Jakarta - Begini potret anak-anak sekolah sekaligus pembatik di Rumah Batik TBIG Pekalongan, Jawa Tengah. Disabilitas tak menghalangi berkarya.
Potret Tangkas Siswa Disabilitas, Pagi Sekolah-Sore Membatik

Di Rumah Batik PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) Pekalongan, Jawa Tengah ini, siswa-siswi disabilitas menjalani program inkubasi membatik. Tak sekadar mempertajam kemampuannya, mereka menghasilkan produk, baik batik cap maupun tulis. Foto: Novia Aisyah/detikcom
Sepulang sekolah, anak didik sekolah luar biasa di Wiradesa, Pekalongan ini lanjut membatik. Biasanya mereka melakukannya tiga kali dalam sepekan. Foto: Novia Aisyah/detikcom
Proses menghasilkan batik dimulai dari membuat desain yang kini sudah dapat dilakukan secara digital. Kemudian, baru dilakukan pelekatan lilin, baik dengan metode cap seperti stempel atau tulis menggunakan canting. Foto: Novia Aisyah/detikcom
Tampak salah satu siswa membuat pola batik dengan metode cap pada Selasa (13/5/2025). Proses ini biasanya dilakukan oleh laki-laki karena bobot cap terbilang berat dan tidak boleh menempel pada kain terlalu lama. Foto: Novia Aisyah/detikcom
Proses pewarnaan batik dapat dilakukan dengan pewarnaan alami atau sintetis. Pewarnaan alami untuk batik, misalnya menggunakan daun ketapang, memiliki rentang dari kuning; cokelat; cokelat tua; hingga hitam. Sedangkan warna sintesis batik cenderung cerah. Foto: Novia Aisyah/detikcom
Inilah motif batik hokokai atau batik pagi-sore. Ditarik secara historis batik jenis tersebut dinamakan demikian karena pada saat diciptakannya pertama kali ketika zaman pendudukan Jepang, terdapat kelangkaan kain. Maka dihasilkanlah motif yang cocok untuk agenda pagi hari dan sore hari. Foto: Novia Aisyah/detikcom