Duduk Perkara Aturan Syarat Penerima Dana BOS Ditentang NU-Muhammadiyah

ADVERTISEMENT

Round Up

Duduk Perkara Aturan Syarat Penerima Dana BOS Ditentang NU-Muhammadiyah

Tim detikcom - detikEdu
Sabtu, 04 Sep 2021 07:04 WIB
Sejumlah pelajar berjalan kaki di desa Tugu Utara, Kab Bogor, Jawa Barat, Senin (29/3/2021).
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler yang diteken Nadiem Makarim 15 Februari lalu dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler mendapat kritikan tajam dan penolakan.

Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang terdiri dari Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, LP Ma'arif PBNU, PB PGRI, Taman Siswa, Majelis Nasional Pendidikan Katolik menuding aturan-aturan tersebut diskriminatif dan dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.

Ketentuan dalam Permendikbud yang dapat sorotan yakni syarat sekolah penerima dana BOS reguler harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi Negara," ujar Sungkowo Mudjiamano dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah dalam telekonferensi pers virtual, Jumat (3/9/2021).

Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan meminta Kemendikbudristek tetap mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 ketika membuat kebijakan.

ADVERTISEMENT

"Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," ujarnya.

Sungkowo menyebut Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945 dinyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk itu, pemerintah seharusnya membiayai pendidikan seluruh peserta didik tanpa syarat tertentu.

Lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan ini juga mendesak Nadiem Makarim untuk mencabut ketentuan tersebut.

Selanjutnya tanggapan Kemendikbudristek >>>

Secara terpisah, Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbudristek Anang Ristanto menyatakan aturan tersebut bukan hal yang baru. Sejak tahun 2019, Kemendikbudristek telah mengatur sekolah yang selama tiga tahun berturut-turut memiliki jumlah murid kurang dari 60 orang untuk tidak lagi menerima dana BOS reguler.

Anang menjelaskan pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler, Lampiran Bab III, Huruf A, angka 2, huruf k, diatur bahwa "Pemerintah Daerah dan masyarakat penyelenggara pendidikan, sesuai dengan kewenangannya harus memastikan penggabungan sekolah yang selama tiga tahun berturut-turut memiliki peserta didik kurang dari 60 peserta didik dengan Sekolah sederajat terdekat, kecuali Sekolah yang dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf i.

"Sampai dengan dilaksanakannya penggabungan, maka sekolah tersebut tidak dapat menerima dana BOS Reguler," ujar Anang dalam keterangan tertulis, Jumat (3/9/2021).

Pengaturan dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 dan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 yang kemudian mendapat penolakan, menurut Anang konsisten dengan kebijakan sejak tahun 2019.

Kemudian sesuai yang tercantum di dalam Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler, ada pengecualian terhadap klausul tersebut yaitu bagi sekolah terintegrasi, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SLB, kemudian bagi sekolah yang berada di Daerah Khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.

Aturan tersebut ujar Anang memberi kesempatan untuk sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah terutama pada wilayah dengan kondisi kepadatan penduduk rendah dan secara geografis tidak dapat digabungkan dengan sekolah lain dapat diusulkan Pemerintah daerah kepada Kemendikbudristek mendapat pengecualian.

"Permendikbud tersebut dimaksudkan agar pemerintah daerah dan masyarakat penyelenggara pendidikan melakukan penggabungan sekolah-sekolah yang peserta didiknya terlalu sedikit, karena jumlah peserta didik yang rendah merupakan penanda bahwa para orang tua menganggap kualitas layanan dari sekolah-sekolah tersebut tidak sesuai harapan," ujarnya.

Selain itu, Anang menuturkan kondisi murid yang sedikit menyebabkan inefisiensi dalam pengalokasian sumber daya termasuk dalam hal ini guru dan tenaga kependidikan. Dengan penggabungan sekolah, tata laksana akan lebih efisien dan secara mutu akan dapat lebih ditingkatkan.

"Jika BOS terus diberikan kepada sekolah-sekolah dengan kualitas layanan tidak sesuai harapan, maka akan menyebabkan pemborosan anggaran negara. Kemendikbudristek perlu melakukan pembatasan untuk memastikan masyarakat terus menerima layanan pendidikan yang berkualitas," katanya.

Sekolah-sekolah yang dapat membuktikan bahwa rendahnya jumlah peserta didik bukan karena mutu tapi karena hal lain seperti kondisi daerah, maka sesuai aturan, pemerintah daerah setempat dapat segera mengajukan pengecualian kepada Kemendikbudristek.

Anang menyatakan pada tahun 2021 peraturan ini belum berdampak. Semua sekolah, termasuk satuan pendidikan dengan jumlah peserta didik di bawah 60, masih menerima BOS. "Karena aturan ini mulai sejak tahun 2019 dan semua daerah diberikan kesempatan tiga tahun untuk melakukan penataan. Kemendikbudristek sedang mengkaji kesiapan penerapan kebijakan di atas untuk tahun 2022 dan senantiasa selalu menerima masukan dari berbagai pihak," katanya.



Simak Video "Video: 28 Saksi Diperiksa di Kasus Korupsi Kemendikbudristek, Ada Stafsus Nadiem"
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads