Sosok Pramaditya Wicaksono, Guru Besar Termuda UGM Usia 35 Tahun

ADVERTISEMENT

Sosok Pramaditya Wicaksono, Guru Besar Termuda UGM Usia 35 Tahun

Nikita Rosa - detikEdu
Rabu, 06 Sep 2023 11:00 WIB
Pramaditya, guru besar termuda UGM
Pramaditya Wicaksono berhasil menyandang gelar guru besar di usia 35 tahun. Begini kisahnya. Foto: Dok UGM
Jakarta -

Guru besar merupakan jenjang fungsional tertinggi karier akademisi di perguruan tinggi. Untuk Prof Dr Pramaditya Wicaksono, SSi, MSc, ia berhasil meraih impian tersebut di usia yang relatif muda. Siapakah dia?

Prama, panggilan akrabnya, berhasil menyandang predikat profesor termuda di Universitas Gadjah Mada (UGM) di usia 35 tahun 11 bulan. Ia menjadi Guru Besar bidang Penginderaan Jauh Biodiversitas Pesisir di Fakultas Geografi UGM terhitung mulai tanggal 1 Juni 2023.

Ia memecahkan rekor sebelumnya yang dicapai Prof Apt Agung Endro Nugroho, MSi, PhD. Prof Agung meraih jabatan guru besar di usia 36 tahun 9 bulan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prama baru akan menyampaikan pidato pengukuhan guru besar di bulan Maret 2024 mendatang. Begini kisahnya meraih posisi guru besar di UGM.

Sudah Lulus Cepat Sejak Sarjana

Prama memulai pendidikannya di Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh di Fakultas Geografi UGM pada 2004. Ia berhasil lulus di tahun 2008 dengan total masa studi 3 tahun 11 bulan.

ADVERTISEMENT

Setelah lulus S1, ia langsung melanjutkan S2 di Prodi Geografi UGM dengan Minat Studi Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai (MPPDAS) pada 2008. Kuliah jenjang magisternya disokong Beasiswa Unggulan Dikti.

Mendaftar Dosen sambil Kuliah

Prama kemudian mendapatkan tawaran beasiswa doktoral dari program CNRD (Centers for Natural Resources and Development) melalui pendanaan dari Dinas Pertukaran Akademis Jerman (DAAD). Tawaran itu tak ia lewatkan dengan mengambil Joint Program Doktor Geografi minat Penginderaan Jauh dari Cologne University of Applied Sciences, Jerman.

"Jadi saya melamar jadi dosen di Fakultas Geografi saat ditengah menempuh pendidikan S3," ujarnya dalam situs UGM, dikutip Rabu (6/9/2023).

Prama menuturkan, ia memutuskan jadi dosen karena kesenangannya dalam eksplorasi. Ia juga gemar bercerita dan berbagi pengalaman, serta senang bertemu dengan orang-orang baru.

"Ya, karena saya orangnya suka explore, berpikirnya kalau tidak jadi peneliti, ya dosen. Namun setelah dipikir-pikir, kalau jadi peneliti pasti ada masa bosannya meneliti terus. Sementara kalau dosen kan bisa tridharma, ya meneliti, melaksanakan pendidikan, dan pengabdian masyarakat. Jauh lebih berwarna," paparnya.

Loncat Karier

Prama 'loncat karier' dari lektor menjadi guru besar tanpa menduduki posisi lektor kepala terlebih dulu. Ia dimungkinkan melakukan lonjat jenjang karier ini karena syarat jumlah angka kredit dosen untuk menjadi profesor sudah dipenuhinya.

Pria kelahiran Semarang, 6 Juli 1987 itu mengakui punya target khusus untuk mencapai jabatan guru besar di usia muda. Namun, ia tidak menyangka bisa meraihnya di usia saat ini.

"Targetnya bisa di usia sebelum 40 tahun bisa jadi guru besar, tetapi tidak pernah menyangka menjadi guru besar termuda di UGM di usia 35 tahun," ungkapnya.

Rutin Riset

Menurutnya, percepatan jabatan guru besar yang ia raih merupakan hasil dari produktivitasnya dalam penelitian dan publikasi ilmiah. Setiap tahun, Prama memiliki rata-rata 5 publikasi ilmiah yang berhasil diterbitkan.

Hingga saat ini tercatat ada 55 publikasi pada jurnal ilmiah nasional dan internasional bereputasi yang telah dibuatnya. Prama juga menghasilkan 76 tulisan yang diterbitkan dalam prosiding, book chapter, buletin, serta media massa.

"Saya memang senang riset dan menulis, passion-nya di situ, jadi ya happy aja ngejalaninnya. Lalu, saya berusaha fokus pada bidang ilmu yang saya tekuni, sehingga bisa produktif menghasilkan sesuatu untuk bidang keilmuan tersebut," jelasnya.

Bagi Prama, meraih jabatan guru besar bukanlah akhir perjalanan karier akademisnya. Menurutnya, menyandang gelar guru besar menjadi awal untuk mengembangkan keilmuan lebih maju lagi.

"Guru besar ini kan jadi lokomotif mengembangkan ilmu di institusi. Sehingga, peluang untuk pengembangan ilmu pun menjadi lebih besar, sehingga bisa lebih kencang lagi dalam meliterasi masyarakat," ucapnya.




(twu/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads