Melalui Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Ma'murina, Savitri Mutia Agustine tak cuma mengajarkan membaca, menulis, dan menghitung. Guru Bahasa Inggris di SMP Negeri 13 Kota Sukabumi itu juga melatih anak-anak mengenali keinginan dan kebutuhan. Caranya, dia mengajak anak-anak yang biasa berkunjung ke TBM untuk menabung Rp 2000 perhari.
"Saya siapkan celengan dari plastik, anak-anak saya minta menyisihkan uang jajan dua ribu setiap hari. Nama tabungannya TBM, singkatan dari Tabungan Berkah Maslahat (TBM) sudah berjalan empat tahun," tutur Savitri saat berbincang dengan detikEdu di kediamannya beberapa waktu lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tabungan dimulai selepas lebaran hingga memasuki awal Ramadan. Tabungan bermula dari keluh-kesah para orang tua yang didengar suaminya, Dede Yunus. Mereka seolah merasa terbebani setiap kali menghadapi Ramadan karena pengeluaran justru bertambah. Tapi sejak 2018, sebagian orang tua tak lagi berkeluh kesah sebab anak-anak mereka bisa membeli pakaian untuk lebaran dengan tabungan sendiri.
Dalam perjalanannya, kata Savitri, TBM juga bermanfaat untuk beberapa orang tua terhindar dari jerat Bank Emok. Sebab bila ada kebutuhan mendesak, mereka akan datang ke TBM untuk mengambil tabungan anaknya di celengan.
"Pernah ada seorang ibu yang orang tuanya meninggal di luar kota Sukabumi. Dia sudah ke sana-ke mari mencari pinjaman untuk ongkos tapi tak ada yang memberi. Akhirnya si anak cerita kalau dia punya tabungan di TBM," tutur Savitri.
Semula, Bank Emok dimaksudkan untuk melawan rentenir yang biasa beroperasi di lingkungannya tempat tinggal, Dayeuhluhur, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi. Tapi lambat-laun, Bank Emok pun tetap dirasa memberatkan warga karena besaran pinjaman cenderung menjadikan warga konsumtif.
"Misalkan ada warga yang cuma butuh Rp 300 ribu tapi dengan berbagai dalih terus dikasihnya malah lebih gede dari itu kan malah jadi konsumtif," kata Savitri.
Pola bank emok ini meniru pola kredit di Grameen Bank India, yang menyasar kalangan ibu rumah tangga. Disebut emok, karena saat si petugas datang mereka bersama ibu-ibu akan duduk ngedeprok di lantai yang dalam Bahasa sunda disebut emok.
Pada Kamis malam (28/7/2022), dia menjadi bagian dari 60 orang terpilih untuk makan malam bersama pendiri dan pemilik CT Corp, Chairul Tanjung. Savitri juga termasuk yang beruntung mendapatkan doorprize berupa smart watch.
"Salah satu hal yang dapat saya ambil dari buku anak singkong adalah tentang keyakinan, kerja keras, rasa syukur dan kepedulian. Saya merasa banyak yang bisa dipelajari dan beberapa diantaranya mirip dengan perjalanan saya, walau tidak sehebat perjuangan Pak CT," kata Savitri.
Membaca buku "Si Anak Singkong", dia melanjutkan, juga mengingatkan dirinya tentang tiga amalan utama yang tak akan pernah putus meski kita telah meninggal. Ketiganya adalah sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan doa anak yang saleh.
"Jika memang Allah menghendaki kami tidak bisa mendapatkan keturunan, maka hanya sedekah jariyah dan ilmu yang dimanfaatkan menjadi penolong kami," tuturnya.
Sejak menikah pada 2009, pasangan Savitri dan Dede Yunus memang belum dikarunia anak. Dengan mengelola Taman Bacaan Masyarakat dan mewakafkan ilmu, tenaga, dan rumah kami untuk orang-orang di sekitar, ia berharap dapat menciptakan banyak "Anak-anak Singkong" yang mandiri, cerdas, pantang menyerah, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menjelang dzuhur, 1 Agustus, Savitri mengembuskan nafas terakhir di RS Al-Mulk. Semula dia cuma mengeluh sakit maag, tapi kemudian muntah-muntah dan pingsan. Tiba di rumah sakit, dia kembali muntah dan mengeluarkan darah.
"Terindikasi ada pembuluhnya yang pecah. Ya, mungkin semacam kena stroke," kata Dede Yunus kepada detikedu, Rabu (3/8/2022).
Segenap manajemen dan redaksi detik.com turut berduka cita yang mendalam. Semoga Savitri Mutia Agustine mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa. "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un... Allohummaghfirlaha warhamha wa'aafihi wa'fu 'anha...."
(jat/erd)