Akademisi sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Prof Dr Didik J Rachbini, M Ec mengkritik praktik yang dilakukan sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN). Ia melihat semakin banyak PTN yang alami disorientasi atau salah arah.
"Nah jadi outlook ini saya memang luas ya, tapi saya mencermati bahwa sekarang terjadi disorientasinya dari kampus-kampus yang harus mengemban amanah mencerdaskan kehidupan bangsa," katanya dalam diskuasi bertajuk bertajuk "Evaluasi & Outlook Pendidikan Tinggi & Riset Menuju Kampus Global" yang digelar Universitas Paramadina via Zoom, Selasa (16/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PTN Makin Raup Banyak Mahasiswa
Hal pertama yang Didik sorot adalah semakin tingginya kuota mahasiswa baru di PTN setiap tahunnya. Beberapa PTN dapat menerima lebih dari 20 ribu mahasiswa baru dalam satu tahun.
"Kemarin saya ke Universitas Brawijaya sebulan yang lalu dengan Pak JK (Jusuf Kalla), jadi memang mahasiswa baru itu, ada tiga aula besar, itu 20 ribu mahasiswa baru," katanya.
Menurut Didik, pola PTN yang berlomba menambah kuota mahasiswa tidaklah sehat. Terlebih jika dibandingkan dengan perguruan tinggi swasta (PTS).
"Saya sedih terhadap UB dan saya sedih juga terhadap kampus-kampus swasta terutama yang dibangun oleh NU, Muhammadiyah karena mereka juga berjuang untuk memperluas aksesnya. Praktik seperti ini saya kira tidak sehat," katanya.
Banyak PTN Buka Cabang tapi Lupa Perkuat Riset
Kemudian Didik juga mencermati praktik PTN-PTN yang banyak membuka cabang kampus. Mereka menawarkan kelas online untuk menjaring lebih banyak mahasiswa.
"Itu adalah kelas untuk menambah pendapatan kantong dosen-dosennya gak ada hubungannya dengan perbaikan kualitas, gak ada dan kuliahnya itu ya kuliah seperti Youtube," tegasnya.
Pakar ekonomi tersebut juga menilai, praktik tersebut dapat menurunkan daya kampus dalam berinovasi. Sekalipun tetap membutuhkan starategi tersebut, harus tetap seimbang dengan kemampuan inovasi.
"Jadi selain kehilangan ini praktek PTN yang ekspansi besar-besaran, mengorbankan kualitas, itu juga menghancurkan peran-peran dari civil society, yayasan-yayasan," tambahnya.
Jumlah Mahasiswa-Anggaran PTN vs PTS
Didik mengungkap berdasarkan penelusurunnya, perbandingan jumlah mahasiswa PTN dan PTS bisa sampai 1 : 250 orang. Ia menegaskan, jika perbandingan yang besar ini terus ada, maka ekosistem perguruan tinggi tidak sehat.
"Sehingga korbannya itu korban bahwa bangsa ini kehilangan momentum untuk bersaing secara global," bebernya.
Didik mendorong PTN untuk memanfaatkan APBN dengan baik untuk riset. Jangan sampai kalah dengan PTS-PTS yang unggul dalam riset padahal tak dibiayai negara.
"Jadi sekarang mengalami disorientasi sementara yang teman-teman di swasta, Muhammadiyah dan lain-lain mereka membangun gedung kemudian menggali dengan sumber dana sendiri dan bahkan kredit diperbankan kemudian seluruh ini habis dan tidak ada perbedaan," ungkap Didik.
Didik juga mendorong pemerintah agar bisa mengatur kebijakan yang proporsional. Pemerintah perlu mendorong PTN untuk terus berfokus pada riset.
"Jadi saran saya, satu pemerintah dan DPR mengeluarkan regulasi yang konstruktif untuk memberhentikan praktek seperti ini ya mengambil secara kuantitas di luar kemampuannya," tegas Rektor Paramadina tersebut.
"Kedua, pemerintah memperkuat pendidikan pasca sarjana di kampus-kampus Indonesia sehingga menjadi kelas dunia paling tidak sama dengan Malaysia, top 50 dunia," sambungnya.
(cyu/faz)











































