Mulai tahun ajaran 2025/2026, siswa di sekolah Jawa Barat tidak akan diberikan pekerjaan rumah (PR) oleh guru. Hal itu sebagaimana instruksi dari Gubernur Kang Dedi Mulyadi (KDM).
Berbeda dengan pendapat KDM yang mengatakan PR kurang optimal dalam memberikan keseimbangan belajar dan bermain, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyebut PR tetap boleh diberikan kepada siswa.
"Nanti dengan kebijakan Deep Learning ini PR itu boleh, kalau ada yang mengatakan enggak boleh PR itu ya nggak papa, beda pendapat," katanya dalam acara "Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia" di Gedung A Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PR Tidak Berbentuk Soal
Menurutnya, PR bisa dijadikan wadah bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan bahasa dan literasi. Namun, Mu'ti menekankan bentuk dari PR tersebut bukan berupa soal.
"Tetapi PR-nya nanti itu tidak mengerjakan soal, PR-nya bisa nanti tugas membaca buku atau menulis. Itu yang kemudian akan menjadi bagian dalam meningkatkan literasi," tuturnya.
Mu'ti menyarankan para guru untuk memberikan tugas rumah yang selaras dengan upaya Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikdasmen dalam merevitalisasi bahasa, terutama bahasa daerah.
"Sehingga dengan membaca buku itu, kita memang harus menyediakan lebih banyak lagi bacaan. Nanti murid ditugaskan untuk menuliskan kembali, ada dua kemungkinan. Pertama membuat resume dari apa yang dia baca. Yang kedua, menuliskan kembali isi dalam bacaan itu dalam bahasa dia sendiri," sarannya.
Menurut Mu'ti tugas tersebut dapat mengasah kemampuan siswa dalam bercerita, sekaligus mengekspresikan dirinya. Selain itu, PR yang dibuat demikian akan lebih relevan dengan kesehariannya.
"Atau yang kedua, misalnya ketika hari libur Sabtu atau Ahad pergi ke rumah nenek. Dia diminta menceritakan pengalaman bagaimana ke rumah nenek. Problem kita kan anak-anak ini kurang ruang untuk mengekspresikan apa yang dia alami," ujar Mendikdasmen.
Perlunya Penguatan Tradisi Lisan dengan Tulisan
Lebih lanjut Mu'ti membahas tentang pentingnya penguatan tradisi lisan yang sudah eksis sejak zaman dulu. Tradisi lisan sangat berkaitan erat dengan bahasa daerah.
"Kita harus mulai memperkuat tradisi lisan dengan tradisi tulisan. Memperkuat tradisi dengar dengan tradisi baca. Kenapa saya katakan memperkuat? Tradisi lisan itu bagus karena banyak hal itu terutama dalam bahasa daerah kuatnya dalam tradisi lisan," kata Mu'ti.
Ia menjelaskan dalam setiap bahasa daerah itu, tradisi lisannya ada, tetapi tidak semua tradisi tulisan. Tidak semua bahasa ada aksara atau tulisan khasnya seperti aksara Sunda atau Jawa.
"Sehingga tradisi-tradisi menulis itu harus kita bangun dari hal-hal yang simple," pungkasnya
(cyu/nah)