Mencari pekerjaan setelah lulus menjadi tantangan tersendiri bagi generasi milenial dan generasi Z (Gen Z). Tak jarang, penolakan kerja menjadi hal yang kerap dihadapi.
Seperti yang terjadi pada pemuda bernama Christopher Rim. Usai meraih gelar sarjana psikologi dari Universitas Yale di Amerika Serikat, ia ditolak berbagai perusahaan.
Tak tanggung-tanggung, Rim telah ditolak setelah mengirimkan 200 lamaran pekerjaan. Ini termasuk perusahaan ternama di AS, seperti Goldman Sachs dan Boston Consulting Group (BCG).
Meski begitu, Rim menganggap bahwa penolakan dari ratusan pekerjaan tetap jadi jalan terbaik untuknya. Ini karena dirinya akhirnya berhasil menjadi miliarder pada usianya yang masih muda.
"Saya melamar lebih dari 200 pekerjaan di tahun terakhir SMA. Semua teman saya mendapatkan pekerjaan di Goldman Sachs, McKinsey, BCG, perusahaan-perusahaan besar. Saya tidak mendapatkan satu pun. Saya tidak mendapatkan satu pun," katanya, seperti dilansir Majalah Fortune, Selasa (16/12/2025).
"Itu adalah hal terbaik yang bisa terjadi padaku," imbuhnya.
Dirikan Perusahaan Konsultan Penerimaan Mahasiswa
Di AS, masuk perguruan tinggi top bukan hal yang mudah. Selain seleksinya ketat, biaya masuk juga terlampau tinggi.
Sejak tahun 2005, biaya kuliah dan biaya lainnya di universitas swasta telah meningkat sekitar 41%, setelah disesuaikan dengan inflasi, menurut US News and World Report. Kondisi ini membuat banyak orang tua membutuhkan bantuan profesional agar kemungkinan anak diterima di kampus top menjadi meningkat.
Meski Rim ditolak ratusan pekerjaan, tapi dirinya ingin membantu calon mahasiswa untuk bisa mencapai kampus impian mereka. Ia kemudian mendirikan Command Education pada 2015, sebuah perusahaan konsultan pendidikan dan penerimaan mahasiswa terkemuka di New York City.
"Setiap orang memiliki potensi ini, dan saya mampu menanamkan kepercayaan diri dan keyakinan serta memotivasi mereka sepanjang proses," kata Rim.
"Saya membantu keluarga kaya lainnya dan anak-anak mereka untuk bersaing dengan keluarga kaya lainnya," tambahnya.
Tak hanya mendirikan perusahaannya, Rim telah memiliki pengalaman termasuk menjabat di berbagai dewan penasihat, termasuk Born This Way Foundation milik Lady Gaga dan inspirED oleh Facebook.
"Saya sering tampil dalam artikel-artikel terkait pendidikan di The New York Times, The Wall Street Journal, US News & World Report, dan CNBC," ujar pemuda berusia 30 tahun tersebut, dikutip dari Forbes.
Maka tak heran, perusahaannya seiring waktu semakin dipercaya. Ratusan keluarga memberikan cek senilai ratusan ribu dolar kepada Rim untuk memasukkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi ternama, seperti Harvard, Stanford, hingga MIT.
Berpenghasilan Miliaran dan Masuk Forbes 30 Under 30
Di perusahaannya, biaya konsultasi untuk membantu anak masuk ke kampus top mencapai USD 750.000 atau sekitar Rp 12 miliar, dengan bisa mengakses semua layanan. Selama lima tahun terakhir, 94 persen kliennya telah diterima di tiga pilihan perguruan tinggi teratas mereka.
Rim memulai perusahaannya dengan memberi konsultasi kepada siswa SMA untuk menulis esai penerimaan kampus seefektif mungkin. Biayanya hanya sekitar Rp 830 ribu.
Kemudian, dua klien pertamanya diterima di MIT dan Stanford. Setelah itu, ia menyadari bahwa ia mungkin memiliki bakat menghubungkan calon mahasiswa dengan kampus impiannya.
Sampai 2025, Command Education telah membimbing lebih dari 1.500 siswa masuk ke sekolah-sekolah unggulan. Tingkat penerimaan kliennya jauh di atas rata-rata nasional-lebih dari tujuh kali lebih tinggi di tempat-tempat seperti Harvard, Caltech, dan Universitas Chicago.
Kesuksesannya mengantarkan Rim memiliki pendapatan puluhan miliar. Bahkan, perusahaannya bisa menghasilkan pendapatan lebih dari Rp 333 miliar per tahun.
Atas pencapaiannya, ia telah diakui dalam daftar Forbes 30 Under 30. Ia juga menerima Penghargaan Prestasi Seumur Hidup dari Presiden Obama dan dinobatkan sebagai salah satu Pemimpin Muda Global versi Luce dan "Hero Among Us" versi Majalah People.
Simak Video "Video: Kisah Pemuda Gencar Konservasi di Pulau Seribu Setelah Kena PHK saat Covid-19"
(faz/nwk)