RI Kekurangan 50 Ribuan Kepsek, JPPI: Terlalu Besar untuk Dianggap Kelalaian

ADVERTISEMENT

RI Kekurangan 50 Ribuan Kepsek, JPPI: Terlalu Besar untuk Dianggap Kelalaian

Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 24 Jun 2025 16:30 WIB
Ilustrasi Anak Ujian Sekolah
Ilustrasi sekolah. JPPI beri tanggapan terkait keadaan Indoensia yang masih kekurangan lebih dari 50 ribu kepala sekolah. Foto: Getty Images/iStockphoto/hxdbzxy
Jakarta -

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji tanggapi kekurangan 50.971 kepala sekolah yang tengah dialami pendidikan Indonesia. Data ini disampaikan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) setelah peluncuran Program Kepemimpinan Sekolah (PKS).

Menurut Ubaid, angka ini terlalu besar untuk dianggap kelalaian biasa. Keadaan ini juga menunjukkan lemahnya perencanaan sumber daya manusia pada sektor pendidikan.

"Ini adalah angka yang terlalu besar untuk dianggap sebagai kelalaian biasa. Ini menunjukkan lemahnya perencanaan sumber daya manusia pendidikan, termasuk dalam hal regenerasi kepemimpinan sekolah," tuturnya ketika dihubungi detikEdu pada Selasa (24/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PKS Tidak Menjawab Persoalan Pendidikan

Lebih lanjut, menurutnya PKS secara substansi tidak menjawab persoalan pendidikan. Bahkan bisa terancam gagal bila tidak disiapkan secara baik.

Ada tiga faktor mengapa pendidikan RI bisa kekurangan banyak kepala sekolah. Pertama ketidaksiapan dalam memetakan kebutuhan, kedua tidak adanya sistem suksesi yang terstruktur, dan terakhir birokrasi yang terlalu berbelit.

ADVERTISEMENT

"Birokrasi yang berbelit telah menghambat penempatan kepala sekolah secara merata di seluruh Indonesia. Ini bukan semata kekurangan orang, melainkan kegagalan dalam mengelola sistem," bebernya.

Ungkapan menteri baru, kebijakan baru juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Menurut Ubaid, menteri baru seharusnya mampu memperbaiki sistem yang ada, bukan memulai lagi dari nol.

"Alih-alih memperbaiki sistem yang ada, tiap menteri datang dengan pendekatan masing-masing," urai Ubaid.

Akibatnya, mekanisme penyiapan dan pengangkatan kepala sekolah yang sebelumnya dilakukan melalui Program Guru Penggerak (PGP) menjadi tidak stabil. Bahkan seringkali terhambat karena menyesuaikan regulasi baru.

"Mekanisme penyiapan dan pengangkatan kepala sekolah menjadi tidak stabil dan sering kali terhambat oleh penyesuaian regulasi baru yang belum matang," tandasnya.

Sebagai informasi, PKS merupakan program yang baru diluncurkan Kemendikdasmen, Senin (23/6/2025). Direktur Jenderal Guru Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen GTKPG) Nunuk Suryani menjelaskan PKS adalah program terobosan guna meningkatkan pengelolaan ekosistem sekolah melalui peran kepala sekolah.

Melalui PKS, penugasan kepala sekolah dilakukan secara meritokrasi (penilaian berdasarkan kinerja), akuntabel, dan kolaboratif. Di samping itu, PKS juga menyiapkan calon kepala sekolah untuk menjadi agen transformasi pendidikan yang inklusif dan adaptif serta pemimpin dalam proses pembelajaran secara efektif.

PKS dilakukan melalui pelatihan dengan moda daring dan luring. Total jumlah jam pelatihan (JP) sebanyak 110 atau setara 16 hari.

Moda daring dilakukan dengan cara peserta PKS akan belajar mandiri melalui Learning Management System (LMS) selama 18 JP atau setara 1 minggu. Selanjutnya, moda luring dilakukan dengan tatap muka kelas dan kunjungan ke satuan pendidikan selama 92 JP atau setara 2 minggu.




(det/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads