Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tengah menggodok aturan terkait kembalinya jabatan fungsional (JF) Pengawas Sekolah. Menurut Mendikdasmen Abdul Mu'ti pihaknya sudah mengkaji tupoksi pengawas sekolah.
Hasilnya, ia menyatakan jabatan ini tidak bisa digantikan. Terkait hal ini, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji beri tanggapan. Menurutnya pengembalian jabatan pengawas sekolah tidak menjawab masalah pendidikan yang mendasar.
"Terkait dengan pengawas sekolah, dulu ada, lalu periode lalu dihapus, sekarang dihidupkan kembali. Bagi saya, ini juga tidak menjawab masalah pendidikan yang mendasar," ungkap Ubaid dihubungi detikEdu pada Selasa (24/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peran Pengawas Sekolah Perlu Diperjelas
Bila pengawas sekolah dihadirkan kembali, Ubaid menilai peran mereka harus diperjelas. Karena saat masih berfungsi, perannya tidak terlalu signifikan.
"Ketika pengawas sekolah ini masih berfungsi, ia berfungsi (sebagai) apa? Ngawasin apa selama ini? Toh nyatanya korupsi dana pendidikan merajalela, kasus jual beli kursi dan pungli di mana-mana," bebernya.
Kasus pungli yang terungkap di publik menurut Ubaid bukan hasil kerja pengawas sekolah, melainkan lebih banyak diungkap pihak luar. Ketika diganti perannya menjadi pendamping sekolah di periode eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, perannya juga tidak terlalu jelas.
"Lalu, diganti dengan pendamping sekolah periode menteri Nadiem. Mereka juga mendampingi apa? Peran penjamin mutu seperti apa? Toh tidak ada dampak besarnya," kata Ubaid lagi.
Dengan begitu, ia menyarankan Kemendikdasmen sebaiknya tak mengutak-atik kebijakan yang tidak menyelesaikan urusan mendasar pendidikan. Hal ini dikarenakan banyak urusan mendasar pendidikan yang perlu lebih diperhatikan.
Contohnya, soal bagaimana dan menguatkan integritas di sektor pendidikan dengan melibatkan semua pihak. Termasuk kalangan luar pemerintah dan luar sekolah, yakni masyarakat sipil.
"Selain itu, problem pendidikan kita yang mendasar, adalah soal transparansi dan akuntabilitas yang buruk sekali," jelasnya.
Hal itu terlihat dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang memiliki masalah terus berulang. Ubaid dengan tegas menyatakan masalah ini bisa terjadi karena tidak ada perubahan sistem secara mendasar.
"Kenapa ini terjadi, ya jelas karena tidak ada perubahan sistem yang mendasar yang mendorong sistem transparansi dan akuntabilitas pada proses SPMB. Ini juga terjadi pada program-program yang lain," tandasnya.
(det/nah)