Sorotan dilayangkan pada sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) yang meningkatkan daya tampung besar-besaran. Kebijakan tersebut dinilai kerap tidak disertai dengan peningkatan kualitas.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mengungkapkan adanya paradoks yang mengemuka di sejumlah PTN. Ia menilai, banyak kampus negeri kini lebih terjebak pada orientasi kuantitas dibandingkan penguatan kualitas dan keunggulan akademik.
Ekspansi jumlah mahasiswa, pembukaan program studi baru, serta penerimaan yang semakin masif kerap tidak diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan maupun kapasitas riset. Dalam dua dekade terakhir, tidak sedikit PTN yang berlomba menaikkan jumlah mahasiswa hingga puluhan ribu orang setiap tahun.
Namun, pertumbuhan pesat tersebut justru sering memunculkan konsekuensi serius, mulai dari penurunan kualitas pembelajaran, tertinggalnya riset dan inovasi, hingga memburuknya rasio dosen dan mahasiswa. Ukuran kelas yang kian membesar pun tak terhindarkan, sehingga proses akademik menjadi kurang optimal.
Melemahkan Tradisi Keilmuan
Menurut Hetifah, situasi ini berpotensi melemahkan tradisi keilmuan dan menurunkan daya saing bangsa. Lebih jauh, jika dibiarkan, orientasi kuantitatif tanpa penguatan kualitas akan mengganggu kesehatan ekosistem pendidikan tinggi secara keseluruhan.
"Perguruan tinggi negeri kita semakin besar secara ukuran, tetapi belum sepenuhnya diikuti oleh peningkatan kualitas," ujar Hetifah dalam keterangan tertulis yang diterima detikEdu, Rabu (17/12/2025).
"Ada kecenderungan PTN menjadi pendidikan massal, mencetak gelar sebanyak-banyaknya, namun belum optimal menjadi pusat keunggulan intelektual dan pengembangan ilmu pengetahuan," lanjutnya.
Ia menambahkan, kondisi tersebut turut menciptakan persaingan yang kurang sehat dengan perguruan tinggi swasta (PTS), terutama karena PTN, khususnya PTN Badan Hukum (PTN-BH), memiliki keleluasaan dan dukungan anggaran yang lebih besar.
Padahal, kampus swasta selama ini berkontribusi signifikan dalam memperluas akses pendidikan tinggi, khususnya di daerah, meskipun tanpa dukungan APBN yang memadai.
Kebijakan Afirmatif bagi PTS
Sebagai bentuk keberpihakan, Komisi X DPR RI secara konsisten mendorong kebijakan afirmatif bagi PTS. Hetifah menegaskan PTS merupakan bagian tak terpisahkan dari ekosistem pendidikan tinggi nasional, namun masih menghadapi ketimpangan serius dalam aspek pendanaan, kebijakan, dan keberlanjutan institusi.
Salah satu inisiatif yang terus diperjuangkan adalah pemberian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPT) bagi PTS, yang selama ini hanya dinikmati PTN melalui BOPTN.
Kebijakan ini diharapkan dapat meringankan beban operasional kampus swasta serta biaya pendidikan mahasiswa, dengan prinsip keadilan yang setara seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
"BOPT untuk semua PT merupakan ikhtiar untuk memastikan PTS juga mendapatkan jaminan negara, sehingga akses dan keberlanjutan pendidikan tinggi tetap terjaga," jelasnya.
Keberpihakan Komisi X DPR RI juga diarahkan kepada para pendidik, khususnya dosen non-ASN yang mayoritas mengabdi di PTS.
Dorong Peningkatan Kesejahteraan Dosen Non-ASN
Komisi X secara aktif mendorong peningkatan kesejahteraan dosen non-ASN, termasuk penyesuaian tunjangan profesi agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu lebar dengan dosen ASN di PTN.
"Kualitas pendidikan tinggi sangat ditentukan oleh kesejahteraan dosennya. Ketimpangan perlakuan terhadap dosen PTS merupakan persoalan serius yang harus segera dikoreksi," tegas Hetifah.
Dari sisi akses, Komisi X DPR RI juga terus memperjuangkan peningkatan kuota Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah bagi mahasiswa PTS.
Program ini dinilai penting untuk memastikan calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu tetap memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan tinggi tanpa diskriminasi berdasarkan status perguruan tinggi.
Semangat kesetaraan dan keadilan tersebut juga menjadi bagian dari pembahasan Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) melalui pendekatan kodifikasi undang-undang pendidikan, termasuk UU Pendidikan Tinggi.
Komisi X DPR RI mendorong agar regulasi ke depan mampu mengurangi beban finansial mahasiswa dan kampus, serta menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang seimbang antara PTN dan PTS, baik dari sisi pendanaan, tata kelola, maupun peran strategis.
Simak Video "Video: KPPTI 2025 Jadi Ajang Sinergi Antar-Perguruan Tinggi"
(pal/faz)