Sampah sempat menumpuk di beberapa titik di Kota Jogja. Di wilayah Depo Pengok sampah sempat menumpuk hingga empat meter dan di dekat Teras Malioboro 2 (TM2) tumpukan mencapai dua meter.
Kondisi ini kembali menuai berbagai respons. Salah satunya dari Peneliti pengelolaan sampah terintegrasi dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Ir Wiratni, PhD.
Ia mengatakan bahwa diperlukan ketegasan untuk menegakkan peraturan bahwa membuang sampah sembarangan itu adalah tindakan yang menyalahi aturan sehingga harus dikenai penalti/denda/sanksi lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi, pemerintah perlu menjalankan penegakan peraturan dan edukasi/pendampingan masyarakat secara paralel," katanya saat dihubungi wartawan, Jumat (17/5/2024).
Dalam hal ini, Wiratni juga menyinggung adanya banyak kampus di Jogja yang memiliki ahli sampah. Menurutnya, para ahli harusnya bisa diberdayakan untuk membantu pemerintah dalam persoalan sampah ini.
"DIY ini banyak universitasnya, banyak ahli sampahnya, yang bisa diberdayakan untuk bersatu dengan Pemerintah, mendampingi gerakan masyarakat mandiri mengelola sampah, dengan langsung turun ke masyarakat, bukan hanya sibuk membahas di seminar-seminar atau focus group discussion," tambahnya.
Masyarakat Perlu Memilah Sampah, Bukan Membakarnya
Wiratni menilai bahwa persoalan seperti ini tidak tepat jika diselesaikan dengan mencari siapa yang salah. Sebab, baik warga maupun pemerintah harus saling memaksimalkan peran masing-masing.
Misal untuk masyarakat, hal paling mendesak yang harus dilakukan adalah memilah sampah. Untuk tahap awal, pemilahan sebagai sampah organik, sampah laku jual, dan residu bisa menjadi upaya yang cukup.
"Mari kita coba sama-sama, sediakan 3 wadah ini saja di rumah masing-masing. Sampah organik harus diolah di rumah, dengan komposter sederhana yang bisa dibuat sendiri, tinggal nonton Youtube saja sudah banyak ide cara membuat kompos dengan cepat," terang Wiratni.
Kemudian, ia melanjutkan, untuk sampah laku jual bisa dijual ke banyak pengepul, termasuk yang berbasis aplikasi.
Terkait sampah residu, karena belum bisa dilakukan apa-apa dalam skala kecil, pemerintah perlu mengambil inisiatif pengelolaan residu.
Selain itu, Wiratni juga menekankan bahwa membakar sampah yang menumpuk adalah tindakan yang kurang tepat, karena berisiko.
"Membakar sampah adalah tindakan berisiko. Selain risiko kebakaran, juga kemungkinan kandungan senyawa toksik dalam asap," ujarnya.
"Pembakaran/insinerasi adalah opsi terakhir, untuk komponen sampah yang memang sudah tidak bisa dimanfaatkan kembali, dan itu pun harus dilakukan dengan teknik yang benar dan terkendali," imbuhnya.
Pemerintah Harus Membantu Proses Belajar Masyarakat
Sementara itu, langkah yang harus diambil pemerintah adalah mendukung pembelajaran terkait pengelolaan sampah kepada masyarakat.
"Harapan saya pada pemerintah adalah membantu proses belajar masyarakat dengan dukungan-dukungan yang bisa dikategorikan sebagai jangka pendek dan jangka panjang," tutur Wiratni yang juga Dosen Departemen Teknik Kimia UGM.
Adapun langkah jangka panjang dan pendek yang dimaksud antara lain:
1. Jangka pendek
Untuk mengatasi tumpukan sampah yang mulai mengotori kota, salah satu cara jangka pendeknya adalah mengundang seluruh pengelola sampah profesional di DIY dan para ahli dari universitas.
Ini dilakukan untuk merumuskan kerjasama aksi cepat dalam 6 bulan ke depan membersihkan provinsi yang tidak lagi punya TPA ini.
"Sampah sudah menjadi urusan gawat darurat, sehingga perlu disiapkan anggaran darurat juga untuk keperluan ini," desak Wiratni.
2. Jangka panjang
Untuk langka jangka panjangnya adalah dengan membangun sistem pengelolaan sampah berkelanjutan dengan regulasi yang tepat dan menggandeng mitra industri yang tepat.
Selain itu, juga perlu mendukung inisiatif-inisiatif di masyarakat dengan program hibah peralatan dengan pendampingan yang baik dan edukasi masyarakat dengan sistem reward and punishment yang tegas.
(faz/pal)