Sarjana Sastra Jawa UI Ini Hidupi Keluarga Berkat Wisata Sejarah

ADVERTISEMENT

Sarjana Sastra Jawa UI Ini Hidupi Keluarga Berkat Wisata Sejarah

Sudrajat - detikEdu
Rabu, 16 Jul 2025 16:30 WIB
Rizky Ramadhani, sarjana Sastra Jawa UI yang hidupi keluarga dari wisata sejarah
Foto: (Dokumentasi Rizky Ramadhani)
Jakarta -

"Setiap tempat merekam cerita." Kalimat tersebut menjadi tagline akun Instagram 'Jelajah Bareng Rizky' milik Rizky Ramadhani. Di akun dengan hampir 75 ribu pengikut itu dia telah mengunggah sekitar 600 konten video seputar riwayat daerah di Jabodetabek hingga Sukabumi dan Bandung.

Umumnya daerah atau lokasi yang ditelisik merupakan informasi yang selama ini tak banyak diketahui orang. Atau setidaknya biasa menjadi berita di media massa atau buku-buku pelajaran. Rizki misalnya mengungkap kenapa Cianjur dikenal sebagai lumbung padi berkualitas tinggi di Jawa Barat. Bahkan di era Belanda, Cianjur merupakan lumbung pangan mereka. Salah satu kuncinya adalah sistem irigasi yang mumpuni.

"Pada 1849 - 1865 Belanda membangun mega proyek pengairan Cihea dengan menyadap air dari Sungai Cisokan. Proyek ini melibatkan 50 ribu pekerja," tutur Rizky saat berbincang dengan detikEdu di sebuah kedai di Ciganjur, Selasa (15/7/2025) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rizky Ramadhani, sarjana sastra Jawa UI hidupi keluarga dari wisata sejarahRizky Ramadhani, sarjana sastra Jawa UI hidupi keluarga dari wisata sejarah Foto: (Dokumentasi pribadi: Rizky Ramadhani)

Namun setelah irigasi berjalan, ia menambahkan, ternyata muncul efek samping. Air yang dibendung untuk irigasi menjadi wadah berkembang biaknya nyamuk Anopeles betina penyebab Malaria.

"Penyakit ini menjadi endemic di Cianjur selama bertahun-tahun," ujar Rizky.

ADVERTISEMENT

Cerita tersebut didapat dari peta dan berbagai dokumen milik KITLV atau pusat dokumentasi digital Universitas Leiden, Belanda. Meski tak terlalu mahir berbahasa Belanda, Sarjana Sastra Jawa dari UI itu dapat memahaminya berkat bantuan teknologi Chat GPT.

Selain soal kanal irigasi, lelaki kelahiran 25 Maret 1992 itu juga banyak menelisik terkait patahan akibat gempa bumi di seputar Jabodebatek. Misalnya Sesar Citarik - Mata Air Bogor, Citarik - Sentul, Citarik - Gunung Putri, Citarik - Cibinong, hingga jalur gempa Depok. Atau menelisik hilangnya sejumlah setu di Bekasi, hingga mencari jejak benteng Belanda di Bandung Barat.

Konten-konten semacam itu menuai banyak komentar dari pengikutnya. Sebagian dari mereka yang tertarik untuk melakukan napak tilas meminta Rizky mendampingi sebagai pemandu wisata. Dia mematok tarifnya antara Rp 250-500 ribu. Pesertanya bisa sampai 50 orang.

"Peminatnya kebanyakan yang tergolong sudah mapan secara ekonomi sih, usia 40 tahun ke atas dan mereka yang sudah pensiun. Mereka merasa enjoy belajar langsung sejarah di lapangan," ujar Rizky.

Namun karena dinilai tidak fokus dan efisien selama perjalanan ke lokasi, belakangan ia mematok peserta 'walking tour' yang dipandunya maksimal cuma untuk 10 peserta. Rizky tak khawatir pembatasan itu membuat pemasukannya berkurang drastis.

"Pemasukan utama saya ya dari endorse produk atau perusahaan bukan dari tarif walking tour," kata Rizky.

Soal nominal pasti dia enggan mengungkapkan, tapi dipastikan sangat memadai untuk menghidupi istri dan seorang anak. Indikasinya, sudah dua tahun ini dia lebih fokus mengurusi konten dan walking tour ketimbang usaha percetakan yang dirintisnya sejak lulus dari UI pada 2014.

Ayah satu anak ini biasa menyelipkan pesan-pesan sponsor di tengah konten dengan durasi tak terlalu panjang. Dengan teknik ini, semua materi pesan dapat diterima dengan baik oleh netizen.

Saat menelusuri penyebab banjir di Jonggol pada 7 Juli, misalnya, ia menyisipkan informasi seputar bengkel di Jonggol yang khusus menangani vespa matik. Ketimbang banjir yang merendam dan melumpuhkan aktivitas masyarakat di Bekasi pada awal Maret 2025 lalu, apa yang terjadi di Jonggol malam itu benar-benar mengusik Rizky.

Rizky Ramadhani, sarjana sastra Jawa UI hidupi keluarga dari wisata sejarahRizky Ramadhani, sarjana sastra Jawa UI hidupi keluarga dari wisata sejarah Foto: (Dokumentasi pribadi: Rizky Ramadhani)

Bekasi banjir ia maklum sebab kawasan itu tergolong dataran rendah dengan ketinggian sekitar 11-81 meter dari permukaan laut (mdpl). Apalagi banyak rawa di sana telah lama beralih fungsi menjadi pemukiman. Namun kawasan Jonggol berada di ketinggian 295 mdpl.

Dari penelusuran lapangan dengan merujuk peta Belanda, 1901, sungai Cibarengkok dan Cikarang di Jonggol diketahui sejak dulu sudah berkelok-kelok. Namun di hulu sungai ia dan Tim menemukan banyak tumpukan sampah berupa potongan bambu yang menghambat aliran air. Di daerah sekitar juga banyak lahan sawah dan kebun yang berganti menjadi perumahan sehingga mengurangi daerah resapan.




(jat/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads