Kisah Handika Raih Gelar Doktor Fisika Termuda MURI di Usia 24 Tahun

ADVERTISEMENT

Kisah Handika Raih Gelar Doktor Fisika Termuda MURI di Usia 24 Tahun

Cicin Yulianti - detikEdu
Jumat, 18 Agu 2023 10:00 WIB
Handika Dany Rahmayanti, doktor fisika termuda MURI
Foto: (Dok pribadi Handika Dany Rahmayanti)
Jakarta -

Menyelesaikan pendidikan S3 atau Doktor bukanlah hal yang mudah karena perlu ketekunan dalam belajar sembari melakukan penelitian. Namun, hal tersebut tak berlaku bagi sosok Handika Dany Rahmayanti yang dinobatkan sebagai doktor fisika termuda.

Penghargaan tersebut diberikan oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) kepadanya sebagai "Perempuan Peraih Gelar Doktor Fisika Termuda" di tahun 2021. Perempuan yang akrab disapa Dika tersebut berhasil menjadi doktor fisika di usia 24 tahun.

Di bawah bimbingan Prof Mikrajuddin, Handika berhasil lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan predikat cumlaude IPK 4.00 pada usia 24 tahun, 11 bulan, 5 hari. Selain meraih gelar tersebut, ternyata sosok Dika ini memiliki segudang prestasi lainnya. Apa saja? Simak kisahnya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awalnya Tak Menyukai Fisika

Siapa sangka, peraih penghargaan "Perempuan Peraih Gelar Doktor Fisika Termuda" ini awalnya tidak menyukai fisika. Ia mengaku dirinya lebih memiliki ketertarikan terhadap bidang kesehatan.

"Pas lulus SMA sebenarnya nggak tertarik sama dunia fisika. Sebenarnya saya lebih senang ke dunia kesehatan atau ke kimia. Tapi saya sudah mencoba berbagai macam cara dan jalur tes tapi nggak keterima," tuturnya kepada detikEdu, Selasa (16/8/2023).

ADVERTISEMENT

Dika mengatakan bahwa alasannya mengambil S1 jurusan fisika karena merupakan pilihan terakhir. Ia memilih jurusan fisika setelah melihat peluang saingannya yang sedikit.

"Saya tuh udah semua jalur dicoba, mulai jalur rapor, tes di universitas. Saya coba masuk ke politeknik itu nggak masuk juga, ke Poltekkes nggak masuk juga. Sampai akhirnya bingung, tapi saya harus tetap kuliah dan orang tua pengennya di negeri. Dari sana saya mulai baca peluang nih jurusan mana yang kurang peminatnya yang kira-kira saya bisa masukin. Ketemulah fisika itu dan benar saya lulus di jalur mandiri Unnes," kata Dika.

Tempuh S2-S3 dengan Beasiswa

Selama menempuh pendidikan S2 hingga S3 di ITB, Dika mendapat beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU), yang merupakan program beasiswa bagi sarjana unggul untuk melakukan percepatan pendidikan doktor.

"Waktu itu saya dapat beasiswa PMDSU, mungkin sekarang udah enggak booming. Itu beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul. Bantuan beasiswa itu selama 4 tahun untuk S2 dan S3. Jadi S2 saya di ITB 1,5 tahun dan S3 saya 2,5 tahun, lulus tahun 2019," tutur Dika.

Dika mengatakan bahwa dirinya tak menyangka bisa meraih beasiswa dan melanjutkan pendidikan hingga S3, terutama mendapat penghargaan sebagai doktor fisika termuda.

"Sebenernya nggak nyangka. Bisa lanjut S2, S3, bahkan jadi dosen pun enggak nyangka. Dulu juga saya kuliah sambil kerja saat S1, part time juga. Pokoknya fokus kuliah karena ingin cepat lulus dan kerja," ungkapnya.

Sadar bahwa sebagai mahasiswa ia harus menyelesaikan pendidikan sesuai waktu yang ditentukan, akhirnya Dika berusaha mengejar ketertinggalan dan mencoba meningkatkan rasa ingin tahunya terhadap dunia fisika.

"Saya saya udah masuk ke kolam fisika, sehingga bagaimana caranya bisa sampai tepi. Akhirnya saya beli-beli buku komik tentang sains dan fisika di semester satu. Kemudian saya juga coba ngajar les fisika untuk anak-anak yang membuat saya jadi lebih mendalami fisika itu. Di situ mulai dapet feel-nya soal fisika," ujarnya.

Klik halaman selanjutnya... Aktif dalam Kegiatan Nonsains

Aktif dalam Kegiatan Nonsains

Walau lebih dikenal sebagai doktor fisika, kepala pusat penelitian, dan dosen, Dika adalah perempuan yang aktif juga di berbagai bidang. Mulai dari dunia modeling, guru les, marketing, event organizer, pekerja media online, business consultant, dan pegawai bank sempat ia geluti selama menempuh S1-S3.

"Saat S2 waktu itu merantau di Bandung, jadi cari kegiatan. Sempet ngelamar modeling, jadi mungkin karena sudah punya track record Duta Wisata, jadi tertarik di dunia modeling. Nggak jadi modelnya sih, di belakang layar. Waktu itu jadi program director di ajang model muslimah di Bandung selama dua tahunan," kata Dika.

Lahirkan 8 Buku dan 71 Jurnal

Kini, Dika menjadi dosen di Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta. Ia pun saat ini menjabat sebagai kepala pusat penelitian di kampus tersebut.

"Di 2018 saya sudah ikut CPNS. Jadi sampai sekarang saya mengajar sebagai dosen di Politeknik Negeri Media Kreatif di Jakarta. Saya juga diamanahi menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M), kalau di kampus biasanya namanya LPDM," kata Dika.

Hingga saat ini, telah banyak karya yang dilahirkan oleh Dika antara lain 8 buku ISN, 3 modul, 29 Intellectual Property Right (HKI), 5 Patent Registered, 24 Copyright Certificate, 54 Article Google Scholar, dan 17 Article Scopus.

Segudang prestasi telah diraih oleh Dika, namun dirinya mengaku bukanlah orang yang ambisius. Ia menyebut dirinya sama seperti mahasiswa pada umumnya.

"Saya seperti mahasiswa pada umumnya. Dulu S1 saya enggak pernah cumlaude, jadi IPK-nya biasa saja. Tapi saya itu berusaha untuk menambah value diri dengan aktif kegiatan, menambah relasi dan sempat juga jadi Duta Wisata, kalau di Jakarta itu namanya Abang None," katanya.


Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads