan, karena masyarakat negeri ini lebih melihat sosok pemimpin.
Dalam tahun depan negeri ini akan mengalami pesta demokrasi dari pilihan kepala daerah, anggota legislatif dan kepala negara. Penulis berharap masyarakat dapat memilih para pemimpin yang sudah jelas bisa dijadikan teladan dalam kehidupannya. Keterbukaan informasi yang merupakan kewajiban penyelenggara ( KPU ) hendaknya disampaikan pada masyarakat untuk para calon tersebut. Semoga rakyat Indonesia memperoleh pemimpin yang berkualitas menjadikan negeri maju, makmur dan harmonis.
Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Cara Praktis Buka 8 Pintu Rezeki Sesuai Ajaran Al-Qur'an