Soal Penghapusan PR Siswa SD-SMP, Ini Kata Dosen UM Surabaya

ADVERTISEMENT

Soal Penghapusan PR Siswa SD-SMP, Ini Kata Dosen UM Surabaya

Anisa Rizki Febriani - detikEdu
Sabtu, 22 Okt 2022 10:00 WIB
Portrait of Asian elementary school kids studying in a classroom. The girl smiled and looked at the camera. His classroom diversity
Ilustrasi. Dosen UM Surabaya Sri Lestari turut memberikan tanggapan soal rencana penghapusan PR bagi siswa SD dan SMP di Surabaya. (Getty Images/iStockphoto/Pongtep Chithan)
Jakarta - Siswa SD dan SMP di Surabaya dikabarkan akan terbebas dari PR atau pekerjaan rumah. Rencana ini pun membuat dosen Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya turut angkat suara.

Mengutip dari detikJatim, Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Yusuf Masruh mengatakan, penghapusan PR membuat siswa dapat memanfaatkan waktunya untuk aktivitas lain, seperti membantu orang tua dan mengaji di taman pendidikan Al-Qur'an (TPA).

Di sekolah juga, kata Yusuf, siswa bisa fokus pada pembentukan karakter hingga penyelesaian masalah antarteman di luar belajar akademik.

Perhatikan Hasil Evaluasi Guru

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Surabaya Sri Lestari atau Tari menilai, ada beberapa aspek pertimbangan yang digunakan sebagai indikator memberikan PR.

PR dapat dinilai penting, kata Tari, jika hasil evaluasi guru menunjukkan PR terbukti dapat meningkatkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan siswa. Jika tidak, maka perlu dipertimbangkan lagi tentang jenis tugas yang diberikan.

"Perlu atau tidaknya memberikan PR seharusnya menjadi tanggung jawab pendidik atau guru untuk menentukan. Karena memang PR bisa digunakan sebagai pertimbangan untuk pembelajaran," kata Tari dalam laman resmi kampus UM Surabaya, Jumat (21/10/2022).

PR Tidak Boleh Membebani Siswa

Tari menekankan, bila PR dinilai penting oleh guru, sebaiknya jenis PR yang diberikan juga perlu diperhatikan. Menurutnya, PR tidak boleh membebani maupun mengganggu waktu bermain dan istirahat siswa.

"Tipe PR perlu dipertimbangkan dan sebaiknya menekankan pada kerja mandiri, kompetensi berpikir kritis dan kreativitas, serta memastikan seminimal mungkin orang tua terlibat untuk membantu mengerjakan," terang dosen Pendidikan Bahasa Inggris itu.

Di samping itu, Tari menilai, pendidik tidak boleh menganggap bahwa PR menjadi aspek lulus atau tidaknya siswa dalam pembelajaran. PR perlu dianggap sebagai penilaian formatif yang tidak menentukan pintar atau tidaknya siswa.

Ia memberikan penggambaran atlet yang bertanding dalam kompetisi, pekerjaan rumah hanyalah alat untuk mengasah kemampuannya, bukan untuk menentukan menang atau tidaknya pada sebuah pertandingan.

Menurut Tari, PR sebaiknya tidak perlu dinilai dan tidak perlu ada hukuman bagi siswa jika tidak mengerjakan. Jika sudah begitu, maka PR berguna untuk menentukan strategi atau teknik pembelajaran, bukan sebagai penentu kelulusan serta pintar atau tidaknya.

"Selain itu, penting untuk memberikan feedback (timbal balik) pada PR siswa. Jadi, membiarkan siswa mempresentasikan dan mendapatkan saran atau kritik dan guru atau teman itu hal yang penting sebagai bentuk proses mereka belajar," tandas Tari.

Tari memaparkan, sebetulnya, perdebatan penting atau tidaknya PR bukan hal yang baru. Baik itu di kalangan orang tua, siswa, maupun tenaga pendidik atau guru.

Menurutnya, ada kalanya waktu tatap muka yang terbatas dengan beban kompetensi yang harus dicapai dianggap kurang, sehingga PR dapat menjadi jalan pintas bagi guru.


(rah/rah)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads