Melepas impian terbesar dalam hidup merupakan hal yang sulit terlebih jika kondisi yang memaksa seseorang harus merelakannya. Seperti yang terjadi pada Sri Melati, perempuan yang harus berhenti berprofesi sebagai dokter akibat masalah kesehatan yang ia alami.
Pada tahun 2011, perempuan yang akrab disapa Imel ini mendapati bahwa dirinya mengalami TBC otak dan harus dioperasi. Namun, usai operasi mata kiri Imel mengalami buta total. Walau mata kanannya masih berfungsi, namun Imel tetap tidak bisa kembali mengabdi sebagai dokter seperti sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantang menyerah hanya karena alasan keterbatasan, Imel akhirnya memutuskan untuk terus mengabdi bagi masyarakat yakni dengan menjadi seorang guru luar biasa. Bagaimana kisah lengkap dari sosok Imel ini? Yuk simak!
Melepas Impian Dokter setelah Alami TBC
Imel mulanya adalah seorang dokter dan telah melakukan pengabdian di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) selama dua tahun setelah lulus studi dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU).
Sayangnya, pada tahun 2011 Imel tiba-tiba mengalami masalah dengan kepalanya. Ternyata Imel menderita tuberkulosis (TBC) di otak sehingga ia harus dioperasi.
Saat Imel terbangun dari komanya selama 3 minggu, ia tak bisa menyangkal bahwa mata kirinya tak lagi bisa melihat. Mata kirinya menjadi buta total, sedangkan mata kanannya mengalami tunnel vision.
Beruntungnya, mata kanan Imel hingga saat ini masih bisa melihat walau terbatas. Ia masih dapat melihat cahaya misalnya layar gawai walaupun tak sejelas saat kondisi matanya normal.
Imel mengaku menjadi penyandang tunanetra baru sangatlah berat terlebih ia mengalaminya di usia dewasa dan menjadi orang pertama di keluarga yang mengalami kebutaan. Bahkan, pasca operasi tubuh Imel mengalami kelumpuhan sehingga ia terbatas dalam melakukan banyak hal.
Sebagai seorang tunanetra baru, Imel sempat bingung dengan dirinya. Ia menghabiskan waktu selama 10 tahun untuk mencari hal yang akan ia pilih untuk melanjutkan hidupnya.
"Saya sudah profesi jadi dokter tahun 2009 dan saya kehilangan penglihatan di tahun 2011. Dan saya baru kembali sekolah di 2021. Jadi dari 2011 ke 2021, selama 10 tahun itu saya keliling-keliling mencari, mau ngapain. Sebagai tunanetra saya bingung mau ngapain," tuturnya kepada detikEdu, Selasa (15/8/2023).
Oleh karena itu, Imel memutuskan untuk mencari tahu dan berkenalan dengan sesama tunanetra untuk mengetahui bagaimana mereka bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya. Setalah itu, Imel dan kawan-kawan tunanetranya mendirikan yayasan.
"Sebagai tunanetra baru saya ga tau mau apa, sampai alhamdulillah ditemukan sama jalan Tuhan yaitu sama teman-teman yang mengajar. Awalnya nggak ada kepikiran ngajar karena saya mau belajar jadi tunanetra yang baik. Gimana sh jadi tunanetra tuh karena saya nggak paham," ujarnya.
Dirikan Yayasan bagi Penyandang Disabilitas Ganda
Walau saat ini Imel sadar dengan kekurangannya, namun ia tak putus harapan untuk terus bisa bermanfaat bagi orang lain. Pada tahun 2017, ia bersama empat kawannya yang sama-sama tunanetra mendirikan sebuah yayasan bernama Yayasan Dwituna Harapan Baru.
Imel, Marilyn Lievani, Lindawati Agustin Kwa, Ricky Darmawan, dan Eti Saragih berkomitmen untuk membuka kesempatan belajar bagi para penyandang disabilitas. Yayasan yang mereka dirikan berfokus menampung siswa disabilitas ganda.
Disabilitas ganda sendiri merupakan kondisi dimana seorang penyandang disabilitas mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas misalnya disabilitas tunarungu dan tuna wicara atau tunanetra dan tunarungu.
"Saya sama empat orang teman lain, jadi lima orang ini tunanetra, dan saya malah yang terakhir gabung. Di 2017 baru kita mendeklarasikan kalau kita SLB-G atau Sekolah Luar Biasa Ganda. Kita mulai declare mulai dari cara pengajaran itu kita dibimbing oleh Rawinala Jakarta," kata Imel.
Dikarenakan untuk bersifat resmi sekolah harus memiliki surat, Imel dan pengurus lain memutuskan untuk menjadikannya yayasan terlebih dahulu. Sehingga pada tahun 2019, sekolah resmi menjadi Yayasan Dwituna Harapan Baru yang statusnya telah berbadan hukum.
"Kita ada beberapa kendala di bagian kepengurusan sekolahnya, jadi sampai sekarang sekolahnya masih sedikit pengurusnya. Jadi kinerjanya agak lambat, tapi kita sedang berusaha memformalkan legalitas dari SLB-G-nya," tuturnya.
Yayasan tersebut saat ini memiliki 6 orang siswa dengan disabilitas ganda ditambah 5 siswa yang mengikuti kelas tambahan. Jadi total siswa di Yayasan Dwituna Harapan Baru sebanyak 11 orang.
"Karena memang kita khusus disabilitas ganda. Kalau yang disabilitasnya cuma satu itu kita nggak terima. Kita hanya menerima siswa dengan disabilitas ganda atau berat," jelas Imel.
Klik halaman berikutnya... S2 di Kampus Top Dunia dengan Beasiswa LPDP
Simak Video "Video: Wamen PPPA Minta 2% Kaum Difabel Bisa Bekerja di Pemerintahan"
[Gambas:Video 20detik]