Al-Qur'an di Tangan Thomas Jefferson

Trend Islam di AS

Al-Qur'an di Tangan Thomas Jefferson

Nasaruddin Umar - detikHikmah
Jumat, 20 Jan 2023 05:30 WIB
Poster
Al-Qur'an Di Tangan Thomas Jefferson. Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Al-Qur'an adalah kitab sudi agama Islam, sudah berada di tangan salah seorang pendiri AS, Thomas Jefferson. Pengakuan Presiden Obama dalam berbagai kesempatan bahwa ia juga mengenal pertama kali Al-Qur'an dari Thomas Jefferson. Al-Qur'an itu kini tersimpan aman di Library of Congress, Washington DC. Al-Qur'an dengan terjemahan Bahasa Inggris milik Jefferson dibeli dari salahsatu toko di Duke of Gloucester Street ketika ia tengah menyelesaikan studi hukumnya di The College of Willam and Mary. Al-Qur'an dan terjemahan ini pernah menjadi buku the best seller di masa itu, dan merupakan terjemahan terbaik Al-Qur'an dalam bahasa Inggris ketika itu.

Al-Qur'an di tangan Jefferson diberi Kata Pengantar oleh George Sale dengan sebuah pernyataan: "Lembaga-lembaga agama dan sipil negara-negara asing yang harus kita pelajari, salah satunya adalah Muhammad, seseorang yang menciptan hukum bagi orang-orang Arab, mendirikan suatu dinasti yang hanya kurang dari satu abad menyebar ke berbagai belahan dunia, melebihi apa yang telah dikerjakan kekaisaran Romawi." George Sale juga seorang pengacara. Pengantar yang ia tulis dalam terjemahan tersebut menunjukkan penempatan Al-Qur'an sebagai pedoman hukum. Sebagaimana diuraikan di dalam artikel terdahulu, Al-Qur'an dan terjemahan bahasa Inggris itu memberikan inspirasi Thomas Jefferson dalam berbagai kesempatan.

Di antara pengaruh Al-Qur'an di tangan Thomas Jefferson, yang dikenal sebagai penulis dan ahli hukum kondang, serta telah menyelesaikan sejumlah perundang-undangan mengenai toleransi beragama. Jefferson menyusun lebih dari 100 perundang-undangan untuk Negara Bagian Virgina antara tahun 1776-1779. Di antara yang paling dibanggakannya ialah nomor 82: Rancangan undang-undang untuk membangun kebebasan beragama yang disebut Statuta Virginia untuk Kebebasan Beragama. "Tidak ada penganut Pagan maupun Mohamedan (muslim) maupun Yahudi yang harus dikecualikan dari hak-hak sipil persemakmuran tersebab agamanya," demikian kata komentator itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jefferson juga pernah dikutip menyatakan: "Setelah kita mengusir intoleransi agama dari negeri kita yang di bawahnya manusia begitu lama berdarah-darah dan menderita, kita belum mendapatkan sedikit pun (toleransi beragama) jika kita menyetujui intoleransi politik yang sama-sama despotis, jahat, dan mampu dengan penganiayaan yang pahit dan berdarah-darah". Pernyataan Jefferson ini menggambarkan kedalaman pemahaman terhadap isi dan kandungan Al-Qur'an. Adalah wajar jika pada masanya pernah juga diterpa isu sebagai calon Presiden yang beragama Islam.

Banyak sekali penulis memberikan komentar tentang keakraban Thomas Jefferson terhadap Al-Qur'an. Di antaranya Denise A. Spellberg, seorang guru besar sejarah dan kajian Arab di University of Texas at Austin, Amerika Serikat, menulis dalam bukunya yang erjudul: Thomas Jefferson's Qur'an: Islam and the Founders (2013). Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: Kontroversi al-Qur'an Thomas Jefferson, Penerbit Alvabet Jakarta, tahun 2014.

ADVERTISEMENT

Buku ini menghubungkan pengaruh Islam yang digali dari Al-Qur'an di dalam kebijakan AS, mulai dari penyusunan naskah Deklarasi Kemerdekaan AS, sampai pada peraturan dan perundang-undangan lainnya. Adalah tidak benar jika kita mengklaim AS sebagai sebuah negara yang samasekali bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an. Substansi ajaran Hak Asasi manusia dan toleransi beragama, dan kesetaraan jender yang ada di dunia barat, menurut Prof. Yvonne Yazbeck Haddad, seorang guru besar sejarah di Georgetown University, Washington DC, adalah merupakan kontribusi penting dari nilai ajaran Islam. Islamlah yang memperkenalkan nilai-nilai itu ke dalam dunia barat di zaman kejayaan Islam, ketika barat masih sedang tidur nyenyak. Bahkan menurut Hadad, seandainya tidak ada Islam mungkin hingga saat ini perempuan belum merdeka. (Lihat, YY Haddad, Contemporary Islam and the Challenge of History, 1982).




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads