Sempat Alami Diskriminasi Semasa Sekolah Karena 'Berbeda', Nikita Kini Lulus dari UGM

ADVERTISEMENT

Sempat Alami Diskriminasi Semasa Sekolah Karena 'Berbeda', Nikita Kini Lulus dari UGM

Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 28 Mei 2024 14:00 WIB
Cerita Nikita, wisudawan UGM yang juga penyandang disabilitas hard of hearing dan minor celebral palsy.
Cerita Nikita, wisudawan UGM yang juga penyandang disabilitas hard of hearing dan minor celebral palsy. Foto: dok. Universitas Gadjah Mada
Jakarta -

Cerita haru kembali datang dari momen wisuda berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. Kali ini, kisah itu datang dari Nikita Nur Hijriyati, wisudawan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sangat spesial.

Ya, Nikita panggilan akrabnya merupakan penyandang disabilitas Hard of Hearing dan minor cerebral palsy yang bersyukur usai berhasil lulus dari program studi D4 Pembangunan Ekonomi Kewilayahan UGM.

"Saya bersyukur bisa lulus dan diwisuda dari Program Studi D4 Pembangunan Ekonomi Kewilayahan. Alhamdulilah," katanya dikutip dari rilis di laman resmi UGM, Selasa (28/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dapat Diskriminasi hingga Benci Ekonomi

Kini berhasil lulus dari Kampus Biru, Nikita menjalani pendidikan yang tidak selalu mulus. Diketahui ia sudah menyandang minor celebral palsy sejak lahir.

Ia hampir tidak bisa berjalan, namun takdir berkata berbeda dan Nikita mampu berjalan secara normal pada umur 2 tahun. Sejak saat itu tidak ada masalah dengan pendengarannya hingga akhirnya jatuh sakit saat berada di tingkat Sekolah Dasar (SD).

ADVERTISEMENT

Karena penyakit itulah pendengarannya mulai mengalami gangguan. Nikita selalu bersekolah di sekolah umum dan tidak pernah di sekolah luar biasa karena keputusan orang tua.

Keadaan yang dialaminya membuat Nikita kerap mendapat diskriminasi baik dari teman atau guru. Semangatnya yang tidak pernah padam membuat alumni SMP IT Az-Zahra Sragen itu bisa masuk ke sekolah favorit di kotanya yakni SMA 1 Sragen.

Namun, ia hanya menempuh pendidikan di sana selama dua semester karena mengaku tidak betah dengan perlakuan teman-teman dan guru.

"Kendalanya saya didiskriminasi, dan sama teman pernah diejek juga. Karena tidak bisa berolahraga, saya selalu ada tugas tambahan untuk pelajaran olahraga. Untuk teori saya bisa, dan sempat masuk SMA 1 Sragen selama setahun. Tetapi kemudian pindah karena tidak betah dengan perlakuan teman dan guru," jelasnya.

Tidak berhenti di sana, saat kelas XI SMA ia kembali mengalami kejadian yang tidak mengenakan. Bagaimana tidak, putri Suripto ini dikeluarkan dari kelas ekonomi saat ulangan harian.

Hal ini dikarenakan guru pengampu tidak tahu bila dirinya tidak bisa mendengar dan menulis cepat. Kejadian ini begitu melukainya dan membuatnya sempat membenci pelajaran ekonomi.

Walaupun ada kebencian pada mata pelajaran tertentu, Nikita mengaku menyukai pelajaran geografi namun dia kuliah pada prodi D4 Pembangunan Ekonomi Kewilayahan UGM. Ketika berkuliah, kebencian itu memudar hingga akhirnya berhasil menyelesaikan studi.

"Sempat saya benci mata pelajaran ekonomi. Namun seiring setelah kuliah, saya menjadi suka ekonomi. Terima kasih untuk Kak Jesita Mapres FEB angkatan 2016 telah membuat saya sadar bahwa ilmu ekonomi ini amat luar biasa," ungkapnya.

UGM Fasilitasi Mahasiswa Disabilitas

Menurut Nikita, UGM sudah cukup mampu memberikan layanan yang dibutuhkan mahasiswa disabilitas. Sebagai penyandang hard of hearing, selama berkuliah ia mengandalkan lip reading atau membaca gerak bibir untuk menangkap materi.

Meskipun begitu, ia bersyukur karena dosen memperlakukannya dengan baik. Selalu ada jalan untuk memudahkan perkuliahan terutama dalam hal praktikum atau tugas-tugas presentasi.

"Para dosen baik, dan memaklumi tulisan tangan saya buruk karena tidak bisa menulis rapi," akunya.

Momen Kuliah Kerja Nyata (KKN) menjadi yang paling berbekas dalam masa kuliah Nikita. Kala itu ia ditunjuk menjadi koordinator mahasiswa tingkat sub-unit (kormasit) meskipun KKN dilaksanakan secara daring.

Selain itu, ia juga sosok yang aktif berkegiatan di UK Peduli Difabel UGM. Bersama teman-temannya yang telah dianggap sebagai keluarga sendiri, mereka memperjuangkan pendirian Unit Layanan Disabilitas.

Ingin Lanjut S2 hingga Perjuangkan Hak Disabilitas

Nikita berhasil lulus dari UGM dengan IPK 3,37. Kini ia berharap bisa mendapat pekerjaan yang layak, melanjutkan pendidikan S2 dengan pembiayaan LPDP dan bisa terus berkontribusi untuk masyarakat terutama dalam memperjuangkan hak disabilitas.

Untuk UGM sendiri, ia berharap ke depannya ada kerja sama antara kampus dengan pihak lain untuk penyediaan lapangan kerja lulusan disabilitas. Hal ini mungkin akan segera terwujud melalui Unit Layanan Disabilitas yang sebentar lagi segera diresmikan.

"Saya berharap nantinya ada semacam kerja sama antara kampus dengan pemerintah, perusahaan, organisasi terkait penyediaan lapangan kerja untuk fresh graduate disabilitas," pungkasnya.




(det/det)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads